Hukuman Pelaku Inses Menurut Islam, Lebih dari Sekadar Rajam

Hukuman bagi pelaku inses atau zina dengan mahramnya, jauh lebih berat daripada hukuman zina yang dilakukan oleh seseorang yang telah menikah.

oleh Mabruri Pudyas Salim diperbarui 27 Jun 2023, 20:56 WIB
Diterbitkan 27 Jun 2023, 20:56 WIB
PT Jambi Putus Lepas Wanita Korban Perkosaan Inses, ICJR: Hakim Berani
Institut for Criminal Justice Reform atau ICJR mengapresiasi Pengadilan Tinggi Jambi yang memutus lepas, WA, korban perkosaan inse...

Liputan6.com, Jakarta Hubungan sedarah, juga dikenal sebagai hubungan inses, merujuk pada hubungan romantis atau seksual antara anggota keluarga yang memiliki ikatan darah langsung. Ini termasuk hubungan antara saudara kandung, antara orangtua dan anak, atau antara kerabat dekat lainnya yang memiliki ikatan darah langsung. 

Hubungan sedarah dianggap tabu dalam banyak budaya karena melibatkan pelanggaran norma sosial dan etika yang diakui secara luas. Bahkan dalam pandangan Islam pun, hubungan inses dianggap sebagai perilaku zina terburuk dan paling berat dosanya.

Ada beberapa alasan mengapa hubungan sedarah dianggap tidak etis dan tidak diterima dalam masyarakat, salah satunya adalah risiko genetik. Ketika anggota keluarga yang memiliki ikatan darah langsung memiliki keturunan, ada peluang yang lebih tinggi untuk mengalami kelainan genetik. Ini dapat berdampak negatif pada kesehatan fisik dan mental keturunan tersebut.

Lalu bagaimana hukuman bagi para pelaku inses menurut ajaran Islam? Berikut penjelasan selengkapnya seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Selasa (27/6/2023).

Beratnya Dosa Hubungan Inses

Terlepas dari risiko secara genetik, hubungan inses merupakan jenis perilaku yang tabu dalam pandangan banyak budaya. Bahkan dalam ajaran agama Islam, inses dianggap sebagai perbuatan zina terburuk, yang dosanya paling berat dibandingkan dosa yang lain.

Dalam ajaran agama Islam, hubungan inses adalah perbuatan zina yang dilakukan dengan mahramnya. Padahal mahram sendiri merupakan golongan orang yang pantang untuk dinikahi. Adapun orang-orang yang termasuk mahram antara lain adalah ibunya, kakak perempuan, adik perempuan, dan sebagainya.

Jika dinikahi saja dilarang, maka sudah jelas bahwa melakukan perbuatan zina dengan mahram atau inses adalah suatu perbuatan dosa yang sangat besar. Bahkan hubungan inses dianggap sebagai perbuatan zina yang paling berat dosanya dibandingkan perbuatan zina yang lain.

Para ulama telah sepakat bahwa pelaku zina akan mendapatkan dosa yang berbeda-beda tergantung dari situasinya. Sebagai contoh, pelaku zina yang terlibat dengan tetangga akan mendapatkan ganjaran dosa yang berbeda dibandingkan dengan pelaku zina yang terlibat dengan salah satu kerabat perempuan. Seperti dikutip dari Merdeka.com, berikut adalah tingkatan dosa zina:

  1. Seseorang yang berzina dengan banyak orang lebih besar dosanya dari pada yang berzina dengan satu orang saja.
  2. Seseorang yang berzina terang-terangan lebih besar dosanya daripada yang berzina secara sembunyi-sembunyi.
  3. Seseorang yang berzina dengan wanita yang bersuami lebih besar dosanya daripada yang berzina dengan wanita yang tidak bersuami. Karena dalam perbuatan tersebut telah merusak perkawinan seseorang.
  4. Seseorang yang berzina dengan tetangga lebih besar dosanya daripada orang yang berzina dengan selain tetangga. Karena perbuatan tersebut dapat merusak hubungan tetangga.
  5. Seorang yang berzina dengan istri mujâhid (orang yang berjihad) di jalan Allâh lebih besar dosanya dari pada yang berzina dengan wanita lainnya.
  6. Seseorang yang berzina dengan mahramnya (seperti ibunya, kakak perempuan, adik perempuan) lebih besar dosanya daripada yang berzina dengan selainnya.

Hukuman Pelaku Inses

Terpidana Zina Dihukum 100 Kali Cambuk
Polisi syariat membawa terpidana kasus zina untuk menjalani hukuman cambuk di halaman Masjid Al-Munawarah, Kota Jantho, Aceh Besar, Jumat (9/4/2020). Pasangan terpidana yang terbukti melanggar Syariat Islam dalam kasus zina itu masing masing menjalani sebanyak 100 cambuk. (CHAIDEER MAHYUDDIN/AFP)

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dosa bagi pelaku zina berbeda-beda tergantung situasinya. Dengan kata lain, hukuman untuk pelaku zina pun dapat berbeda-beda. Hukuman bagi pelaku zina bervariasi mulai dari hukum cambuk 100 kali, sampai dengan hukuman mati.

Perbedaan beratnya hukuman bagi pelaku zina ini tergantung status pelakunya. Jika pelaku zina belum pernah menikah, maka hukuman baginya adalah hukum cambuk sebanyak 100 kali serta diasingkan selama satu tahun.

Sedangkan untuk pelaku zina yang sudah menikah, hukuman baginya adalah hukuman mati. Pelaksanaan hukuman mati bagi pelaku zina yang sudah menikah ini dilakukan dengan cara rajam, dengan melempari mereka dengan batu hingga menyebabkan kematian.

