Imunisasi Ganda Selamatkan Anak dari Penyakit, Bagaimana Efek Sampingnya?

Selamatkan anak dari penyakit dengan imunisasi ganda, lalu beratkah efek samping yang ditimbulkan?

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 17 Apr 2023, 15:00 WIB
Diterbitkan 17 Apr 2023, 15:00 WIB
Pemberian Imunisasi untuk Anak Sekolah di Kota Depok
Selamatkan anak dari penyakit dengan imunisasi ganda, lalu beratkah efek samping yang ditimbulkan? (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Tak jarang orangtua cemas dengan pemberian imunisasi ganda lantaran Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang dianggap dapat memberatkan anak. Terlebih lagi, saat imunisasi ganda, anak akan mendapatkan suntikan vaksin berbeda dalam waktu bersamaan.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) Siti Nadia Tarmizi menyampaikan, pemberian imunisasi anak dengan suntikan ganda, terutama bayi dan balita tidak menimbulkan efek samping berat. Artinya, imunisasi ganda terbukti aman.

Seperti diketahui, imunisasi ganda merupakan pemberian imunisasi lebih dari satu jenis antigen atau vaksin kombinasi dalam satu kali kunjungan. Suntikan dilakukan di dua lokasi, yakni bisa pada bagian kiri dan kanan paha atau satu bagian saja, namun memiliki jarak suntik minimal 2,5 sentimeter. 

“Imunisasi ganda itu ya enggak masalah. Karena memang sudah disampaikan untuk Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN) dan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS), bahwa kita bisa memberikan dua jenis vaksin secara bersamaan,” ujar Nadia saat diwawancarai Health Liputan6.com di Jakarta, ditulis Senin (17/4/2023).

“Dan itu tidak ada efek sampingnya. Karena memang terbukti aman.”

Kejar Keselamatan Anak

Dengan tidak adanya efek samping yang memberatkan, orangtua tak perlu khawatir terhadap kondisi anak. Jenis vaksin yang diberikan pada suntikan ganda ini termasuk dalam vaksin imunisasi dasar.

“Jadi enggak perlu takut. Kita lebih baik mengejar keselamatan, kemudian mencegah anak tidak menjadi cacat itu lebih penting,” ucap Nadia.

“Karena sudah terbukti, diberikan imunisasi bersamaan dua jenis vaksin imunisasi dasar, itu tidak akan menimbulkan efek samping.” 

Indonesia sendiri telah memperkenalkan pemberian imunisasi ganda secara nasional sejak tahun 2017, yaitu pada jadwal imunisasi DPT-HB-Hib-3 yang diberikan bersamaan dengan imunisasi IPV (vaksin Polio suntik) pada bayi usia 4 bulan.

Imunisasi DPT-HB-Hib diberikan guna mencegah 6 penyakit, yakni Difteri, Pertusis, tetanus, Hepatitis B serta Pneumonia (radang paru) dan meningitis (radang selaput otak) yang disebabkan infeksi kuman Hib.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Penelitian Keamanan Vaksin di Lombok

Stok Vaksin Meningitis Impor dari Tiongkok
Ilustrasi ITAGI merekomendasikan program demonstrasi pemantauan keamanan untuk vaksin PCV13 di Lombok Barat dan Lombok Timur pada tahun 2017. (unsplash.com/Mufid Majnun)

Ketua Komite Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI) Hindra Irawan Satari turut menegaskan, pemberian suntikan imunisasi ganda pada anak dipastikan aman. 

Keamanan efek imunisasi ganda di atas sudah dilakukan studi penelitian oleh  Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) pada tahun 2017. Pada waktu itu, ITAGI merekomendasikan program demonstrasi pemantauan keamanan untuk vaksin PCV13 di Lombok Barat dan Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Pemantauan ini bertujuan mengevaluasi seri primer 2 dosis (usia 2 dan 3 bulan) secara serius efek samping (SAE), efek samping, kejadian sistemik, dan reaksi lokal. Prevnar 13 merupakan Vaksin Pneumonia Konjugat (PCV13) untuk pencegahan terhadap 13 jenis infeksi Pneumonia Bakterial. 

“Kami melakukan penelitian di Lombok, sudah dipublikasikan. Kami lihat antara kelompok yang cuma dapat PCV satu doang dengan kelompok yang dapat vaksin PCV plus Pentabio – imunisasi untuk difteri, pertusis dan tetanus atau yang dikenal DPT,” jelas Hindra saat ditemui Health Liputan6.com di Gedung Kemenkes RI Jakarta pada Senin, 27 Maret 2023.

Efek Samping Bukan Jumlah Kumulatif dari KIPI

Penelitian ITAGI di Lombok Barat dan Lombok Timur, lanjut Hindra, memberikan hasil yang menggembirakan. KIPI yang dialami sebanyak 1.083 bayi dari 10 pusat layanan kesehatan primer di Lombok yang dianalisis dalam batas aman dan dapat ditoleransi.

“Itu KIPI-nya, bukan berarti kalau nambah vaksin A misalnya, KIPI 20 persen, ditambah vaksin B KIPI-nya 10 persen, vaksin C KIPI-nya 10 persen, terus nanti jadi 40 persen KIPI-nya gitu? Ya enggak begitu,” katanya.

