7 Kiat Sehat dari KKHI Makkah agar Jemaah Haji Lansia Asal Indonesia Terhindar dari Penyakit

Agar jemaah haji lansia tetap bugar selama ibadah haji, Dokter Spesialis Penyakit Dalam di KKHI Makkah dr. Arfik Setyaningsih Sp.PD membagikan sejumlah kiat.

oleh Dyah Puspita Wisnuwardani diperbarui 09 Jun 2023, 10:00 WIB
Diterbitkan 09 Jun 2023, 10:00 WIB
Petugas PPIH Arab Saudi Daker Makkah melayani jemaah haji lanjut usia (lansia) saat hendak umrah.
Petugas PPIH Arab Saudi Daker Makkah melayani jemaah haji lanjut usia (lansia) saat hendak umrah. (FOTO: MCH PPIH ARAB SAUDI 2023)

Liputan6.com, Jakarta - Jemaah haji lansia di Tanah Suci rentan terinfeksi penyakit. Kondisi tubuh yang menua, penyakit kronis, serta faktor cuaca dan kelelahan memicu lansia yang tengah menjalani ibadah haji mengalami sejumlah gangguan kesehatan.

Agar jemaah haji lansia tetap bugar selama ibadah haji, Dokter Spesialis Penyakit Dalam di KKHI Makkah dr. Arfik Setyaningsih Sp.PD membagikan sejumlah kiat.

Pertama, Arfik menyarankan agar jemaah haji khususnya lansia cukup beristirahat, minimal 8 hingga 9 jam sehari. Jemaah haji juga diimbau agar tidak berlebihan dalam melaksanakan aktivitas fisik pelaksanaan ibadah haji, harus menyesuaikan dengan kondisi fisik.

Kiat kedua yakni harus mencukupi kebutuhan cairan dan mencegah dehidrasi. Jemaah haji yang tidak memiliki gangguan ginjal kronis dan pembengkakan jantung minimal harus minum 3 liter air sehari guna mencukupi kebutuhan cairan harian. Disarankan untuk minum setiap 15 menit.

“Saat jemaah haji berada di Masjid Nabawi ataupun di Masjidilharam dan hendak minum air zam-zam, kami sarankan untuk minum air zam-zam yang tidak dingin. Untuk menghindarkan perubahan suhu di tubuh yang ekstrem,” jelas Arfik.

Cukupi Kebutuhan Nutrisi Harian

Kiat sehat ketiga, jemaah haji harus mencukupi kebutuhan nutrisi harian. Jemaah diimbau menjaga kecukupan asupan protein, karbohidrat, lemak dan vitamin.

Jemaah haji juga diimbau untuk makan makanan yang segar, hindari makanan instan dan mengandung bahan pengawet. Jemaah haji dengan diabetes melitus juga diimbau untuk tidak berlebihan mengonsumsi kurma dan minuman manis.

“Asupan nutriasi jemaah haji tidak hanya dari kurma, yang penting adalah makan 3 kali sehari. Kecukupan kalori, protein, karbohidrat, lemak dan vitamin. Penderita diabetes melitus tidak bisa mengkonsumsi banyak kurma,” kata dokter yang bertugas di KKHI Makkah ini.  

 

Jemaah Haji Diimbau Aktif Bersosialisasi

Ribuan jemaah haji Indonesia telah tiba di Makkah Al-Mukarramah setelah sebelumnya tinggal di Madinah Al-Munawwarah selama 9 hari untuk melaksanakan ibadah arbain di Masjid Nabawi dan ziarah ke sejumlah tempat bersejarah.
Ribuan jemaah haji Indonesia telah tiba di Makkah Al-Mukarramah setelah sebelumnya tinggal di Madinah Al-Munawwarah selama 9 hari untuk melaksanakan ibadah arbain di Masjid Nabawi dan ziarah ke sejumlah tempat bersejarah. (Liputan6.com/Nafiysul Qodar)

Kiat keempat, para jemaah haji diharapkan untuk aktif bersosialisasi dengan lingkungan kloternya. Jemaah haji harus mengikuti kegiatan yang ada di kloternya. Hal ini berguna untuk menghindari stres, cemas, berpikir positif dan menghindarkan adanya penurunan daya ingat.

