Data terakhir menyebutkan, Indonesia menjadi satu-satunya negara di regional Asia yang belum menandatangani dan mengaksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) atau Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau merupakan perjanjian internasional kesehatan-masyarakat pertama sebagai hasil negosiasi negara anggota Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO).
FCTC bertujuan untuk melindungi generasi masa kini dan masa mendatang dari dampak konsumsi tembakau dan paparan asap rokok terhadap kesehatan, sosial, lingkungan dan ekonomi.
Sebagai negara yang belum menjadi pihak FCTC, Kepala Pusat Komunikasi Publik Departemen Kesehatan drg. Murti Utami MPH, kepada redaksi Liputan6.com, Senin (19/8/2013) menyebutkan beberapa kerugian akibat belum menandatangani dan mengaksesi FCTC, antara lain:
Pertama, saat ini Indonesia merupakan target market atau tujuan utama pemasaran industri rokok multi nasional yang berisiko merusak kesehatan generasi bangsa dan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia.
Kedua, konsumsi rokok di Indonesia akan semakin meningkat tajam terutama di kalangan kelompok rentan seperti anak-anak, ibu hamil dan penduduk miskin. Hal ini akan meningkatkan angka kesakitan dan kematian terkait penyakit akibat konsumsi rokok.
Ketiga, Indonesia tidak memiliki kesempatan untuk mengikuti Conference of Party, yaitu konferensi negara-negara yang telah meratifikasi FCTC untuk memperjuangkan kepentingannya dan terlibat dalam negosiasi penerapan panduan dan protokol FCTC.
Keempat, Indonesia kehilangan harkat dan martabat sebagai negara yang melindungi dan bertanggung jawab meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Penandatanganan konvensi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dilakukan pertama kali oleh 168 negara dalam rentang waktu mulai 16 Juni 2003 sampai 29 Juni 2004. Hingga Juli 2013, tercatat 177 negara telah meratifikasi serta mengaksesi FCTC dan 9 negara lainnya sudah menandatangani FCTC namun belum meratifikasi. Sebanyak 8 negara yang tidak menandatangani dan belum mengaksesi FCTC, salah satunya adalah Indonesia.
Sangat disayangkan, FCTC sebenarnya dapat memberi peluang kepada pengembangan kebijakan lintas sektor untuk pengendalian masalah konsumsi tembakau. Hal ini akan mendorong koordinasi pengendalian produk tembakau antar sektor sehingga dampak buruk dari konsumsi rokok dapat diatasi secara lebih efektif.
Dengan mengaksesi FCTC, Indonesia dapat menunjukkan kepedulian dan tanggung jawabnya dalam memberikan perlindungan terhadap hak masyarakat guna mencapai derajat kesehatan optimal dan sekaligus menyelamatkan masyarakat, khususnya anak-anak dan generasi muda dari bahaya penyakit akibat konsumsi rokok. Dengan mengaksesi FCTC, Indonesia akan menjadi bagian dari masyarakat dunia yang bermartabat.
(Abd)
FCTC bertujuan untuk melindungi generasi masa kini dan masa mendatang dari dampak konsumsi tembakau dan paparan asap rokok terhadap kesehatan, sosial, lingkungan dan ekonomi.
Sebagai negara yang belum menjadi pihak FCTC, Kepala Pusat Komunikasi Publik Departemen Kesehatan drg. Murti Utami MPH, kepada redaksi Liputan6.com, Senin (19/8/2013) menyebutkan beberapa kerugian akibat belum menandatangani dan mengaksesi FCTC, antara lain:
Pertama, saat ini Indonesia merupakan target market atau tujuan utama pemasaran industri rokok multi nasional yang berisiko merusak kesehatan generasi bangsa dan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia.
Kedua, konsumsi rokok di Indonesia akan semakin meningkat tajam terutama di kalangan kelompok rentan seperti anak-anak, ibu hamil dan penduduk miskin. Hal ini akan meningkatkan angka kesakitan dan kematian terkait penyakit akibat konsumsi rokok.
Ketiga, Indonesia tidak memiliki kesempatan untuk mengikuti Conference of Party, yaitu konferensi negara-negara yang telah meratifikasi FCTC untuk memperjuangkan kepentingannya dan terlibat dalam negosiasi penerapan panduan dan protokol FCTC.
Keempat, Indonesia kehilangan harkat dan martabat sebagai negara yang melindungi dan bertanggung jawab meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Penandatanganan konvensi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dilakukan pertama kali oleh 168 negara dalam rentang waktu mulai 16 Juni 2003 sampai 29 Juni 2004. Hingga Juli 2013, tercatat 177 negara telah meratifikasi serta mengaksesi FCTC dan 9 negara lainnya sudah menandatangani FCTC namun belum meratifikasi. Sebanyak 8 negara yang tidak menandatangani dan belum mengaksesi FCTC, salah satunya adalah Indonesia.
Sangat disayangkan, FCTC sebenarnya dapat memberi peluang kepada pengembangan kebijakan lintas sektor untuk pengendalian masalah konsumsi tembakau. Hal ini akan mendorong koordinasi pengendalian produk tembakau antar sektor sehingga dampak buruk dari konsumsi rokok dapat diatasi secara lebih efektif.
Dengan mengaksesi FCTC, Indonesia dapat menunjukkan kepedulian dan tanggung jawabnya dalam memberikan perlindungan terhadap hak masyarakat guna mencapai derajat kesehatan optimal dan sekaligus menyelamatkan masyarakat, khususnya anak-anak dan generasi muda dari bahaya penyakit akibat konsumsi rokok. Dengan mengaksesi FCTC, Indonesia akan menjadi bagian dari masyarakat dunia yang bermartabat.
(Abd)