3 Manfaat Hebat Anak Bermain Permainan Konstruktif, Termasuk Latih Koordinasi Mata dan Tangan

Permainan konstruktif atau constructive play merupakan pilihan yang dianjurkan psikolog bagi anak-anak.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 13 Mei 2023, 11:00 WIB
Diterbitkan 13 Mei 2023, 11:00 WIB
Permainan konstruktif
Ajak Anak Lakukan Permainan Konstruktif, Ini 3 Manfaatnya Menurut Psikolog. Foto: Ade Nasihudin.

Liputan6.com, Jakarta Permainan konstruktif atau constructive play merupakan pilihan yang dianjurkan psikolog untuk anak-anak.

Pasalnya, permainan ini mengajak anak melatih kreativitas, gerakan tangan, dan kesabaran. Berbeda dengan mainan yang sudah jadi, mainan konstruktif membuat anak menghabiskan waktu dengan cara yang positif.

Mainan konstruktif adalah mainan yang dibuat tidak utuh dan perlu penyusunan atau pembuatan terlebih dahulu untuk menjadi suatu hal baru. Dengan kata lain, mainan konstruktif adalah jenis permainan untuk membangun atau merakit sesuatu.

“Kalau mainannya sudah jadi kan anak cepat bosan, tapi kalau mainannya membuat atau membangun suatu hal baru itu membuat anak aktif berpikir,” kata psikolog klinis anak dan remaja Saskhya Aulia Prima dalam temu media Lazada x Lego, di Jakarta, Jumat (12/5/2023).

Menurut psikolog yang karib disapa Saskhy, selain menghibur, permainan konstruktif juga memiliki manfaat lain seperti:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

  • Di area berpikir, permainan ini membantu membangun kemampuan spasial, logika, perencanaan, kreativitas, dan problem solving.
  • Di area motorik, permainan konstruktif dapat melatih koordinasi mata-tangan dan melatih motorik halus anak.
  • Di area sosial emosional, permainan konstruktif atau constructive play membantu anak belajar komunikasi, kerja sama, negosiasi, dan regulasi diri.

Latih Resiliensi Anak

Ajak Anak Lakukan Permainan Konstruktif, Ini 3 Manfaatnya Menurut Psikolog. Foto: Ade Nasihudin.
Ajak Anak Lakukan Permainan Konstruktif, Ini 3 Manfaatnya Menurut Psikolog. Foto: Ade Nasihudin.

Hal tak kalah penting, permainan konstruktif juga membantu anak membangun resiliensi, lanjut Saskhy.

“Resiliensi adalah kemampuan seseorang untuk bisa beradaptasi dengan perubahan, bangkit dari kegagalan atau kesalahan, dan memecahkan rintangan atau tantangan-tantangan dalam kehidupannya,” ujar Saskhy.

Faktor-faktor yang mendukung terbentuknya resiliensi adalah:

  • Hubungan dan interaksi positif dengan orangtua
  • Kemampuan manajemen emosi yang baik
  • Kemampuan memecahkan masalah yang baik
  • Konsep diri yang positif.

Mengingat faktor utama dalam membentuk resiliensi anak adalah hubungan yang baik dengan orangtua, Saskhy pun menyarankan para orangtua untuk selalu menyertai anak termasuk saat bermain.


Kenapa Perlu Membangun Resiliensi Anak?

Lantas, mengapa resiliensi anak perlu dibangun? Menurut Saskhy, kondisi dunia semakin cepat berubah, sehingga anak-anak akan menghadapi masa depan yang semakin menantang.

Menurut World Economic Forum, 65 persen anak yang bersekolah dasar (SD) akan menghadapi pekerjaan yang belum ada saat ini. Oleh karena itu, penting bagi mereka untuk memiliki kreativitas dan ketangguhan (resilience) dalam menghadapi perubahan.

“Menumbuhkan karakter yang resilien pada anak merupakan bekal yang sangat penting dalam menghadapi tantangan masa depan. Kemampuan untuk beradaptasi dengan cepat dan bangkit dari kegagalan merupakan salah satu kunci keberhasilan hidup.”


Peran Orangtua

Dalam membangun resiliensi anak, orangtua memainkan peran penting. Memberikan waktu berkualitas bersama keluarga dan menyediakan permainan yang mendukung, seperti constructive play, dapat membantu mengembangkan kemampuan yang diperlukan untuk menghadapi masa depan.

Melalui permainan konstruktif, anak-anak dapat belajar dan mengembangkan kemampuan inovatif dan kreatif mereka dengan cara yang menyenangkan.

Saat bermain dengan anak, orangtua bisa memberi pujian yang spesifik. Bukan hanya memuji pintar, tapi juga merinci apa saja perkembangan yang dicapai anak. Orangtua juga tak perlu melakukan banyak intervensi serta memberi banyak kritik. Sebaiknya, memberikan ruang bagi anak untuk berekspresi.

Selain itu, orangtua juga perlu menjadi role model anak dalam menghadapi masalah sehari-hari. Orangtua pun sebaiknya menyediakan family quality time yang cukup sehari-hari.

[INFOGRAFIS] Mainan Boneka untuk Anak Lelaki, Salahkah?
Tak ada salahnya memberi mainan boneka pada anak lelaki.
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya