Liputan6.com, Jakarta - Rokok yang disamakan dengan narkotika dalam RUU Kesehatan saat ini banyak menuai perdebatan. Dalam hal ini, ada penyetaraan produk hasil tembakau, yakni rokok dimasukkan ke dalam kelompok yang sama dengan narkotika, salah satu zat adiktif.
Walau begitu, Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) justru menyetujui masuknya rokok ke satu kelompok yang sama dengan narkotika pada RUU Kesehatan Omnibus Law. Pernyataan ini disampaikan Founder dan Chief Executive Officer CISDI Diah Satyani Saminarsih.
Baca Juga
Kata CISDI soal Terawan Jadi Penasihat Khusus Prabowo Bidang Kesehatan: Harus Ada Impact yang Jelas
5 Cara Mengonsumsi Alpukat untuk Menurunkan Kolesterol dan Mendapatkan 3 Manfaat untuk Jantung Anda
Media Vietnam Sebut Kartu Merah Muhammad Ferrari Jadi Faktor Kunci Perubahan Permainan Timnas Indonesia
"CISDI mendukung dan menyepakati dan akan terus mengawal agar produk tembakau dalam pasal pengamanan zat adiktif itu tetap seperti itu, tidak berubah," ujar Diah saat Diskusi Publik, Kepentingan Publik yang Belum Ada di RUU Kesehatan pada Kamis, 8 Juni 2023.
Advertisement
"Jadi bersama dengan narkoba (narkotika) dan produk yang mengandung zat adiktif lainnya."
Sudah Masuk dalam UU Kesehatan
Diah menuturkan, sebenarnya pengaturan rokok yang masuk kelompok zat adiktif sudah tertuang dalam undang-undang sebelumnya, yakni UU Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 Bagian Ketujuh Belas tentang Pengamanan Zat Adiktif.
"Ini sesuai dan sudah ada di undang-undang sebelumnya, yaitu Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 telah memasukkan rokok sebagai zat adiktif," tuturnya.
Rokok dan Narkotika Bukan Diperlakukan Sama
Terpisah, Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Mohammad Syahril mengatakan, pengelompokan rokok dan narkotika yang masuk ke dalam kategori zat adiktif itu bukan berarti diperlakukan sama dan setara. Bahkan juga bukan berarti diperlakukan sama dengan alkohol.
"Tembakau dan juga alkohol tidak sama perlakuannya dengan narkotika dan psikotropika," terang Syahril kepada Health Liputan6.com melalui pernyataan tertulis, ditulis Sabtu (29/4/2023).
Masuk ke Dalam Kelompok yang Sama karena Unsur Ketergantungan
Syahril menjelaskan, pengelompokan produk hasil tembakau berupa rokok, alkohol sampai narkotika sebenarnya dilatarbelakangi karena terdapat unsur ketergantungan jika dikonsumsi.
"Tembakau, alkohol dan juga narkotika serta psikotropika dalam RUU Kesehatan, hanya dikelompokkan ke dalam Pasal Zat Adiktif atau unsur yang memiliki ketergantungan jika dikonsumsi," jelasnya.
Advertisement
Pengelompokan Rokok dalam RUU Kesehatan
Seperti diketahui, Pasal 154 Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan memasukkan pengelompokan zat adiktif. Zat adiktif yang dimaksud dapat berupa:
- narkotika
- psikotropika
- minuman beralkohol
- hasil tembakau
- hasil pengolahan zat adiktif lainnya
Bahaya Kesehatan bila Dikonsumsi
Ditegaskan oleh Mohammad Syahril, sebenarnya pengelompokan tembakau sebagai zat adiktif sudah tertuang pada Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009. Pada UU tersebut, dimasukkannya tembakau sebagai zat adiktif berkaitan dengan bahaya kesehatan bila dikonsumsi.
"Pengelompokan tembakau dan alkohol sebagai zat adiktif sebenarnya sudah ada dalam Undang-Undang Kesehatan yang saat ini berlaku," tegasnya.
"Jadi, tidak benar jika tembakau dan alkohol akan diperlakukan sama dengan narkotika dan psikotropika (dalam RUU Kesehatan)."
Usulan Aturan Terpisah
Anggota DPR RI pun mengusulkan adanya aturan terpisah untuk zat narkotika dan tembakau dalam RUU Kesehatan. Usulan aturan yang terpisah ini termasuk mencakup rokok elektrik sebagai salah satu produk turunannya.
Usulan DPR di atas demi menjadi solusi perdebatan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan, yang salah satunya terdapat pasal penyamaan zat narkotika dengan produk tembakau dalam satu kategori.
Staf Ahli Bidang Hukum Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Sundoyo menanggapi usulan anggota DPR terkait aturan yang terpisah soal zat narkotika dan tembakau di dalam RUU Kesehatan. Bahwa segala usulan dan pembahasan masih dalam proses sampai sekarang.
Belum Ada Kesepakatan yang Jelas
Dalam hal ini, memang belum ada kesepakatan yang jelas, bagaimana ke depannya, apakah aturan zat narkotika dan tembakau akan tetap masuk di RUU Kesehatan atau menjadi kebijakan yang terpisah.
"Ya kan RUU-nya ini masih dalam proses pembahasan dan ini nantinya RUU ini masih proses sampai disahkan. Nah, kalau masih dalam proses, di kita memang tidak bisa menyatakan bahwa oh ya nanti begini, oh ya nanti begitu, ya enggak bisa," terang Sundoyo saat diwawancarai Health Liputan6.com di Gedung Kemenkes RI Jakarta pada Rabu, 24 Mei 2023.
Advertisement
Dinamika Pembahasan Terus Berkembang
Ditegaskan kembali oleh Sundoyo, pembahasan RUU Kesehatan mencakup soal aturan zat narkotika dan tembakau ini juga terus berkembang. Masyarakat juga diminta menunggu kabar terbaru dan diperkenankan memberikan masukan-masukan.
"Karena dinamika pembahasan zat narkotika dan tembakau ini terus berkembang, jadi ini memang masih dibahas. Saya pikir teman-teman, masyarakat menunggu dan silakan memberikan masukan-masukan untuk bagaimana menyepakati seluruh substansi yang ada di dalam RUU dan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Pemerintah," tegasnya.
Diskriminasi Terhadap Produk Tembakau
Penyetaraan rokok dengan narkotika dalam RUU Kesehatan dinilai mendiskriminasi produk tembakau. Hal ini pun menjadi perbincangan publik di media sosial.
"Ini adalah ketidakadilan dan diskriminasi. Harapan kami, wakil rakyat, DPR RI, dapat membantu mengawal RUU Kesehatan dengan sebenar-benarnya dan seadil-adlinya,” kata Sekjen Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Hananto Wibisono dalam 'Diskusi Media: Mengawal Rancangan Regulasi yang Eksesif dan Diskriminatif Terhadap Ekosistem Pertembakauan' beberapa waktu lalu.