Liputan6.com, Depok RS Kanker Dharmais Jakarta termasuk salah satu rumah sakit yang ditunjuk Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menjadi hub dalam Biomedical Genome Science Initiative (BGSi). Inisiatif BGSi memanfaatkan teknologi pengumpulan informasi genetik (genom), khususnya DNA untuk mendeteksi potensi penyakit.
Direktur Utama Pusat Kanker Nasional RS Kanker Dharmais Soeko Werdi Nindito mengungkapkan pemeriksaan deteksi kanker berbasis genomik dengan DNA sudah mulai berjalan. Pengumpulan genomik yang tercatat sampai per Desember 2023 ini sekitar 113 panel atau penanda kanker.Â
Baca Juga
"Kalau Biomedical Genome Science Initiative itu kan kita mulai mendeteksi kemungkinan seseorang punya potensi kena kanker atau enggak," ungkap Soeko saat diwawancarai Health Liputan6.com di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Rabu (6/12/2023).
Advertisement
"Update-annya sekarang, kami sudah ada layanannya, yaitu pemeriksaan genomik."
Penanda yang Mengarah pada 9 Jenis Kanker
Pemeriksaan deteksi risiko kanker menyasar pada orang yang sehat. Mereka diambil darah, diperiksa DNA, kemudian diurutkan untuk dilihat, apakah orang yang bersangkutan punya risiko yang mengarah ke 9 jenis kanker.
Sembilan jenis kanker meliputi kanker payudara, kanker paru, kanker pankreas, kanker serviks, kanker kolorektal, kanker tiroid, kanker lambung, kanker hati, dan kanker uterus
"Sebelum diperiksa biasanya seseorang itu, kita enggak bisa bilang pasien ya soalnya dia belum sakit. Ini orang sehat yang justru datang ke rumah sakit, lalu diedukasi tentang proses ini," terang Soeko.
"Karena result-nya, hasilnya nanti, yang penanda tadi bisa mengarah kepada 9 jenis penyakit kanker."
Â
Bisa Tahu Risiko Kena Kanker atau Tidak
Proses pengurutan sampel DNA dari orang sehat dapat dicocokan dengan penanda terkait ada atau tidaknya potensi kena kanker.
"Nanti kalau udah diperiksa DNA orang tersebut, cocok enggak sama kemungkinan kena kanker apa. Nah, setelah ketahuan, mudah-mudahan negatif ya hasilnya. Kalau negatif ya selesai, tapi nanti dia bisa periksa lagi,"Â Soeko Werdi Nindito melanjutkan.
"Kalau ternyata positif harus diedukasi lagi sama si konselornya. Kami punya konselor juga yang khusus untuk genomik itu supaya pasien enggak kaget, terus lebih bisa mempersiapkan diri."
Â
Advertisement
Lebih Mawas Diri dengan Hasil Deteksi Kanker
Hasil dari deteksi risiko kanker yang dilakukan juga diharapkan membuat pasien menjadi lebih mawas diri. Apalagi bila seandainya positif berisiko kena kanker.
"Biasanya kan yang seperti itu sedikit ada related dengan keluarga. Misalnya, ada tantenya, ibunya, bapaknya kena kanker, itu diperiksa, supaya kita lebih mawas diri nanti apa yang boleh atau enggak boleh dilakukan terkait dengan hasil dari pemeriksaan," jelas Soeko Werdi Nindito.
Sampel DNA Diambil dari Orang Sehat
Kembali ditegaskan Soeko, pengambilan sampel DNA untuk deteksi kanker diambil dari orang sehat.
"Sampel diambil dari darah, dari orang sehat. Ini yang sedang terjadi di RS Kanker Dharmais. Siapa aja juga bisa periksa," imbuhnya.
"Kemudian, kalau BGSi itu lebih kepada collecting (pengumpulan) sampel dari darah orang normal sama orang yang sakit. Tujuannya apa? Supaya kita bisa lihat DNA orang normal Indonesia sama orang yang sakit. Kira-kira cirinya seperti ini sehingga kita bisa memprediksi ke depannya."
Â
Proses Pemeriksaan BGSi Panjang
Biomedical Genome Science Initiative (BGSi), lanjut Soeko Werdi Nindito, memerlukan proses pemeriksaan yang panjang.
"Kami udah collecting cukup banyak sih sampel-sampel di RS Kanker Dharmais. Nanti data DNA ini dikumpulkan dengan data klinis, kan kita punya cancer registry digabungkan dengan demografi," katanya.
"Ras, suku mana sehingga menjadi lebih spesifik. Misalnya, daerah ini lebih banyak kanker mulut. Sekarang ini kan general. Tapi sebetulnya spesifik daerah nanti bisa kelihatan."
Selain itu, Soeko menekankan, negara-negara lain sudah mampu melakukan pemetaan kanker.
"Itu bagus banget. Dnegara lain begitu semua, jadi kita biar enggak ketinggalan," pungkasnya.
Advertisement