Liputan6.com, Jakarta - Baru-baru ini kasus bunuh diri kembali bermunculan. Salah satu yang sedang viral adalah kasus dugaan bunuh diri yang dilakukan mahasiswi Unnes di Semarang berinisial NJW.
Kasus bunuh diri yang terjadi di tengah masyarakat menjadi perhatian berbagai pihak termasuk Perkumpulan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia (PDSKJI).
Baca Juga
“Kami belakangan ini banyak menerima kasus-kasus percobaan bunuh diri dan self-harm (melukai diri sendiri), silet-silet, bentur-bentur kepala, tusuk-tusuk jarum,” kata dokter spesialis kesehatan jiwa dari PDSKJI Khamelia Malik dalam konferensi pers Hari Kesehatan Jiwa Sedunia di Jakarta, Kamis, 12 Oktober 2023.
Advertisement
Dia menambahkan, dalam menatalaksana kasus keinginan bunuh diri maka dilakukan biopsikososial. Dari sisi biologis, maka pasien diberi obat-obatan untuk meredam dorongan bunuh diri.
“Andai kata dorongan itu tidak bisa dikendalikan, sehingga kita perlu obat untuk membantu mengendalikan dorongan itu.”
Sementara, secara psikologis, Khamelia selalu bertanya kepada para pasien terkait tujuan dan alasan mereka mengakhiri hidup.
“Macam-macam, ada yang menganggap itu sebagai sebuah solusi, solusi atas masalah yang dihadapinya. Dia merasa enggak ada solusi lagi kecuali kematian.”
Sebagai dokter kesehatan jiwa, Khamelia tidak setuju pada anggapan bahwa bunuh diri dilakukan seseorang hanya untuk menarik perhatian.
“Saya termasuk yang tidak setuju kalau bunuh diri itu untuk attention seeking (menarik perhatian). Karena bunuh diri itu sesuatu yang serius dan harus ditanggapi serius,” ujarnya.
Proses Pendampingan Pasien dengan Masalah Mental
Dalam proses pendampingan, dokter bisa memahami bahwa pasien melakukan percobaan bunuh diri karena memang mereka tak mendapatkan solusi lain untuk mengatasi masalahnya.
Biasanya, dokter bertanya mengenai rencana bunuh diri, seberapa bulat rencananya, bagaimana akses untuk menjalankan rencana itu, dan apa yang membuat mereka berpikir untuk bunuh diri tapi tidak kunjung eksekusi.
Alasan-alasan dalam menunda praktik bunuh diri merupakan faktor protektif yang perlu diperkuat.
Beberapa faktor protektif yang dicontohkan Khamelia yakni pasien memiliki kucing sehingga jika dia meninggal maka tidak ada yang mengurus kucingnya. Dalam kasus lain, orangtua pasien hendak menjalankan ibadah umrah sehingga dia mengurungkan niatnya untuk bunuh diri.
Advertisement
Ketika Ide Menjadi Tindakan
Khamelia menambahkan, titik krusial dari rencana bunuh diri adalah ketika ide berubah menjadi tindakan.
“Yang menjadi pusat perhatian saya, kapan sebuah ide menjadi act (tindakan), apa yang membuat seseorang dari berpikir bunuh diri sampai melakukannya, karena menurut saya itu titik krusial yang menentukan orang itu bisa ditolong atau enggak.”
Faktor-faktor yang membuat ide bunuh diri menjadi tindakan bunuh diri ini menjadi perhatian para dokter jiwa termasuk Khamelia.
“Yang terpenting juga yang kita lakukan adalah safety plan. Banyak di tempat kami pasien masuk karena keinginan bunuh diri, kita obati, sudah membaik, keinginan bunuh dirinya sudah memudar, sudah mendapat solusi alternatif.”
“Tapi kita tetap berpikir bahwa suatu hari nanti dia mungkin akan kembali menganggap bunuh diri sebagai solusi. Nah, jadi kita buatkan safety plan. Dalam kondisi tertentu ketika pasien sudah tidak kuat menahan dorongan ini, maka apa saja yang bisa pasien lakukan,” jelas Khamelia.
Contoh Safety Plan
Dengan kata lain, safety plan adalah rencana mengamankan atau menyelamatkan diri ketika keinginan untuk mengakhiri hidup kembali datang.
“(Safety plan) yang pertama mungkin menghubungi teman, menghubungi terapis, atau datang ke IGD. Safety plan ini bermanfaat bagi pasien bahwa mereka enggak sendirian, ada jalan keluar,” pungkasnya.
Kontak Bantuan
Bunuh diri bukan jawaban apalagi solusi dari semua permasalahan hidup yang seringkali menghimpit. Bila Anda, teman, saudara, atau keluarga yang Anda kenal sedang mengalami masa sulit, dilanda depresi dan merasakan dorongan untuk bunuh diri, sangat disarankan menghubungi dokter kesehatan jiwa di fasilitas kesehatan (Puskesmas atau Rumah Sakit) terdekat.
Bisa juga mengunduh aplikasi Sahabatku: https://play.google.com/store/apps/details?id=com.tldigital.sahabatku
Atau hubungi Call Center 24 jam Halo Kemenkes 1500-567 yang melayani berbagai pengaduan, permintaan, dan saran masyarakat.
Anda juga bisa mengirim pesan singkat ke 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat surat elektronik (surel) kontak@kemkes.go.id.
Advertisement