Pakar Ungkap Rokok Elektronik Timbulkan Risiko Penyakit yang Sama dengan Rokok Konvesional

Kadar nikotin yang ada dalam rokok elektronik menurut Ketua Komnas Pengendalian Tembakau Hasbullah sama Thabrany berbahayanya dengan rokok konvensional.

oleh Tim Health diperbarui 04 Agu 2024, 17:12 WIB
Diterbitkan 04 Agu 2024, 17:00 WIB
Pemerintah Bakal Larang Penggunaan Rokok Elektrik dan Vape
Seorang pria meneteskan cairan vape atau rokok elektronik di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Selasa (12/11/2019). Pemerintah melalui BPOM mengusulkan pelarangan penggunaan rokok elektrik dan vape di Indonesia, salah satu usulannya melalui revisi PP Nomor 109 Tahun 2012. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Risiko penyakit yang ditimbulkan oleh rokok elektronik sama dengan rokok konvensional. Hal ini disampaikan oleh Ketua Komite Nasional (Komnas) Pengendalian Tembakau Hasbullah Thabrany. Menurutnya, banyak kajia yang menunjukkan hal tersebut.

"Rokok elektronik, banyak kajian-kajian yang menunjukkan tidak mengurangi risiko, bahkan meningkatkannya. Banyak kajian yang membuktikan bahwa rokok elektronik tidak menurunkan risiko, tetap saja membuat kecanduan," kata dia di Jakarta, Sabtu, dilansir ANTARA.

Hasbullah pun mengapresiasi terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan yang mengatur tentang larangan penjualan produk tembakau dan rokok elektronik.

Kadar nikotin yang ada dalam rokok elektronik menurut Hasbullah sama berbahayanya dengan rokok konvensional.

"Orang mulai coba-coba elektronik kan karena kadar nikotinnya itu kan, kalau elektronik kadar nikotinnya ada di cairan, sehingga risikonya sama saja, dan kalau di bandara juga sama-sama dilarang kan, karena mengganggu orang lain," ucapnya. 

Oleh karena itu, Hasbullah menegaskan bahwa pajak rokok di daerah harus benar-benar digunakan untuk mengurangi prevalensi perokok anak dan remaja.

Dia berpendapat 10 persen dari jumlah pajak daerah bisa digunakan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya mengontrol perokok pemula dan remaja, tidak menjual rokok ketengan, maka bisa efektif.

 

Pajak Rokok Daerah Harus Digunakan untuk Kurangi Prevalensi Perokok Anak dan Remaja

 

"Kalau pajak rokok daerah Itu nilainya tahun ini 24 triliun, cukup besar dan banyak pemda belum cukup efektif menggunakan uang itu. Padahal, ada peraturan minimum 50 persen untuk kesehatan dari pajak rokok daerah. Kalau 10 persennya saja bisa dipakai untuk menyadarkan masyarakat tentang pentingnya mengontrol perokok pemula dan remaja oleh pemda, jangan sampai jual ketengan dan mengingatkan masyarakatnya itu bisa efektif," tuturnya.

 

PP Nomor 28 Tahun 2024 Resmi Diteken

Presiden Joko Widodo telah menandatangani PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan pada 26 Juli 2024. Dalam PP tersebut, salah satunya diatur mengenai larangan penjualan produk tembakau dan rokok elektronik.

Ketentuan itu tertera dalam pasal 434 ayat (1) poin c dalam PP tersebut, sebagaimana salinan PP yang dilihat dalam laman jdih.setneg.go.id.

Dalam pasal 434 tertulis Ayat (1) setiap orang dilarang menjual produk tembakau dan rokok elektronik, jika poin (a) disebutkan menggunakan mesin layan diri, poin (b) kepada setiap orang di bawah usia 21 (dua puluh satu) tahun dan perempuan hamil, (c) secara eceran satuan per batang, kecuali bagi produk tembakau berupa cerutu dan rokok elektronik.

Poin (d) dengan menempatkan produk tembakau dan rokok elektronik pada area sekitar pintu masuk dan keluar atau pada tempat yang sering dilalui, (e) dalam radius 200 (dua ratus) meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, dan (f) menggunakan jasa situs web atau aplikasi elektronik komersial dan media sosial.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya