Liputan6.com, Jakarta Rematik menjadi salah satu penyakit yang sering banget dianggap remeh. Banyak yang mengira kondisi ini hanya sebatas pegal-pegal biasa atau radang sendi yang tidak terlalu berbahaya. Padahal kenyataannya, rematik bisa jadi momok menakutkan jika diabaikan dan tidak ditangani dengan benar dari awal. Penyakit ini bisa menyerang persendian dan tulang hingga membuat penderitanya kesulitan bergerak bebas di hari tua nanti.
Di tengah dampak buruk masalah rematik bagi kesehatan, ternyata masih banyak yang salah paham karena sudah terpengaruh mitos-mitos seputar rematik yang beredar di masyarakat. Mulai dari anggapan rematik cuma penyakit orang tua, sampai kepercayaan kalau tidur di lantai bisa membuat rematik kambuh.
Baca Juga
Nah, sebelum kesalahpahaman itu makin meluas, setiap orang perlu meningkatkan pengetahuan seputar masalah rematik, agar tidak terlalu larut dalam mitos. Berikut sejumlah mitos tentang rematik yang sering bikin salah kaprah, dan fakta yang bisa jadikan pegangan.
Advertisement
1. Mitos: Rematik Hanya Menyerang Persendian
Faktanya, rematik bukan hanya menyerang sendi saja. Penyakit autoimun ini juga bisa menyebabkan peradangan pada bagian tubuh lain, seperti paru-paru, jantung, mata, bahkan kulit. Sehingga gejala rematik tidak hanya ditandai pada masalah persedian, tetapi juga sesak nafas dan ruam kulit. Di samping itu, rematik juga berpotensi merusak pembuluh darah dalam jangka panjang. Hal ini disebabkan oleh peradangan kronis yang terjadi di seluruh tubuh. Akibatnya, penderita berisiko mengalami masalah kardiovaskular seperti stroke atau serangan jantung.
2. Mitos: Rematik Hanya Menyerang Orang Tua
Faktanya, rematik bisa menyerang siapa saja, termasuk anak-anak dan anak muda. Memang rematik lebih sering terjadi pada rentang usia 45 - 60 tahun, tapi bukan berarti rentang usia di bawah itu akan kebal terhadap penyakit tersebut jauh lebih kebal. Pada orang tua, tulang rawan pelindung sendi cenderung menipis dan cairan pelumas sendi pun berkurang. Kondisi ini memudahkan terjadinya gesekan dan kerusakan pada persendian, sehingga meningkatkan risiko rematik.
Meskipun demikian, rematik juga dapat menyerang anak muda. Salah satu penyebabnya adalah faktor genetik yang kuat, terutama pada jenis rematoid artritis, sehingga memicu munculnya suatu penyakit pada usia yang lebih muda. Gangguan sistem kekebalan tubuh (autoimun) juga dapat terjadi pada usia muda dan menyebabkan peradangan kronis pada persendian. Jadi, jangan sepelekan gejala rematik hanya karena masih berusia muda.
3. Mitos: Hanya Wanita yang Bisa Terkena Rematik
Faktanya, pria juga bisa terkena rematik, namun dengan rasio lebih kecil 1:3 dari pada wanita. Meskipun rasionya lebih rendah, pria yang terkena rematik dapat mengalami gejala yang sama seperti wanita, seperti nyeri sendi, kekakuan, pembengkakan, dan kesulitan dalam bergerak. Oleh karena itu, penting bagi pria untuk waspada terhadap gejala-gejala tersebut dan segera memeriksakan diri ke dokter jika mengalami masalah pada persendian. Penanganan yang tepat dan perubahan gaya hidup dapat membantu mengurangi risiko dan mengendalikan gejala rematik pada pria maupun wanita.
Advertisement
4. Mitos: Berolahraga Memperburuk Gejala Rematik
Faktanya, olahraga yang tepat dapat membantu mengurangi rasa sakit dan meningkatkan fleksibilitas sendi bagi penderita rematik. Olahraga ringan seperti jalan kaki, berenang, atau yoga sangat dianjurkan karena dapat mengurangi gejala rematik. Hindari olahraga dengan intensitas berat atau berlebihan dan tidak sesuai anjuran dokter.
5. Mitos: Perubahan Gaya Hidup Tidak Membantu Mengatasi Rematik
Faktanya, menerapkan gaya hidup sehat seperti mengonsumsi makanan yang sehat dan bergizi, menjaga tubuh agar tetap ideal, serta mengatur pola tidur sangat penting untuk mengatasi masalah rematik. Agar radang di persendian tidak semakin parah, hindari mengonsumsi makanan olahan, gorengan yang kaya akan lemak jenuh serta minuman yang mengandung gula tinggi. Selain itu, berhenti merokok akan sangat mengurangi kemungkinan terkena rematik.
6. Mitos: Tidak Ada Pilihan Pengobatan untuk Rematik
Faktanya, saat ini tersedia banyak pilihan terapi dan pengobatan yang dapat membantu mengendalikan gejala dan memperlambat kerusakan sendi akibat rematik. Mulai dari menggunakan obat anti-inflamasi, obat untuk menekan sistem kekebalan, terapi fisik, hingga operasi penggantian sendi jika sudah parah.
Selain menerapkan gaya hidup sehat seperti berolahraga, pertolongan pertama jika rematik kambuh adalah dengan menggunakan NEO rheumacyl Anti Inflammation IBP Gel.
NEO rheumacyl Anti Inflammation IBP adalah inovasi baru gel pereda nyeri yang dilengkapi Active Pro Formula dengan Ibuprofen, tidak lengket, efektif hilangkan nyeri akibat keseleo, cedera olahraga dan rematik. Kandungan bahan aktifnya bekerja secara efektif untuk meredakan nyeri peradangan, serta rasa tidak nyaman yang menyertai kondisi-kondisi tersebut.
Gel ini bisa menjadi teman setia bagi mereka yang memiliki gaya hidup aktif, terutama anak muda yang gemar berolahraga. Sebab aktivitas fisik yang intens seringkali berpotensi menyebabkan cedera atau ketegangan otot. Dengan mengoleskan NEO rheumacyl Anti Inflammation IBP dapat mengurangi rasa nyeri akibat cedera olahraga, sehingga memungkinkan kamu untuk bisa kembali melanjutkan aktivitas.
Untuk hasil yang maksimal, oleskan 3-4 kali sehari secara merata pada area nyeri. Jangan digunakan pada kulit yang luka atau iritasi.
Itulah mitos dan fakta seputar masalah rematik, dengan memahami perbedaannya, diharapkan kamu jadi dapat mengambil langkah-langkah proaktif untuk mengendalikan gejala rematik dan meningkatkan kualitas hidup yang lebih sehat. Konsultasikan masalah kesehatan dengan dokter untuk mendapatkan diagnosis dan perawatan yang tepat.
(*)