Cek Penyakit Lewat Chat GPT, Awas Diagnosis AI Bisa Menyesatkan

Kemenkes RI meminta masyarakat kritis dan bijak saat menggunakan AI. Walau jawaban AI meyakinkan tapi bisa saja menyesatkan.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 02 Jan 2025, 08:47 WIB
Diterbitkan 02 Jan 2025, 08:15 WIB
Banner Infografis 4 Rekomendasi Chatbot AI Terbaik. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)
Chatbot AI Bisa Ditanyai soal Kesehatan tapi masyarakat harus bijak saat mendapatkan jawaban AI. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)

Liputan6.com, Jakarta Masyarakat kini bisa bertanya apapun lewat Artificial Intelligence (AI) seperti Chat GPT dan chatbot AI. Pertanyaan soal gejala penyakit tertentu dan masalah kesehatan pun bisa ditanyakan ke AI.

Terkait ini, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) meminta masyarakat untuk bijak memakai AI. Saat bertanya tentang suatu penyakit, jawaban yang diberikan AI bisa saja menyesatkan.

Chief of Technology Transformation Office (TTO) Kemenkes RI, Setiaji mengatakan bahwa teknologi AI beroperasi berdasarkan algoritma yang menggeneralisasi data untuk menghasilkan jawaban yang paling mungkin terjadi. Dalam konteks klinis, gejala serupa dapat berasal dari berbagai penyakit.

“Teknologi AI mungkin menunjukkan beberapa kemungkinan tanpa dapat menentukan mana yang paling relevan untuk pasien, karena tidak dilakukan analisis klinis yang lebih mendalam. Misalnya, batuk dan demam bisa merupakan indikasi flu biasa, COVID-19, atau kondisi serius lainnya seperti pneumonia,” kata Setiaji.

AI pun memberikan jawaban tanpa ada pemeriksaan fisik dan laboratorium sehingga diagnosis AI bisa saja tidak tepat.

“Tanpa pemeriksaan fisik, tes laboratorium, dan analisis kontekstual lebih lanjut oleh dokter, diagnosis yang dihasilkan AI tersebut bisa saja menyesatkan,” tegas Setiaji dalam pernyataant resmi di laman Kemenkes RI ditulis Kamis, 2 Januari 2024. 

 

Jika Sakit Berkonsultasi ke Dokter

Setiaji mengatakan bahwa kerap jawaban yang diberikan AI begitu meyakinkan. Namun, AI tidak mampu mempertimbangkan kompleksitas faktor yang memengaruhi kondisi kesehatan individu.

“Masyarakat juga harus waspada dan kritis terhadap kesalahan atau ketidakcocokan informasi yang disajikan oleh AI. Tidak semua jawaban yang dihasilkan oleh chatbot berbasis AI akurat atau relevan untuk setiap situasi klinis,” kata Setiaji.

Maka dari itu, Setiaji mengingatkan bahwa penggunaan AI untuk kesehatan hanya untuk informasi awal. Jika sakit, tetap ke tenaga medis profesional untuk mendapatkan diagnosis dan pengobatan yang tepat.

“Ini menekankan pentingnya untuk tidak terlalu bergantung pada jawaban yang diberikan oleh AI tanpa melakukan verifikasi lebih lanjut.”

Sementara itu, pada tenaga medis profesional ketika memberikan diagnosis penyakit dan pengobatan bakal menilai risiko dan manfaat dengan tepat berdasarkan pemeriksaan kesehatan yang menyeluruh.

Informasi dari AI Hanya Pelengkap

Chatbot AI Gemini di iPhone
Chatbot AI Google Gemini (Liputan6.com/ Agustin Setyo Wardani).

Juru Bicara Kemenkes, Widyawati, mengatakan penggunaan teknologi AI untuk akses informasi kesehatan hanya sebagai pelengkap. 

“Chat GPT dan chatbot AI sejauh ini bisa dianggap sebagai pelengkap, tetapi belum dapat menggantikan peran tenaga kesehatan secara mutlak. AI hanya melihat apa yang kita inginkan saat itu, sesuai dengan pertanyaan yang diajukan,” tambahnya.

Masyarakat tetap harus berkonsultasi dengan tenaga medis apabila mengalami gejala sakit.

“Teknologi tersebut tidak mengetahui secara langsung situasi yang dialami penanya. Jadi, hanya memberikan jawaban secara umum. Sebaiknya, tetap berkonsultasi dengan dokter atau datang ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat.”

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya