Liputan6.com, Jakarta Ilmuwan Inggris menyebut mutasi varian COVID Delta di Indonesia tercatat sebagai yang paling ekstrem (most extreme) dibanding laporan dari negara lain. Terdapat 113 mutasi unik dan keseluruhannya telah dimasukkan ke dalam basis data genomik COVID global pada awal Juli 2023.
Lantas, apakah jumlah mutasi varian Delta ini menjadi peringatan (warning) kemunculan potensi serius?
Baca Juga
Peneliti Global Health Security Dicky Budiman berpendapat tidak melihat adanya potensi serius seperti kenaikan kasus atau gelombang COVID. Terlebih lagi, Indonesia saat ini sudah berstatus endemi.
Advertisement
Tidak Melihat Potensi Serius
"Sebetulnya, kalau melihat data ini, saat ini, saya tidak melihat potensi yang namanya serius ya. Potensi serius dalam artian, berdampak seperti waktu Delta pertama," ucap Dicky saat dihubungi Health Liputan6.com pada Senin, 31 Juli 2023.
"Dan tentu ini kecil sekali saat ini kemungkinannya. Kecuali ada dampak dalam artian menurunkan secara signifikan efikasi dari efektivitas dari imunitas yang timbul, baik itu terinfeksi ataupun kombinasi dengan vaksinasi."
Seperti diketahui, COVID varian Delta pertama kali ada di Indonesia pada Januari 2021. Kemudian Indonesia dilanda gelombang Delta dengan puncaknya terjadi pada pertengahan Juli, yakni 15 Juli 2021 dengan kasus harian di angka 56.757.
Varian COVID Paling Bermutasi
Versi baru mutasi varian Delta di Indonesia ini juga disebut sebagai paling bermutasi (most mutated version) dari virus COVID yang pernah tercatat di dunia. Varian ini dari strain Delta, yang diambil dari swab pasien di Jakarta.
Menurut Dicky Budiman, perlindungan masyarakat Indonesia terhadap virus SARS-CoV-2 sudah cukup memadai. Dengan demikian, kematian dan keparahan dapat dihindari.
"Saya melihat saat ini masih cukup memadai ya proteksi. Sehingga dua hal yang dikhawatirkan, yaitu kematian atau mortalitas dan keparahan itu masih bisa kita hindari dengan modal imunitas, meskipun ada temuan ini (varian COVID paling bermutasi)," terangnya.
Advertisement
Kemungkinan Mutasi Masih Ada
Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Mohammad Syahril menyampaikan, COVID masih akan ada dan bermutasi. Masyarakat diminta tetap waspada. Hal ini ia sampaikan menanggapi adanya temuan varian COVID paling bermutasi ada di Indonesia.
"Seperti selalu kami sampaikan bahwa COVID-19 masih ada dan kemungkinan bermutasi masih ada. Kita selalu diimbau untuk tetap waspada walaupun di era endemi ini," ujarnya saat dihubungi Health Liputan6.com melalui pesan singkat pada Senin, 31 Juli 2023.
"Tak Perlu Dicemaskan"
Selain itu, masyarakat tak perlu cemas karena vaksinasi COVID berjalan dengan baik.
"Sepanjang vaksin berjalan dengan baik, saya rasa tidak perlu dicemaskan varian apapun yang muncul. Kecuali perbedaan dengan varian vaksin sudah besar, misalnya lebih dari 50 persen," sambung Syahril.
Soroti Mutasi Varian COVID di Indonesia
Virolog dari Warwick University Inggris, Professor Lawrence Young mengungkapkan mutasi baru varian Delta di Indonesia termasuk versi paling bermutasi dan yang paling ekstrem.
"Meskipun ini (turunan varian Delta) bisa jadi merupakan varian 'paling ekstrem' yang pernah kita temui, ini hanya akan mengkhawatirkan jika menyebar dengan cepat," kata Lawrence dikutip dari Metro, Minggu (30/7/2023).
Berasal dari Pasien Infeksi Kronis
Profesor Lawrence Young menekankan, masih belum jelas, apakah jenis virus dari turunan varian Delta yang baru ditemukan ini berpotensi untuk menyebar dan menginfeksi orang lain.
Menurutnya, virus baru ini diyakini berasal dari kasus infeksi kronis di mana seorang pasien, alih-alih mengalahkan virus dalam beberapa minggu, malah mengalami infeksi yang berkepanjangan selama berbulan-bulan.
Advertisement