Darurat Bullying, Pakar Pendidikan Minta UU Game Interaktif Direvisi dan Deteksi Dini Perundungan

Kasus bullying sejatinya terjadi di sejumlah titik sekolah, namun terkadang tidak diketahui oleh publik.

oleh Dyah Puspita Wisnuwardani diperbarui 03 Okt 2023, 18:18 WIB
Diterbitkan 03 Okt 2023, 18:18 WIB
Ilustrasi bullying anak di sekolah
Ilustrasi bullying anak di sekolah. (Photo by Mikhail Nilov from Pexels)

Liputan6.com, Jakarta - Kasus bullying yang terjadi di sebuah sekolah di Cilacap juga menjadi perhatian pakar pendidikan Assoc.Prof. Dr Susanto, MA. Menurut Susanto, kasus bullying sejatinya terjadi di sejumlah titik sekolah, namun terkadang tidak diketahui oleh publik.

"Sejumlah kasus bullying juga terjadi di tingkat PAUD, Sekolah Dasar, SMP, bahkan SMA/SMK," kata Susanto melalui pesan yang diterima Liputan6.com, Selasa, 3 Oktober 2023.

Ketua KPAI Periode 2017-2022 ini kemudian menyampaikan tiga langkah fundamental guna mengatasi darurat bullying di Indonesia.

Langkah pertama, Susanto menyebut Permenkominfo No. 11 Tahun 2016 tentang Klasifikasi Permainan Interaktif Elektronik perlu direvisi.

"Regulasi ini cenderung melihat permainan kekerasan dengan pendekatan klasifikasi. Padahal seharusnya usia berapapun, selagi masih usia anak tetap tak dibenarkan mengakses konten kekerasan apalagi sadisme agar anak tidak terimitasi," tutur Susanto.

Lebih lanjut, Susanto berpendapat, game berkonten kekerasan atau sadisme harus dipandang bukan sebagai materi permainan melainkan materi negatif yang tidak boleh dilihat apalagi dimainkan usia anak.

"Saya optimistis, Pak Menkominfo memiliki perhatian dan keberanian melakukan revisi tersebut."

Langkah kedua mengatasi darurat bullying menurut Susanto yakni dengan perbaikan sistem sekolah. Edukasi mengenai stop bullying harus dilakukan dengan baik di sekolah.

"Baik dengan standing banner, literasi oleh guru, project anak, dan lain sebagainya. Termasuk menumbuhkan duta-duta anti-bullying dari anak untuk mencegah bullying di sekolah," jelasnya. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Deteksi Dini Bullying

pakar pendidikan Assoc.Prof. Dr Susanto, MA.
Pakar endidikan Assoc.Prof. Dr Susanto, MA.

 

Ketiga, Susanto meminta agar ada deteksi dini sehingga anak tidak menjadi korban atau pelaku bullying. Deteksi bisa dilakukan oleh orangtua dan guru.

"Agar pola pencegahan bisa dilakukan sedini mungkin," tutup Dosen Pascasarjana Universitas PTIQ Jakarta ini.

 


Viral di Media Sosial

Sebelumnya, sebuah video perundungan viral di media sosial. Aksi bullying diketahui terjadi di Kecamatan Cimanggu, Cilacap, Jawa Tengah pada akhir Agustus 2023.

Dalam video yang beredar di media sosial, terdapat seorang siswa yang menjadi korban perundungan oleh siswa lainnya. Korban terlihat menerima kekerasan beberapa kali oleh pelaku.

Mirisnya, aksi tersebut dilakukan saat para siswa masih memakai seragam sekolah. Pelaku kasus perundungan telah ditangani oleh pihak berwenang.

Kasatreskrim Polresta Cilacap Guntar Arif Setiyoko kemudian menetapkan MK (15) dan WS (14), sebagai tersangka perundungan, dan menjerat keduanya dengan pasal berlapis, yakni Pasal 80 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak yang ancaman hukumannya 3,5 tahun penjara dan Pasal 170 KHUP dengan ancaman hukuman 7 tahun penjara.

 

 


Kasus Dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Cilacap

Saat ini, berkas perkara kasus telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Cilacap karena pemeriksaan saksi-saksi, korban, pelaku, dan pemenuhan alat bukti telah dilengkapi penyidik.

Kapolres Cilacap Kombespol Fannky Ani Sugiarto, Senin (2/10/2023) mengatakan, pihaknya telah melaksanakan tahapan-tahapan proses penyidikan, baik memedomani Undang-Undang Perlindungan Anak maupun Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).

"Hari ini, Senin, 2 Oktober 2023, berkas perkara kami limpahkan tahap 1 ke tingkat Kejaksaan," kata Fannky.

Fannky mengatakan, mekanisme perundang-undangan, baik pendampingan perawatan maupun psikologis korban, saksi, pelaku, dan hak-hak pelaku anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap pemeriksaan didampingi orang tuanya, Balai Pemasyarakatan (Bapas), dan proses diversi telah dilaksanakan sesuai SPPA.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya