Liputan6.com, Jakarta Hukum taklifi adalah istilah yang mungkin masih belum dipahami oleh sebagian orang. Padahal, setiap umat Islam tentunya sudah familier dengan hukum wajib, sunah, haram, makruh, dan mubah yang telah dipelajari semenjak di sekolah.
Baca Juga
Advertisement
Hukum taklifi menetapkan tindakan yang harus dikerjakan (wajib) atau dihindari (haram) oleh seorang muslim dalam rangka mematuhi perintah dan larangan agama. Hukum taklifi mengatur tata cara ibadah dan perilaku muslim dalam kehidupan sehari-hari.
Hukum taklifi adalah hukum yang memiliki makna tuntutan, yang boleh dikerjakan atau tidak oleh umat Islam. Oleh karena itu, kamu perlu memahami jenis-jenis hukum taklifi ini sebagai seorang muslim agar tetap berjalan di jalan Allah SWT.
Berikut Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Senin (7/8/2023) tentang hukum taklifi.
Mengenal Hukum Taklifi
Hukum taklifi adalah istilah dalam fikih Islam yang mengacu pada kewajiban atau larangan yang diberlakukan oleh Allah SWT kepada umat Islam. Hukum taklifi adalah ketentuan yang menetapkan tindakan yang harus dikerjakan (wajib) atau dihindari (haram) oleh individu dalam rangka mematuhi perintah dan larangan agama. Hukum taklifi adalah bagian dari sistem aturan dalam Islam yang mengatur tata cara ibadah dan perilaku Muslim dalam kehidupan sehari-hari.
Hukum taklifi adalah ketentuan yang berdasarkan pada sumber-sumber hukum Islam, seperti Al-Qur’an, Hadis (ucapan, perbuatan, dan persetujuan Nabi Muhammad), Ijma' (konsensus para ulama), dan Qiyas (analogi berdasarkan prinsip-prinsip hukum Islam). Hukum taklifi mengikat bagi setiap Muslim dan dianggap sebagai perintah Allah SWT yang harus ditaati sebagai bagian dari keyakinan dan ketaatan kepada ajaran agama.
Hukum taklifi adalah ketentuan yang melibatkan kewajiban untuk menjalankan perintah agama (wajib), melakukan tindakan yang dianjurkan (mandub), menjauhi tindakan yang dilarang (haram), menghindari tindakan yang dianjurkan untuk dihindari (makruh), serta melakukan atau meninggalkan tindakan yang diperbolehkan (mubah).
Hukum taklifi adalah landasan hukum dalam Islam yang mengatur kehidupan pribadi, sosial, dan masyarakat muslim, serta memberikan pedoman bagi umat Islam dalam beribadah dan berperilaku sesuai dengan ajaran agama Islam.
Advertisement
Jenis-Jenis Hukum Taklifi
Melansir lmsspada.kemdikbud.go.id, jenis-jenis hukum taklifi adalah sebagai berikut:
1. Wajib
Wajib adalah sesuatu yang dituntut mengerjakannya dengan tuntutan yang pasti atau sesuatu yang mengerjakannya berpahala dan meninggalknnya berdosa. Contoh hukum taklifi wajib ini yaitu salat lima waktu, puasa Ramadhan, menghormati kedua orang tua, dan rendah hati.
2. Mandub (Sunah)
Mandub adalah bentuk masdar dari nadaba-yandubu-nadb, yang berarti mengajak atau menganjurkan. Jadi, mandub berarti sesuatu yang dianjurkan oleh agama. Menurut istilah ushul fiqh, mandub atau sunah adalah hukum yang dituntut oleh asy-syari’ (Allah) kepada mukalaf untuk dikerjakan, tetapi dengan menggunakan redaksi yang tidak tegas. Menurut istilah, seperti dikemukakan Abd. Kkarim Zaidan, mandub adalah sesuatu perbuatan yang dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya, di mana akan diberi pahala orang yang melaksanakannya, namun tidak dicela orang yang tidak melaksanakannya. Mandub juga di sebut sunnah, nafilah, mustahab, tatawwu’, ihsan, dan fadilah.
3. Haram
Kata haram secara etimologi berarti suatu yang dilarang mengerjakannya. Secara terminologi usul fikih kata haram berarti suatu yang dilarang oleh Allah SWT dan Rasul-Nya, di mana orang yang melanggarnya dianggap durhaka dan diancam dengan dosa, dan orang yang meninggalkannya karena mentaati Allah SWT diberi pahala.
Misalnya larangan berzinah (Q.S al-Isra’: 32), larangan mencuri (Q.S. al-Maidah: 38), larangan membunuh (Q.S. al-Nisa’: 29), larangan menganiaya (Q.S. al-Baqarah: 279). Dalam kajian usl fikih dijelaskan bahwa, sesuatu tidak akan dilarang atau diharamkan kecuali karena sesuatu itu mengandung bahaya bagi kehidupan manusia. Haram disebut juga muharram (suatu yang diharamkan).
4. Makruh
Secara bahasa kata makruh berarti sesuatu yang dibenci. Menurut istilah usul fikih kata makruh, menurut mayoritas ulama usul fikih berarti sesuatu yang dianjurkan syari’at untuk meninggalkannya. Bila ditinggalkan akan mendapat pujian, dan apabila dilanggar tidak berdosa. Contohnya, seperti dikemukakan oleh Wahhab az-Zuhaili, dalam mazhab Hambali ditegaskan makruh hukumnya berkumur dan memasukkan air ke hidung secara berlebihan ketika akan berwudhu di siang hari Ramadan, karena dikhawatirkan air akan masuk kerongga kerongkongan dan tertelan.
5. Mubah
Secara bahasa kata mubah berarti sesuatu yang dibolehkan atau diizinkan. Menurut istilah usul fikih, seperti dikemukakan oleh Abdul Karim Zaidan, berarti suatu yang diberi pilihan oleh syari’at apakah seorang mukallaf akan melakukannya atau tidak melakukannya, dan tidak ada hubungannya dengan dosa dan pahala.
Misalnya, ketika ada cekcok yang berkepanjangan dalam rumah tangga dan dikhawatirkan tidak lagi akan hidup bersama, maka boleh (mubah) bagi seorang istri membayar sejumlah uang kepada suami agar suaminya itu menceraikannya, sesuai dengan petunjuk Allah SWT dalam ayat 229 Surat al-Baqarah:
“Jika kamu khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang akan diberikan oleh istri untuk menebus dirinya...”.
Advertisement