Liputan6.com, Gaza - Di tengah pemadaman listrik yang sering terjadi, para dokter di Al Awda Hospital, Gaza utara terpaksa menggunakan senter kepala (head lamps) untuk melakukan operasi pasien. Padahal, korban warga Palestina yang terkena serangan Israel terus berdatangan.
Kondisi dokter di Gaza di atas diunggah di akun Instagram @middleeasteye pada 9 November 2023.
Baca Juga
Sistem perawatan kesehatan Gaza menghadapi tantangan yang mengerikan dengan fasilitas yang kewalahan, dan persediaan medis yang terbatas karena rumah sakit dan fasilitas perawatan kesehatan semakin menjadi target serangan udara Israel, demikian keterangan pada unggahan video tersebut.
Dr Ahmad Mhanna, seorang dokter di Al Awda Hospital membeberkan, para dokter di rumah sakit menggunakan senter kepala dan melakukan operasi di tengah pemadaman listrik rumah sakit berhenti bekerja.
Advertisement
"Karena kami kekurangan pasokan bahan bakar dan sekarang kami mencoba untuk merawat pasien kami menggunakan solusi pengganti seperti memasang lampu di dinding yang bekerja dalam jangka waktu tertentu," tutur Ahmad.
"Setelah itu, kami mengisi daya lampu tersebut dengan menggunakan aki mobil."
Situasi Menyedihkan dan Tragis
Bagi Ahmad, situasi merawat para pasien yang luka parah di tengah tak ada pasokan listrik mencukupi sangat menyedihkan dan tragis.
"Situasinya menyedihkan dan tragis karena semua bagian rumah sakit tidak beroperasi, hanya bangsal bersalin yang bekerja dengan menggunakan senter ponsel," terangnya.
Tak Bisa Lakukan Bius Total
Dr Ahmad Mhanna menambahkan, para dokter di Al Awda Hospital menggunakan senter kepala merupakan solusi sementara.
"Tetapi kami hanya menangani kasus-kasus yang tidak serius dan kasus persalinan darurat," tambahnya.
Selain itu, operasi yang dilakukan juga tidak bisa menggunakan bius total. Ini karena mesin yang seharusnya menyokong bius itu tak bisa beroperasi.
"Kami sekarang berada di dalam ruang operasi, pekerjaan sedang berlangsung tetapi menggunakan cara primitif. Karena para dokter menggunakan senter kepala saat mencoba melakukan intervensi bedah dengan bius lokal," sambung Ahmad.
"Kami tidak dapat melakukan bius total karena pemadaman listrik. Hal itu juga karena mesin membutuhkan listrik untuk menindaklanjuti kondisi pasien."
Advertisement
Rumah Sakit Kehabisan Bahan Bakar
Seorang dokter di dalam Gaza telah memperingatkan bahwa sektor kesehatan berada di ambang kehancuran total.
"Kami telah mencapai titik di mana bahan bakar habis di mana-mana. Dan sebagian besar rumah sakit akan kehabisan bahan bakar," kata Ghassan Abu Sitta, seorang dokter bedah plastik keturunan Inggris-Palestina, yang bekerja di Shifa and Al Ahli hospitals, Gaza utara kepada ABC News pada hari Selasa kemarin.
"Bencana ini sebenarnya akan berakhir dalam waktu empat hari," tambahnya. "Tidak ada satu pun rumah sakit yang tersisa di Gaza yang memiliki bahan bakar yang cukup untuk menghidupkan generatornya lebih dari empat hari."
Bau Mayat Membusuk
Rumah sakit-rumah sakit di Gaza yang masih berfungsi melakukan perawatan pasien dengan kapasitas yang lebih kecil dan melampaui batas kemampuan mereka. Mereka berjuang dengan kurangnya pasokan medis dan bahan bakar, membludaknya pasien, dan ancaman pengeboman Israel.
Ada sebuah bom pagi ini yang benar-benar mengguncang seluruh bangunan sampai ke intinya," lanjut Abu Sitta. "Dan saat mengemudi di sini, Anda tahu, pagi ini kami mendengar suara pesawat, kemudian Anda melihat satu demi satu bangunan rusak. Beberapa bangunan mengeluarkan bau mayat yang membusuk."
Kehabisan Obat Pereda Nyeri
Sistem kesehatan Gaza tidak dapat mengatasi persoalan korban warga Palestina dengan kebutuhan pasien yang jauh melebihi kapasitas rumah sakit.
"Ini berarti hanya operasi yang paling penting yang dapat menyelamatkan nyawa yang dapat masuk ke ruang operasi," Abu Sitta menjelaskan.
"Jadi, kami merawat pasien yang datang dua minggu setelah mereka seharusnya pergi ke ruang operasi dengan larva lalat di luka mereka dan nanah yang keluar. Karena mereka tidak berhasil mencapai ruang operasi tepat waktu."
Mereka yang dioperasi hanya mendapatkan sedikit pereda nyeri. Staf rumah sakit telah menggunakan ketamin karena persediaan morfin telah habis.
"Tidak ada (obat) pereda nyeri. Maksud saya, kami mengoperasi pasien, kemudian kami memberi mereka semua parasetamol (yang dikenal di AS sebagai asetaminofen). Kami sudah kehabisan morfin dua minggu yang lalu," ucap Abu Sitta.
Advertisement