Hari Raya Idul Adha 1434 Hijriah merupakan momentum membangun kembali karakter bangsa yang mulai memudar, kata Ustadz Prof. Dr. H. Masrukhi, MPd, khatib shalat Idul Adha 1434 Hijriah di Masjid Raya Tua Tunu, Pangkalpinang.
"Momentum Idul Adha sangat tepat untuk merenungkan kembali pembangunan karakter bangsa yang tidak lepas dari keteladanan Nabi Ibrahim yang memiliki nilai-nilai luhur dan hakiki," ujarnya seperti dikutip dari Antara, Selasa (15/10/2013).
Baca Juga
Ia menjelaskan, sosok Nabi Ibrahim adalah manusia yang menunjukkan keikhlasan dan ketaatan yang tulus dalam menerima perintah Allah SWT. Kesabaran dikedepankan manakala perintah Allah itu dirasakannya bertentangan dengan fikiran dan keinginannya.
Advertisement
Kesalehan Nabi Ibrahim ini ternyata juga diimbangi dengan kesalehan keluarganya, isteri dan anaknya Ismail AS, ketika perintah berat dari Allah kepada Ibrahim untuk menyembelih Ismail yang sedang menginjak remaja.
"Bagaimana pendapatmu wahai anak ku?, tanya Ibrahim kepada Ismail dan Ismail pun dengan tegar menjawab, lakukan apa yang diperintahkan Allah ayahku. Insya Allah Engkau akan mendapatkan aku sebagai orang yang sabar," kata Ismail.
Menurut dia, karakter lebih dekat pada perspektif psikologis yang berkaitan dengan aspek kepribadian, akhlak atau budi pekerti, watak yang membedakan seseorang dengan orang lainnya.
Ia menjelaskan, ketika bangsa yang besar ini yang bertatanan kehidupan sebagai Pancasilais dan agamais mengalami keterpurukan di berbagai bidang kehidupan karena realita yang diciptakan masyarakat.
"Saat ini seakan bangsa ini sedang menggali lubang kuburnya sendiri, untuk secara cepat atau lambat akan terperosok ke dalamnya," ujarnya.
Ia mengatakan, seakan bangsa ini telah meninggalkan nilai-nilai luhur yang telah dicanangkan "the fonding fathers" republik ini, seperti perilaku-perilaku santun, toleransi, solidaritas, kepedulian sosial, gotong royong sebagai atribut "good citizenship", tergantikan oleh budaya kekerasan.
"Saat ini yang tampak ke permukaan adalah kecurigaan, egoisme, anarkisme dan lainnya, sehingga masyarakat mudah sekali terprovokasi untuk berbuat brutal dan anarkis yang pada akhirnya merugikan masyarakat itu sendiri secara luas," ujarnya.
Menurut dia, banyak sekali kasus-kasus yang terjadi saat ini, yang mengambarkan rapuhnya moralitas bangsa dalam kehidupan masyarakat, karena terjadi hampir merata di seluruh wilayah Indonesia.
"Mulai dari kasus Aceh sampai kasus Irian Jaya, pada hampir semua aspek kehidupan, motifnya pun bermacam-macam, mulai dari protes akibat kesenjangan sosial, separatisme hingga konflik SARA," ujarnya.
Menurut dia, runtuhnya karekter bangsa ini bahkan telah diketahui secara luas dunia internasional.
"Saat ini, dunia internasional mulai memandang rendah bangsa ini, diukur dari tingkat transparansi penyelenggaraan negara, sistem peradilan dan penghormatan terhadap hak properti intelektual," ujarnya.
(Abd)