Selanjutnya kiat kelima, bagi jemaah haji yang memiliki komorbid atau penyakit kronis dan harus mengonsumsi obat setiap hari, diimbau untuk membawa obat rutinnya saat berangkat haji kemudian mengkonsumsinya dengan tertib dan rutin.

Kiat keenam, selalu menggunakan alat perlindungan diri dari cuaca panas seperti payung, topi, kacamata, tabir surya. Jemaah haji juga diharapkan selalu menggunakan masker jika berada dalam keramaian, kecuali saat tawaf.

Terakhir, jika jemaah haji mengalami gangguan kesehatan, segera berkonsultasi dengan tenaga kesehatan kloter. Jemaah haji diimbau tidak mengabaikan gejala gangguan kesehatan sekecil apapun, dan segera berkonsultasi dengan tenaga kesehatan di kloternya.

Infeksi Paru-Paru, Penyakit yang Kerap Menimpa Jemaah Haji Lansia

Cerita Jemaah Calon Haji Indonesia Merasa Nyaman di Tenda Arafah.
Cerita Jemaah Calon Haji Indonesia Merasa Nyaman di Tenda Arafah. (Liputan6.com/Mevi Linawati)

Arfik mengatakan perubahan imunitas jemaah haji lansia bisa dipengaruhi oleh penuaan, banyaknya penyakit kronis atau penyakit penyerta serta faktor eksternal seperti stres, kelelahan, dehidrasi, dan penyesuaian iklim.

Oleh karena itu, ada dua kondisi kesehatan yang perlu diwaspadai jemaah haji, khususnya lansia, yakni infeksi paru-paru dan pikun. 

Menurut Arfik, gejala infeksi paru pada lansia tidak spesifik berupa batuk karena masalah perubahan imunitas. Pada lansia keluhan umumnya dapat diawali dengan penurunan nafsu makan, lemas, kurang energik, tidak mau berinteraksi atau menyendiri, sering jatuh, rasa dingin, gangguan kencing, nafas terasa berat, mudah lelah, mendadak lupa bahkan penurunan kesadaran.

“Beberapa pasien lansia yang kami rawat tidak selalu batuk namun hasil pemeriksaan fisik dan penunjang, pasien terkena infeksi paru-paru,” ucap Arfik.

Penurunan Daya Ingat Jemaah Haji Lansia

Jemaah haji Indonesia  di Masjid Nabawi, usai melaksanakan sholat subuh. Foto: Darmawan/MCH
Jemaah haji Indonesia di Masjid Nabawi, usai melaksanakan sholat subuh. Foto: Darmawan/MCH

Selain infeksi paru, jemaah haji lansia juga kerap menderita pikun atau penurunan daya ingat, kata Arfik. Kondisi ini sering membuat jemaah haji lansia gelisah, marah-marah hingga mengamuk, tersesat, gangguan tidur, dan ada pula yang menjadi pendiam, menyendiri, serta kebingungan.

“Selain infeksi paru, banyak ditemui kasus jemaah Lansia pikun di Tanah Suci dimana sebelumnya di tanah air tidak mengalami hal ini. Gangguan pikun akut yang dialami jemaah haji, dalam bahasa medis dikenal dengan istilah delirium,” tutur Arfik.

Ada juga kondisi yang sifatnya kronis yang lebih dikenal dengan istilah demensia. Biasanya penyakit ini sudah lama diidap pasien namun sering tidak dikenali gejalanya oleh keluarga maupun tenaga Kesehatan. Perburukan kondisi sering dialami jemaah haji saat sudah tiba di Tanah Suci.

Dikatakan Arfik, kondisi penurunan daya ingat disebabkan karena jemaah Lansia mengalami disorientasi atau gangguan penyesuaian yang bisa disebabkan oleh perbedaan cuaca yang ekstrim, suasanan pesawat terbang, hotel, masjid dan lingkungan di Tanah Suci, dan orang sekitar seperti tidak adanya pendampingan dari keluarga, gagal adaptasi dengan rombongan kloter.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya