Keperawanan sering disimbolkan dengan buah ceri. Ketika buah itu pecah maka akan mengeluarkan cairan yang berwarna merah seperti darah. Sama halnya dengan wanita yang sudah tak perawan akan mengeluarkan darah. Teori itulah yang diutarakan orang zaman kuno yang menghubungkan buah ceri dengan selaput dara.
Bagi sejumlah negara, ada konsep yang berbeda dalam mengartikan keperawanan. Berikut rinciannya seperti yang diutarakan Charles Panati dalam bukunya yang berjudul `Sexy Origins and Intimates Things` yang dikutip Liputan6.com, Jumat (23/8/2013):
1. Wanita prostitusi yang menikah masih perawan
Di beberapa budaya, seorang wanita yang belum menikah tetap perawan meski ia seorang prostitusi. Hanya pernikahanlah yang membuatnya kehilangan keperawanan.
Wanita itu bertahun-tahun menjadi seorang prostitusi, tapi di hari pernikahannya ia diperlakukan sebagai seorang perawan, mengenakan gaun putih, dan mempersembahkan dirinya yang suci kepada suaminya. Hanya suami yang merenggut keperawanannya.
2. Sudah tak perawan ketika melahirkan
Di bagian lain di dunia, seorang wanita yang menikah tanpa anak disebut perawan. Keperawanan hilang hanya ketika anak pertamanya lahir dari vagina.
Keperawanan tak hilang dengan hubungan seks melainkan menjadi seorang ibu. Jadi, seorang wanita yang belum menjadi ibu meski sudah melakukan aktivitas seksual disebut perawan.
3. Darah di malam pertama berbahaya
Beberapa orang percaya dengan takhayul bahwa darah di malam pertama menakutkan. Darah sejak lama mendapat arti negatif. Seorang wanita hanya akan menikah setelah selaput daranya robek dengan melakukan hubungan seksual dengan orang asing, yang tugasnya merenggut keperawanan.
Tugas ini berat dan pria itu dianggap pemberani karena ia berkali-kali berhadapan dengan bahaya karena kontak dengan darah.
Wanita yang direnggut keperawanannya oleh pria pengganti menawarkan bentuk keperawanan yang lebih murni kepada suaminya dibanding sebelumnya, karena hubungan seks keduanya tak ada lagi risiko dengan darah.
(Mel/*)
Bagi sejumlah negara, ada konsep yang berbeda dalam mengartikan keperawanan. Berikut rinciannya seperti yang diutarakan Charles Panati dalam bukunya yang berjudul `Sexy Origins and Intimates Things` yang dikutip Liputan6.com, Jumat (23/8/2013):
1. Wanita prostitusi yang menikah masih perawan
Di beberapa budaya, seorang wanita yang belum menikah tetap perawan meski ia seorang prostitusi. Hanya pernikahanlah yang membuatnya kehilangan keperawanan.
Wanita itu bertahun-tahun menjadi seorang prostitusi, tapi di hari pernikahannya ia diperlakukan sebagai seorang perawan, mengenakan gaun putih, dan mempersembahkan dirinya yang suci kepada suaminya. Hanya suami yang merenggut keperawanannya.
2. Sudah tak perawan ketika melahirkan
Di bagian lain di dunia, seorang wanita yang menikah tanpa anak disebut perawan. Keperawanan hilang hanya ketika anak pertamanya lahir dari vagina.
Keperawanan tak hilang dengan hubungan seks melainkan menjadi seorang ibu. Jadi, seorang wanita yang belum menjadi ibu meski sudah melakukan aktivitas seksual disebut perawan.
3. Darah di malam pertama berbahaya
Beberapa orang percaya dengan takhayul bahwa darah di malam pertama menakutkan. Darah sejak lama mendapat arti negatif. Seorang wanita hanya akan menikah setelah selaput daranya robek dengan melakukan hubungan seksual dengan orang asing, yang tugasnya merenggut keperawanan.
Tugas ini berat dan pria itu dianggap pemberani karena ia berkali-kali berhadapan dengan bahaya karena kontak dengan darah.
Wanita yang direnggut keperawanannya oleh pria pengganti menawarkan bentuk keperawanan yang lebih murni kepada suaminya dibanding sebelumnya, karena hubungan seks keduanya tak ada lagi risiko dengan darah.
(Mel/*)