Bagi pelaku inses, mereka tidak cukup hanya dihukum dengan cara rajam. Hukuman bagi pelaku inses atau zina dengan mahramnya, jauh lebih berat daripada hukuman zina yang dilakukan oleh seseorang yang telah menikah. Para ulama membedakan hukuman bagi pelaku zina dengan inses.

Sebagian besar ulama berpendapat, hukuman bagi pelaku inses, tidak peduli apakah pelakunya sudah menikah atau belum, adalah hukuman mati dengan cara rajam.

Namun, Imam Ahmad bin Hanbal berpendapat, hukuman bagi pelaku zina dengan inses adalah dengan kematian. Ini berlaku apakah pelaku zina tersebut telah menikah atau belum. Tidak hanya mendapat hukuman mati dengan cara raja, harta yang dimiliki oleh pelaku inses akan menjadi milik baitul maal.

Larangan Inses Menurut UU Perkawinan

Arti Inses dan Sejarah Hubungan Sedarah di Keluarga Firaun Mesir Kuno
Ilustrasi hubungan inses. (dok. 5688709/Pixabay)

Hubungan inses, yang merujuk pada hubungan intim antara individu yang memiliki hubungan kekerabatan dekat, telah diatur dan dilarang oleh hukum. Di Indonesia, larangan melakukan perkawinan sedarah diatur dalam beberapa undang-undang, seperti UU Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam, dan KUH Perdata.

Dalam Pasal 8 UU Perkawinan dijelaskan secara rinci jenis perkawinan-perkawinan yang dilarang, antara lain sebagai berikut:

  1. berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas;
  2. berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya;
  3. berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri menantu dan ibu/bapak tiri;berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan bibi/paman susuan;
  4. berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang; mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin.

Sedangkan dalam hukum adat diatur dalam UU No.1/Drt/1951 tentang Tindakan-tindakan Sementara untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan, Kekuasaan dan Acara Pengadilan-pengadilan Sipil.

Salah satu delik adat yang dikenal di Indonesia adalah delik incest, sebagaimana dikemukakan oleh Oemar Seno Adji, bahwa, “incest ... oleh Hukum Adat Pidana, yang juga hampir di seluruh kepulauan Indonesia mengenal delik adat ini”.

Bahaya dari Hubungan Inses

Menurunkan Risiko Cacat Lahir
Ilustrasi Bayi Sehat Credit: pexels.com/Lisa

Bukan tanpa alasan mengapa inses adalah jenis hubungan yang sangat tabu dan dilarang. Ini tidak lepas dari risiko yang menyertainya, terutama yang terkait dengan genetik. Hubungan inses atau hubungan sedarah dapat mengakibatkan risiko yang serius bagi anak yang lahir dari hubungan tersebut. Risiko tersebut termasuk gangguan genetik yang meningkatkan kemungkinan terjadinya cacat lahir yang serius dengan proporsi yang tinggi.

Efek lain dari hubungan sedarah adalah peningkatan frekuensi kelainan genetik resesif autosomal, di mana individu yang memiliki hubungan sedarah membagi gen yang sama, yang dapat menyebabkan mutasi gen yang bersifat resesif untuk gen tertentu.

Dalam pernikahan antara individu yang masih memiliki hubungan kekerabatan yang dekat, risiko memiliki keturunan dengan kelainan genetik adalah sekitar 1,7-2,8 persen. Ini disebabkan oleh fakta bahwa individu dengan hubungan kekerabatan dekat masih memiliki kesamaan genetik dan potensi kekurangan yang serupa. Kekurangan yang serupa ini meningkatkan kemungkinan terjadinya kelainan genetik pada keturunan mereka.

Studi yang dilakukan oleh BBC menunjukkan bahwa perkawinan dalam hubungan sedarah memiliki kemungkinan 13 kali lebih tinggi untuk memiliki keturunan dengan kelainan genetik, kematian neonatal, atau cacat serius dibandingkan dengan populasi umum. Penelitian juga menunjukkan peningkatan risiko kematian sebesar 1,2 persen dan cacat lahir sebesar 2 persen dibandingkan dengan pernikahan di luar hubungan sedarah.

Risiko Cacat Lahir Akibat Hubungan Inses

Kelainan genetik
Ilustrasi ibu melahirkan anak. (unsplash.com/@solenfeyissa)

Adapun risiko cacat lahir bagi anak yang lahir dari hubungan inses di antaranya adalah sebagai berikut:

1. IQ rendah

Perkawinan sedarah dapat menyebabkan penurunan kemampuan intelektual anak, bahkan berpotensi mengganggu perkembangan normal.

2. Fibrosis kistik

Fibrosis kistik adalah penyakit parah yang mempengaruhi produksi lendir, keringat, dan cairan pencernaan. Hal ini menyebabkan cairan tersebut menjadi kental dan lengket, menyumbat saluran dan lorong tubuh.

3. Risiko lahir prematur dan berat badan rendah

Anak dari perkawinan sedarah memiliki risiko tinggi untuk lahir prematur dengan berat badan rendah. Mereka juga lebih rentan terhadap kelainan fisik yang dapat mempengaruhi penampilan dan kesehatan mereka.

4. Sumbing

Sumbing adalah kelainan bawaan yang sering terjadi akibat kelainan genetik pada orang tua yang memiliki hubungan sedarah. Anak-anak dengan sumbing mengalami kesulitan dalam berbicara dan makan.

5. Kematian neonatal

Beberapa kondisi genetik yang diwariskan melalui perkawinan sedarah dapat menyebabkan kematian bayi saat lahir atau dalam beberapa waktu setelah lahir. Meskipun tidak semua perubahan genetik ini fatal, banyak yang menimbulkan masalah seumur hidup yang seharusnya dapat dihindari.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya