Liputan6.com, Jakarta Tingkat menyusui di Indonesia mengalami penurunan secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
Pada 2021, kurang dari separuh bayi di Indonesia (48,6 persen) disusui dalam satu jam pertama kehidupan. Angka ini turun dari 58,2 persen pada 2018.
Baca Juga
Data juga menunjukkan, hanya 52,5 persen bayi yang disusui secara eksklusif dalam enam bulan pertama yang merupakan penurunan tajam dari 64,5 persen pada 2018.
Advertisement
Terkait penurunan angka menyusui, dokter spesialis anak RSIA Bunda Jakarta I Gusti Ayu Nyoman Partiwi memberi tanggapan. Menurutnya, salah satu hal penting dalam keberhasilan ibu menyusui adalah dukungan dari keluarga.
“Sebenarnya ibu menyusui itu yang penting banget, yang membuat dia gagal adalah satu (kurang/tidak ada) support dari keluarga,” kata dokter yang karib disapa Tiwi saat ditemui di RSIA Bunda, Jakarta Pusat, Senin (31/7/2023).
Hal kedua yang membuat ibu gagal menyusui anaknya menurut Tiwi adalah tenaga kesehatan yang pasif.
“Yang kedua adalah tenaga kesehatan yang pasif. Jadi kalau dia ada kesulitan itu tidak ditolong,” ujar Tiwi jelang momen peringatan Pekan Menyusui Sedunia yang jatuh pada 1 hingga 7 Agustus.
Penyebab ketiga, ketika ibu bekerja, maka ibu tidak sempat memerah susu. Dengan kata lain, tuntutan kerja membuat ibu tidak bisa memenuhi kebutuhan ASI bagi anaknya.
Butuh Dukungan dari Pihak Perusahaan Busui
Para ibu pekerja misalnya buruh memang kerap mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan ASI untuk anaknya.
“Kalau enggak kerja, enggak dapat duit. Kalau kerja, ruang menyusui, jam atau waktu memerah itu enggak ada.”
Maka dari itu, Tiwi menegaskan bahwa tempat kerja yang mempekerjakan perempuan sepatutnya memberi dukungan pada para ibu menyusui (busui). Dukungan ini dapat diberikan dalam bentuk penyediaan tempat memerah ASI dan memberikan waktu khusus untuk memerah.
“Semua tempat bekerja yang mempekerjakan perempuan itu harus punya tempat memerah, mungkin enggak usah ruang menyusui, minimal tempat memerah ASI. Kemudian memberikan waktu karena kan itu harus diperah setiap tiga jam.”
“Saya rasa kita harus suarakan itu sehingga semua kantor yang mempekerjakan perempuan dapat menyediakan itu,” ucap Tiwi.
Advertisement
Butuh Niat yang Kuat
Sebaliknya, yang membuat seorang ibu berhasil memberikan ASI eksklusif kepada buah hatinya adalah niat yang kuat, lanjut Tiwi.
“Niat yang kuat itu harus kita bangkitkan dengan cara mengetahui persis kenapa haru memilih ASI dan apa pentingnya menyusui. Keinginan orang untuk menyusui itu harus secara aktif kita suarakan.”
Jika niat menyusui ada, maka kebanyakan ibu akan lebih bisa menyusui anak dengan baik dan tuntas.
“Jadi di awal, tiga sampai empat hari pertama, peran tenaga kesehatan itu sangat tinggi. Perlu ditekankan bahwa memang di awal-awal, pemberian ASI itu tidak bisa langsung banyak.”
Tenaga Kesehatan Tidak Boleh Pasif
Tenaga kesehatan perlu menyampaikan bahwa di tiga hari pertama, kemungkinan berat bayi mengalami penurunan. Hal ini dapat dibantu dengan seringnya menyusui sehingga bayi bisa kembali mencapai berat lahir yang ideal di hari ketujuh.
“Nah itu harus disampaikan, kita sebagai tenaga kesehatan tidak boleh pasif,” imbau Tiwi.
Sementara, penggunaan susu formula tidak dianjurkan karena bisa menyebabkan kegagalan dalam pemberian ASI.
“Dia (ibu) merasa kurang terus kita bilang ‘oh iya kurang, tambahin aja formula’ nah itu jangan. Karena itu salah satu yang membuat kegagalan menyusui,” kata Tiwi.
Advertisement