Liputan6.com, Jakarta Unggahan artis Raline Shah mendapat hujatan warganet usai membuat pernyataan yang dinilai netral atau cenderung abu-abu terkait Israel dan Palestina.
Berbeda dengan Raline Shah, lawan mainnya di film 5CM Fedi Nuril terang-terangan mendukung Palestina. Hal ini terlihat dari salah satu unggahannya di Twitter.
Baca Juga
Fedi Nuril mempertanyakan alasan tentara Israel menghancurkan bangunan-bangunan di Jenin (Tepi Barat Palestina) sementara tak ada Hamas atau kelompok militan Palestina di sana.
Advertisement
“Jenin ini di Tepi Barat (West Bank) dan di sana tidak ada Hamas. Jika kamu @POTUS (Presiden AS Joe Biden) @netanyahu (Perdana Menteri Israel) menargetkan Hamas? Apa yang kamu lakukan di sana?” cuit Fedi Nuril dalam akun Twitter atau X terverifikasinya, pada Senin, 30 Oktober 2023.
Pertanyaan tersebut disampaikan Fedi dengan me-retweet unggahan Twitter @Me_Observer. Cuitan itu berisi video yang menayangkan alat berat Israel tengah menghancurkan bangunan-bangunan di Jenin.
“Penghancuran besar-besaran terhadap infrastruktur dan harta benda masyarakat (Palestina) selama operasi militer berlangsung di #Jenin,” tulis @Me_Observer.
Cuitan Fedi Nuril pun mendapat komentar dari warganet.
“Hamas hanyalah sebuah alasan,” kata warganet.
“Tepat,” balas Fedi Nuril.
Dalam utas tersebut, ada pula yang menyinggung soal Raline Shah.
“Untung ga jadi ama Riani (tokoh dalam 5CM yang diperankan Raline Shah) bang nanti disuruh netral,” tulis warganet.
Pengalaman Fedi Nuril di Palestina pada 2014
Dalam kicauan lainnya, Fedi pun mengenang pengalamannya bertandang ke Palestina pada 2014.
“Gak akan lupa sama Palestina setelah apa yang aku lihat dan rasakan di sana tahun 2014,” tulis Fedi.
Warganet pun penasaran dan memintanya untuk bercerita.
“Coba sedikit diceritakan bang, apa yang kamu lihat dan rasakan di tahun 2014 itu,” kata pengguna Twitter.
Pemeran Fahri dalam film Ayat-Ayat Cinta itu pun membagikan cerita di akun Instagramnya.
“Tahun 2014, gue ke Palestina untuk syuting sebuah program Ramadan. Sewaktu gue dan salah satu kru masuk Masjidil Aqsha untuk salat zuhur dan ambil gambar, gue ditahan di gerbang masuk oleh tentara Israel karena bawa tripod dan wireless mic.”
“Anehnya, walaupun tentara itu bersenjata lengkap, gue nggak merasa takut. Apa yang terjadi di Palestina bukan perang, tapi perebutan paksa. Tentara Israel didukung teknologi militer dari US dan negara maju lain, sedangkan rakyat Palestina bertahan dengan persenjataan seadanya,” kenang Fedi Nuril.
Advertisement
Korban Bukan Orang Islam Saja
Fedi juga menyampaikan, ideologi agama digunakan sebagai pembenaran atas pendudukan Israel di Palestina.
Sedangkan faktanya, 20 persen dari jumlah penduduk Palestina beragama Katolik dan Protestan, dan mereka pun menjadi korban penyerangan tentara Israel.
Tak lupa dia menjelaskan panjang lebar soal sejarah perang Arab dan Israel. Menurut Fedi, gencatan senjata antara Arab dan Israel pada tahun 1949 menyepakati garis batas “the Green Line” yang membagi wilayah Yerusalem Timur dan Yerusalem Barat. Namun, garis ini dilanggar oleh Israel. Semenjak itu, perang dan gencatan senjata antara negara Arab dan Israel terjadi berulang kali. Korban jiwa terus berjatuhan.
Seolah buta dan Tuli dari kecaman PBB dan masyarakat internasional, negara Israel terus merangsek dan memperluas wilayahnya. Sampai akhirnya, Amerika mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada tahun 2018 silam. Protes dari rakyat Arab-Palestina di Gaza dibalas dengan tembakan tentara Israel.
Kejahatan Pelanggaran HAM
Berdasarkan sejarah yang dipelajari, Fedi menyatakan bahwa yang dilakukan Israel kepada Palestina adalah kejahatan pelanggaran HAM.
“Gue sangat sedih melihat kejahatan pelanggaran HAM terhadap rakyat Arab-Palestina yang semakin menjadi-jadi. Rakyat Arab-Palestina tidak mendapatkan hak sipil untuk hidup di Palestina. Mereka harus menjadi penduduk Israel untuk mendapatkan akses rumah, pendidikan, dan kesehatan yang layak.”
“Gue berharap seluruh lapisan masyarakat dunia berhenti mempolitisasi pendudukan Israel di Palestina dan aktif mendukung kemerdekaan Palestina. Ini masalah kemanusiaan.
Di akhir cerita, dia menyematkan doa agar rakyat Palestina selalu dilindungi oleh Tuhan.
“Gue yakin tidak ada satu pun ideologi di dunia yang membenarkan pembunuhan dan kekerasan terhadap manusia lain. Tidak peduli apa agama dan keyakinan kalian, bagaimana mungkin membunuh anak-anak dianggap “biasa saja”? Semoga saudara kita, rakyat Arab-Palestina, di Palestina selalu dalam lindunganNya. Aamiin,” tandasnya.
Advertisement