Liputan6.com, Jakarta - Anak-anak yang beranjak remaja dan hendak menjadi pemilih pemula dalam Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 perlu mendapat pendidikan politik.
“KPAI mendorong agar pendidikan politik disampaikan terutama kepada anak-anak pemilih pemula,” kata Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Klaster Hak Sipil dan Kebebasan Anak Sylvana Maria A kepada Health Liputan6.com saat ditemui di Jakarta Pusat, Senin, 22 Januari 2024.
Baca Juga
Lantas, apakah pendidikan politik yang sama juga perlu diberikan kepada anak-anak yang lebih muda, misalnya anak SD?
Advertisement
Menjawab hal ini, Sylvana mengatakan bahwa anak-anak di bawah usia pemilih pemula lebih tepat jika diberikan pendidikan kewarganegaraan.
“Anak-anak di bawah pemilih pemula sebenarnya lebih tepat mendapatkan pendidikan kewarganegaraan. Dan kami yakin bahwa kurikulum pendidikan nasional kita sudah cukup membekali anak-anak tentang pendidikan kewargaan,” jelas Sylvana.
Pendidikan kewarganegaraan atau biasa disingkat PKn yang dimaksud Sylvana mengajarkan anak-anak di bawah usia pemilih pemula tentang bagaimana menjadi warga negara yang baik.
“Misalnya menghormati teman, menghargai orang yang berbeda dan seterusnya. Nah itu pendidikan kewargaan.”
Sementara, pendidikan politik lebih lanjut sebaiknya secara khusus diberikan kepada mereka yang sudah memiliki hak pilih,” tambah Sylvana.
Eksploitasi Anak di Masa Kampanye Politik
Dalam kesempatan yang sama, Sylvana mengatakan bahwa KPAI menemukan setidaknya 19 kasus eksploitasi anak selama masa kampanye Pemilihan Umum atau Pemilu 2024. Ini termasuk dalam pelanggaran hak anak klaster Hak Sipil dan Partisipasi Anak.
Bentuk eksploitasi anak selama masa kampanye yang terbanyak adalah membawa anak dalam kerumunan kampanye.
“Eksploitasi ini yang paling banyak adalah anak yang dibawa ikut dalam keramaian selama masa kampanye. Ini memang fenomena yang cukup sulit dicegah,” kata Sylvana.
Dalam keramaian kampanye, lanjut Sylvana, orangtua cenderung kesulitan dalam memenuhi hak anak. Pasalnya, kerumunan kampanye terkadang tak dapat diprediksi, jumlahnya bisa ratusan bahkan ribuan orang.
Maka dari itu, kerumunan kampanye dinilai sebagai situasi yang berisiko untuk anak. Pasalnya kerumunan dapat mengganggu kesehatan, kenyamanan, dan keamanan anak.
“KPAI mendorong masyarakat untuk tak bawa anak dalam kampanye atau acara dengan massa yang besar karena mengancam kesehatan, kenyamanan, dan keamanan anak,” jelasnya.
Advertisement
Bentuk Eksploitasi Lainnya
Sylvana menambahkan, hingga hari ke-46 masa kampanye Pilpres-Pileg 2024 pada 17 Januari 2024, KPAI telah menerima enam pengaduan langsung kasus dugaan pelanggaran Pemilu dan pelanggaran hak anak.
Serta mencatat 19 kasus lainnya, yang diberitakan oleh media maupun yang beredar di beberapa platform media sosial.
Selain membawa anak ke dalam kerumunan kampanye sambil mengenakan atribut Pemilu, bentuk kasus pelanggaran lain yang terjadi selama masa kampanye 2024 yakni:
- Menjadikan anak sebagai “target antara” kampanye dengan cara membagi-bagikan benda/barang yang tidak termasuk sebagai alat kampanye;
- Menggunakan (foto/profil berwajah) anak untuk iklan kampanye;
- Menjadikan anak sebagai juru kampanye lewat video yang disebarkan di berbagai platform medsos, maupun langsung;
- Menjadikan anak sebagai pelaku politik uang;
- Mengarahkan anak untuk mengingat dan mempromosikan capres tertentu;
- Menjadikan tempat pendidikan sebagai target kampanye;
- Pemanfaatan ruang dan kreativitas komunitas digital secara kurang selektif;
- Pendidikan politik dan kewargaan yang tidak tepat;
- Partisipasi anak yang belum sesuai dengan prinsip dan bentuk ideal partisipasi anak.
Eksploitasi Anak dalam Aktivitas Politik Menentang Mandat Sejumlah UU
Kasus-kasus yang dicatat oleh KPAI adalah eksploitasi dan penyalahgunaan anak dalam aktivitas politik dan bertentangan dengan mandat sejumlah undang-undang (UU) dan kebijakan nasional. Terutama:
- UUD 1945 pasal 28B ayat 2 (Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi);
- UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu pasal 280 ayat 2 huruf k (Pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan kampanye Pemilu dilarang mengikutsertakan Warga Negara Indonesia yang tidak memiliki hak memilih);
- PKPU Nomor 20 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilihan Umum yang melarang pelibatan anak dalam kampanye;
- Secara khusus, juga bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 15a (Setiap Anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik);
- Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 11 (Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak sebaya, bermain, berkreasi dan berekreasi sesuai dengan minat, bakat dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri).
Advertisement