“Jadi enggak ada beda, mau disuntik sekali, mau disuntik dua kali, mau disuntik tiga sekaligus KIPI-nya itu enggak nambah. Efek sampingnya, bukan efek kumulatif penjumlahan dari KIPI vaksin itu.”


Pemantauan KIPI Selama 30 Menit

Hasil studi ITAGI di Lombok termaktub dalam jurnal berjudul, Safety of a 2-dose primary series of 13-valent pneumococcal conjugate vaccine in Indonesian infants, yang dipublikasikan pada 24 Maret 2023. 

Jurnal yang ditulis Julitasari Sundoro dan Ari Prayitno dkk ini menganalisis 1.083 bayi, yang mana 687 di antaranya, menerima dosis PCV13 pertama dan 396 menerima dosis kedua. 

Jika dirinci lebih lanjut, berdasarkan program imunisasi nasional, mereka menerima PCV13 + DTwP-HB-Hib + OPV (544 bayi), PCV13 + DTwP-HB-Hib (101 bayi) atau hanya PCV13 (403 bayi). 

Mereka dipantau selama 30 menit setelah vaksinasi untuk efek samping langsung dan orang tua diberi kartu buku harian untuk dicatat informasi keselamatan secara prospektif selama 28 hari. DTwP adalah vaksin difteri, tetanus, pertussis whole-cell

Reaksi Demam Parah Jarang Terjadi

Hasil analisis, tidak ada efek samping parah langsung yang diamati dan tidak ada efek samping parah yang dilaporkan selama 28 hari setelah vaksinasi. Laporan reaksi lokal dan peristiwa sistemik mendominasi pada hari 1-3 pasca vaksinasi. 

Reaksi berupa demam parah (suhu lebih dari 39 derajat Celsius) jarang terjadi pada kurang dari 2 persen dari semua bayi). Sebagian besar reaksi ringan sampai sedang.

Dari studi yang diterbitkan di Medical Journal of Indonesia ini, nyeri lokal lebih sering terjadi setelah dosis pertama daripada setelah dosis kedua, sedangkan kemerahan dan bengkak sebagian besar ringan sampai sedang. 

Kesimpulannya, program demonstrasi seri primer PCV13 di Indonesia mengkonfirmasi reaksi lokal dan sistemik yang dapat ditoleransi.


Lebih Banyak Reaksi Ringan

Imunisasi Anak
Imunisasi ganda dari hasil studi Lombok lebih banyak anak mengalami reaksi ringan. (merdeka.com/Arie Basuki)

Disampaikan kembali oleh Hindra Irawan Satari, penilaian subjek studi di Lombok yang diberikan PCV, hanya diberikan PCV-Pentabio, serta ada yang ditambah PCV-Pentabio-PV (Polio oral) ternyata tidak ada perbedaan dalam reaksi efek samping.

“Mau yang single suntikan, double suntikan, antara reaksi di tempat suntikan dan reaksi umum, semua bersifat banyak yang reaksi ringan. Reaksi umum kan demam, sakit kepala,” paparnya.

“Apakah lebih sakit? Enggak juga. Kalau bayi itu sementara aja nangis.”

Ada caranya untuk meminimalisir bayi yang diimunisasi ganda. Pengalihan perhatian dapat dilakukan.

“Kalau bayi disuntik paha kiri di dua tempat dengan 2,5 sentimeter jaraknya, ya enggak apa-apa. Caranya, masuknya (jarum vaksin) dengan lembut, tarik cepat dengan lembut, langsung dikasih kapas bersih,” sambung Hindra.

“Biasanya dia langsung berhenti nangis pas didekap atau dialihkan perhatiannya. Itu segera berhenti nangisnya.”

Suntik Vaksin Harus dalam Kondisi Sehat

Suntik vaksin imunisasi, kata Hindra demi merangsang sistem imun supaya membentuk antibodi. Sistem imun akan optimal bila disuntik vaksin dalam kondisi anak sedang sehat. 

“Kalau dia lagi sehat kan mungkin dia lagi menetralisir virus yang masuk. Jadi paling optimum dalam keadaan sehat. Kalau masih batuk pilek, masih sumeng aja sih aman, dikasih silahkan,” tutupnya.

“Tapi kalau demam tinggi, kejang, sesak ya enggak bisalah. Enggak ada gunanya juga kan, imun sistemnya lagi mengatasi virus yang sedang diderita tadi.” 

Adapun jenis imunisasi ganda pada bayi dan baduta sesuai informasi terbaru Kemenkes RI, antara lain:

  1. Usia 2 bulan: DPT-HepB-Hib1, OPV2, PCV1, RV1*
  2. Usia 3 bulan: DPT-HepB-Hib2, OPV3, PCV2, RV2*
  3. Usia 4 bulan: DPT-HepB-Hib3, OPV4, IPV, RV3*
  4. Usia 9 bulan: Campak-Rubella, IPV2
  5. Usia 18 bulan: DPT-HepB-Hib4, Campak-Rubella 2

*Bertahap akan diimplementasikan nasional.

Infografis Yuk Kenali Perbedaan Vaksin, Vaksinasi dan Imunisasi Cegah Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Yuk Kenali Perbedaan Vaksin, Vaksinasi dan Imunisasi Cegah Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya