Gejala JN.1, Subvarian COVID-19 yang Saat Ini Mendominasi Kasus di Singapura

Kenaikan kasus COVID-19 di Singapuran didominasi oleh subvarian JN.1 yang merupakan turunan dari BA.2.86.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 13 Jan 2024, 14:44 WIB
Diterbitkan 17 Des 2023, 20:15 WIB
Ilustrasi Singapura
Ilustrasi Singapura alami kenaikan kasus COVID-19 (AP/Wong Maye-E)

Liputan6.com, Jakarta Kenaikan kasus COVID-19 di Singapura didominasi oleh subvarian JN.1 yang merupakan turunan dari BA.2.86 yang masih keluarg dari Omicron.

Singapura mengatakan lebih dari 60 persen kasus COVID-19 di sana gegara JN.1. Bila menilik data di sana, terdapat 56.043 kasus COVID-19 per 3 - 9 Desember 2023. Padahal di pekan sebelumnya di angka 32 ribuan kasus.

Lalu, pasien COVID-19 yang dirawat di RS naik dari 225 menjadi 325. Pasien yang masuk ICU dari empat menjadi sembilan.

Namun, belum ada indikasi yang jelas apakah JN.1 lebih mudah menular atau menyebabkan keparahan dibandingkan subvarian yang lain.

"Berdasarkan data internasional dan lokal yang tersedia, saat ini tidak ada indikasi jelas bahwa BA.2.86 atau JN.1 lebih mudah menular atau menyebabkan penyakit lebih parah dibandingkan varian lain yang beredar," kata Kementerian Kesehatan Singapura dalam keterangan resmi pada Jumat, 15 Desember 2023 mengutip Channel News Asia.

Lalu, Apa Itu JN.1?

JN.1 adalah subvarian yang turunan dari BA.2.86 yang juga merupakan bagian dari Omicron seperti dijelaskan pakar penyakit menular Johns Hopkins Center for Health Security, Amesh Adalja.

JN.1 pertama kali terdeteksi pada September 2023. Lalu, paling tidak sudah terdeteksi di 12 negara termasuk Spanyol dan Amerika Serikat.

"BA.2.86 sendiri ada 20 mutasi pada lonjakan protein. Sementara itu, JN.1 memiliki mutasi tambahan yang digunakan virus SARS-CoV-2 untuk menempel pada sel manusia dan membuat sakit," kata Thomas Russo pakar penyakit menular dari University at Buffalo, New York mengutip Today.

 

Gejala JN.1

Setiap kali muncul subvarian baru kerap menimbulkan tanya soal gejala. Terkait hal ini profesor dari Vanderbilt University School of Medicine, William Schaffner mengatakan tidak berbeda dengan Omicron lainnya.

"Ini varian Omicron juga dan tampak sama gejalanya," kata Schaffner mengutip Prevention.

Hal senada juga disampaikan virolog dari University of Bloomberg School of Public Health, Andy Pekosz.

“Saat ini, tidak ada yang mengatakan bahwa infeksi JN.1 berbeda dari varian COVID sebelumnya dalam hal tingkat keparahan atau gejala penyakit, namun kami tetap memerhatikan perkembangan dari JN.1,” kata Pekosz mengutip Today.

Berhubung tak terlalu berbeda, berikut gejala Omicron mengutip CDC:

  • Demam atau menggigil
  • Batuk
  • Sesak napas atau kesulitan bernapas
  • KelelahanNyeri otot atau badan
  • Sakit kepala
  • Tak mampu mencium
  • Sakit tenggorokan
  • Hidung tersumbat atau meler
  • Mual atau muntah
  • Diare

 

Penularan JN.1

Ilustrasi Omicron (Arfandi/Liputan6.com)
Ilustrasi Omicron (Arfandi/Liputan6.com)

Mengingat JN.1 adalah turunan dari BA.2.86, maka ada kekhawatiran mungkin lebih mudah menular. "Ada beberapa data yang menunjukkan BA.2.86 mungkin lebih menular dari Omicron yang lain. Jadi, memang ada kekhawatiran JN.1 yang merupakan turunan BA.2.86 mungkin lebih menular," kata Russo.

Sementara itu Adalja tak yakin soal kemungkinan lebih menular. Hal tersebut merujuk pada saat BA.2.86 pertama kali terdeteksi tidak terlalu menyebar dengan cepat.

“Tidak ada bukti bahwa varian ini—saat ini—akan berbeda,” kata Adalja.

Infografis Waspada Lonjakan Kasus Covid-19 Saat Libur Panjang Nataru. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Waspada Lonjakan Kasus Covid-19 Saat Libur Panjang Nataru. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya