Hukum Membatalkan Puasa Ramadhan bagi Kuli Bangunan dan Pekerja Berat Lainnya

Sebagian kuli bangunan dan pekerja berat lain yang mengandalkan kekuatan fisik saat bekerja acap kali tidak menjalankan puasa Ramadhan. Bagaimana hukum puasa Ramadhan bagi para pekerja berat?

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 30 Mar 2023, 16:00 WIB
Diterbitkan 30 Mar 2023, 16:00 WIB
Hukum Puasa Ramadhan bagi Kuli Bangunan dan Pekerja Berat Lainnya
Hukum Puasa Ramadhan bagi Kuli Bangunan dan Pekerja Berat Lainnya . (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta Sebagian kuli bangunan dan pekerja berat lain yang mengandalkan kekuatan fisik saat bekerja acap kali tidak menjalankan puasa Ramadhan.

Seperti ditemui di ibu kota, beberapa pekerja berat cenderung makan siang di jam istirahat sementara sebagian lainnya memilih tidur sejenak.

Puasa Ramadhan merupakan salah satu kewajiban yang harus ditunaikan oleh umat Islam. Jika ditinggalkan, akan ada 'denda' yang harus dibayar sesuai ketentuan syariat. 

Sementara itu, mencari nafkah juga merupakan kewajiban yang harus dijalani untuk menghidupi keluarga di rumah. Kewajiban ini tak boleh ditinggalkan agar keluarga dapat terus melangsungkan hidupnya.

Hukum Kewajiban Puasa Bagi Pekerja Berat

Hukum kewajiban puasa untuk para pekerja berat dijelaskan oleh Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani dalam kitab Nihayatuz Zein fi Irsyadil Mubtadi’in.

Menurutnya, bagaimanapun wajibnya mencari nafkah, kewajiban puasa Ramadhan perlu dihargai. Apabila pada siang hari puasa terasa berat, maka orang-orang yang berprofesi sebagai kuli, buruh tani, dan pekerja berat lainnya diperbolehkan membatalkan dan mengganti puasa di luar Ramadhan.  

Hal senada juga diungkapkan oleh tokoh Islam Syekh M Said Ba’asyin dalam kitab Busyrol Karim. Ia menyebutkan bahwa ketika memasuki Ramadhan, para pekerja berat seperti buruh tani yang membantu penggarap saat panen dan pekerja berat lainnya, wajib memasang niat puasa pada malam hari.

“Namun, kalau kemudian pada siang hari menemukan kesulitan dalam puasanya, ia (pekerja berat) boleh berbuka. Tetapi kalau merasa kuat, maka boleh tidak membatalkannya,” mengutip NU Online, Kamis (20/3/2023).

Pekerja Berat Boleh Batalkan Puasa dalam Beberapa Kondisi

Hukum Puasa Ramadhan bagi Kuli Bangunan dan Pekerja Berat Lainnya
Hukum Puasa Ramadhan bagi Kuli Bangunan dan Pekerja Berat Lainnya. (Liputan6.com/JohanTallo)

Menurut Syekh Said Ba'asyin, tidak ada perbedaan antara buruh, orang kaya, atau sekadar pekerja berat yang bersifat relawan.

Jika mereka menemukan orang lain untuk menggantikan posisinya bekerja, lalu pekerjaan itu bisa dilakukannya pada malam hari, maka itu lebih baik.

Para pekerja berat boleh membatalkan puasa dalam beberapa kondisi yakni:

  • Ketika mereka tidak mungkin melakukan aktivitas pekerjaannya pada malam hari
  • Saat pendapatan untuk memenuhi kebutuhan atau pendapatan bos yang mendanainya berbuka terhenti
  • Mereka bahkan diharuskan untuk membatalkan puasanya ketika di tengah puasa menemukan kesulitan tetapi tentu didasarkan pada kondisi yang darurat. 

Bagi yang Memenuhi Kriteria Boleh Batal tapi Tetap Tahan Puasa

Hukum Puasa Ramadhan bagi Kuli Bangunan dan Pekerja Berat Lainnya
Hukum Puasa Ramadhan bagi Kuli Bangunan dan Pekerja Berat Lainnya. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Syekh Said Ba'asyin menambahkan, orang-orang yang memenuhi kriteria untuk boleh membatalkan puasa tapi lebih memilih untuk tahan puasa hingga tuntas maka puasanya tetap sah.

“Bagi mereka yang memenuhi ketentuan untuk membatalkan puasa, tetapi melanjutkan puasanya, maka puasanya tetap sah karena keharamannya terletak di luar masalah itu.” 

“Tetapi kalau hanya sekadar sedikit pusing atau sakit ringan yang tidak mengkhawatirkan, maka tidak ada pengaruhnya dalam hukum ini.”

Tiga Kategori Orang Sakit dan Statusnya dalam Menjalankan Puasa

Ilustrasi menjenguk orang sakit. Photo by Stephen Andrews on Unsplash
Ilustrasi sakit di Puasa Ramadhan. Photo by Stephen Andrews on Unsplash

Syekh Nawawi dalam kitab Nihayatuz Zein fi Irsyadil Mubtadi’in juga menerangkan bahwa para ulama membagi tiga kategori orang sakit dan statusnya dalam menjalankan ibadah puasa.

Pertama, kalau diprediksi mengidap penyakit kritis yang membolehkannya tayammum (bersuci dengan debu/tanah), maka penderita dihukumi makruh untuk berpuasa sehingga diperbolehkan tidak berpuasa.

Kedua, jika penyakit kritis itu benar-benar terjadi atau kuat diduga kritis atau kondisi kritisnya dapat menyebabkannya kehilangan nyawa atau menyebabkan disfungsi salah satu organ tubuhnya, maka penderita haram berpuasa, sehingga wajib membatalkan puasanya. 

Ketiga, kalau sakit ringan yang sekiranya tidak sampai keadaan kritis yang membolehkannya tayammum, penderita haram membatalkan puasanya dan tentu wajib berpuasa sejauh ia tidak khawatir penyakitnya bertambah parah.

Tiga kategori orang sakit ini sama status hukumnya dengan buruh tani, petani tambak garam, buruh kasar, dan orang-orang dengan profesi seperti mereka.

INFOGRAFIS: Beda Durasi Waktu Puasa Negara-Negara di Dunia (Liputan6.com / Triyasni)
INFOGRAFIS: Beda Durasi Waktu Puasa Negara-Negara di Dunia (Liputan6.com / Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya