Liputan6.com, Jakarta RUU Kesehatan Omnibus Law disebut-sebut untuk mengawal reformasi kesehatan di Indonesia. Namun, organisasi profesi seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengkritisi jika RUU Kesehatan disahkan justru ada 10 Undang-Undang (UU) eksisting yang akan dicabut.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Siti Nadia Tarmizi menjelaskan, RUU Kesehatan dengan metode omnibus law sebenarnya menggabungkan beberapa aturan yang sama dan mensimplifikasikan hal-hal yang diatur supaya berada di bawah satu undang-undang.
Baca Juga
Dalam hal reformasi kesehatan, khususnya transformasi kesehatan yang sedang diupayakan Kemenkes membutuhkan landasan hukum. Landasan hukum inilah yang perlu diatur.
Advertisement
"Kita melihat udah bisa ngejalanin transformasi (kesehatan), itu pasti ada yang harus diatur dong. Yang diaturnya pasti belum ada kan, makanya dibuat undang-undang (RUU) ini," jelas Nadia kepada Health Liputan6.com melalui sambungan telepon pada Kamis, 8 Juni 2023.
Ada Aturan yang Kemungkinan Tidak Diatur
Selanjutnya, RUU Kesehatan juga mengatur hal-hal yang kemungkinan tidak diatur atau belum ada di UU eksisting. Bahkan RUU diharapkan meredam potensi hal-hal yang bisa bertentangan dalam aturan sebelumnya.
"Misalnya gini, ada undang-undang kebidanan, ada undang-undang kesehatan. Kan ini sama-sama undang-undang, potensi yang bisa bertentangan juga bisa ada kan atau justru ada daerah-daerah yang enggak diatur," terang Nadia.
"Contohnya, di undang-undang kebidanan enggak ada, di UU Kesehatan juga enggak ada. Nah, makanya kita satukan (di RUU). Kalau dia sejajar undang-undang semua, yang mana lebih atas (landasan hukumnya)? Gitu lho maksudnya."
Kenapa Jadi Omnibus Law Kesehatan?
Siti Nadia Tarmizi kembali menekankan alasan di balik 10 UU yang akan dicabut jika RUU Kesehatan Omnibus Law disahkan. Bilamana semua UU tersebut sejajar, maka potensi konflik dapat terjadi lantaran dari aturan tersebut, bisa saja ada yang diatur ramai-ramai.
"Jadi, kenapa makanya dia jadi omnibus kesehatan. Bukannya kita, ya udah biarin aja kan selama ini undang-undang (eksisting) itu sudah ada dan udah bagus," pungkasnya.
"Tapi kalau semua undang-undang, siapa yang lebih di atas dari undang-undang dong? Potensi ini bisa terjadi, maksudnya potensi konfliknya bisa. Malah nanti ada yang diatur rame-rame, sehingga saling bertentangan, ada malah nanti daerah yang sama sekali enggak diatur."
Harus Ada Aturan Turunan Teknis
Sebagai tambahan, upaya menjalankan reformasi kesehatan tak hanya cukup dengan RUU Kesehatan Omnibus Law saja, melainkan perlu ada aturan turunan teknisnya.
"Soal reformasi pasti. Dengan RUU aja enggak akan cukup kan, pasti harus ada turunan-turunan teknisnya," sambung Nadia.
"Tapi kalau pertanyaannya, kenapa sih ada undang-undang yang udah bagus dicabut jadi omnibus? Karena kalau semua jadi undang-undang, siapa yang paling atas (landasan hukum)?"
Advertisement
Kritisi Pencabutan 10 UU Eksisting
Polemik RUU Kesehatan yang masih terus dipertanyakan adalah tentang 10 Undang-Undang (UU) yang harus dicabut nanti jika RUU ini akan disahkan. Pertanyaan ini disuarakan oleh Organisasi Profesi dalam Aksi Damai Jilid 2 'Setop Pembahasan RUU Kesehatan' pada Senin, 5 Juni 2023.
Juru Bicara Aksi Damai IDI untuk RUU Kesehatan Beni Satria mengaku heran kenapa harus mencabut dan menghapus 10 UU eksisting. Padahal dikatakan RUU Kesehatan Omnibus Law akan mengawal reformasi kesehatan di Indonesia.
Pada UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit contohnya -- yang akan ikut dicabut jika RUU Kesehatan disahkan -- memberikan kepastian perlindungan kepada masyarakat.
"Nah, itu yang ingin kami sampaikan. Bahwa reformasi pelayanan kesehatan kita semua dapat. Setuju. Yang kami pertanyakan, kenapa harus menghapus dan mencabut, bahkan undang-undang rumah sakit pun harus dicabut," ucap Beni di depan Gedung DPR/MPR RI Jakarta.
"Bahwa undang-undang rumah sakit itu memberikan kepastian dan perlindungan kepada masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan. Untuk apa? Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu di rumah sakit. Tapi kenapa itu dicabut?"
Kenapa Pembahasan RUU Kesehatan Harus Sembunyi-sembunyi?
Selain itu, Beni juga mempertanyakan kenapa pembahasan RUU Kesehatan terkesan sembunyi-sembunyi. Terlebih lagi, organisasi profesi kesehatan dianggap tidak dilibatkan dalam penyusunan Daftar Inventariasi Masalah (DIM).
"Ini yang kami, Organisasi Profesi tuntut hari ini, transparansi. Ada apa ini? Kenapa harus sembunyi-sembunyi? Kemudian kenapa kami tidak dilibatkan? Kita kan sama-sama berdiri atas kepentingan rakyat," terangnya.
10 UU yang Akan Dilebur sekaligus Dicabut
Berdasarkan hasil Daftar Inventariasi Masalah (DIM) RUU Kesehatan, ada 10 UU yang dilebur dalam RUU Kesehatan sekaligus akan dicabut. Kesepuluh UU, antara lain:
- UU Nomor 4 Tahun 1984 terkait Wabah Penyakit Menular
- UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
- UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
- UU Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa
- UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan
- UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
- UU Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
- UU Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan
- UU Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan
- UU Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran
Selanjutnya, ada dua UU yang tetap berlaku, tapi sebagian substansi akan diubah atau direvisi. Dua UU, yakni:
- UU Nomor 20 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
- UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS
Advertisement