Contoh Ngoko Alus dan Ngoko Lugu, Pahami Konsep Undha Usuk dalam Bahasa Jawa

Untuk dapat membuat contoh ngoko alus dalam bahasa Jawa, tentu penting bagi kita untuk memahami undha usuk dalam bahasa Jawa.

oleh Mabruri Pudyas Salim diperbarui 29 Sep 2023, 08:16 WIB
Diterbitkan 28 Sep 2023, 17:00 WIB
Tata Krama Bahasa Jawa
Manuskrip tulisan tangan dengan aksara Jawa berjudul 'Basa Kedathon' yang berisi bahasa Jawa yang diucapkan para raja di lingkungan istana.(Liputan6.com/Fajar Abrori)

Liputan6.com, Jakarta Untuk dapat membuat contoh ngoko alus dalam bahasa Jawa, tentu penting bagi kita untuk memahami undha usuk. Undha usuk dalam bahasa Jawa merujuk pada ragam bahasa atau variasi-variasi bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi. Perbedaan antara satu variasi bahasa dengan yang lainnya akan memengaruhi nuansa kesponan dalam berbahasa.

Dalam konteks pendidikan, undha usuk basa (variasi bahasa Jawa) dianggap penting untuk diajarkan, terutama pada tingkat Sekolah Dasar. Penataan materi ajar yang baik dan tepat adalah kunci keberhasilan pembelajaran ragam bahasa ini.

Dalam bahasa Jawa, undha usuk secara umum dibagi dua, yakni bahasa jawa ngoko dan bahasa Jawa Krama. Tiap-tiap jenis undha usuk tersebut masih dapat dibedakan lagi menjadi dua.

Untuk memahami lebih dalam apa itu undha usuk dan contoh-contohnya, simak penjelasan selengkapnya berikut ini seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Kamis (28/9/2023).

Pembagian Undha Usuk dalam Bahasa Jawa

Pembagian undha usuk dalam bahasa Jawa mengikuti tataran atau tingkatan bahasa Jawa berdasarkan panggenane, yaitu tujuan atau situasi komunikasi di mana bahasa tersebut digunakan. Ada dua tataran utama dalam undha usuk basa Jawa, yaitu basa ngoko dan basa krama. Masing-masing dari tataran ini memiliki dua variasi lagi, sehingga total ada empat variasi undha usuk basa Jawa, yaitu:

1. Basa Ngoko

Basa ngoko digunakan dalam situasi yang lebih santai dan informal. Terdapat dua variasi dalam basa ngoko:

  1. Ngoko Lugu: Digunakan dalam komunikasi sehari-hari antara orang dewasa. Misalnya, digunakan oleh orang tua kepada anak-anak, guru kepada murid, atau antara teman sebaya.
  2. Ngoko Alus: Jenis basa ngoko yang lebih sopan dan beradab. Digunakan oleh seseorang yang memiliki pangkat atau kedudukan yang lebih tinggi dalam situasi yang tidak terlalu resmi. Contohnya, digunakan oleh seseorang yang lebih tua dalam berbicara dengan seseorang yang lebih muda atau digunakan dalam percakapan dengan teman sebaya.

2. Basa Krama

Basa krama digunakan dalam situasi yang lebih resmi dan formal. Terdapat juga dua variasi dalam basa krama:

  1. Krama Lugu: Digunakan dalam komunikasi formal dengan orang yang sebaya atau memiliki kedudukan yang sama. Misalnya, dalam percakapan di antara rekan-rekan sejawat.
  2. Krama Alus: Jenis basa krama yang paling sopan dan digunakan dalam komunikasi formal dengan orang yang lebih tua, berkedudukan lebih tinggi, atau dalam situasi resmi. Biasanya digunakan oleh anak kepada orang tua atau dalam situasi resmi seperti upacara adat.

Pemahaman dan penggunaan undha usuk ini sangat penting dalam bahasa Jawa, karena salah penggunaan tataran atau variasi bahasa dapat dianggap kurang sopan atau tidak menghormati. Oleh karena itu, pemahaman akan undha usuk membantu seseorang untuk berkomunikasi dengan tepat sesuai konteks dan situasi yang dihadapi.

Ciri-Ciri Ngoko Lugu dan Contohnya

bahasa jawa
Aksara bahasa Jawa. (Foto : Wikipedia.com)

Variasi bahasa Jawa ngoko lugu dapat memiliki ciri-ciri yang membedakannya dengan variasi bahasa ngoko alus. Adapun ciri-ciri ngoko lugu antara lain adalah sebagai berikut:

a. Tetembungane ngoko kabeh

Ngoko Lugu menggunakan kata-kata dalam bentuk ngoko (bahasa sehari-hari) untuk semua kata dalam kalimat. Artinya, semua kata dalam kalimat tetap menggunakan bentuk dasar atau kata-kata dalam bahasa sehari-hari tanpa adanya perubahan.

b. Nggunakake ater-ater tripurusa (dak-, ko-, di-) ngoko

Dalam bahasa Ngoko Lugu, penggunaan kata kerja untuk orang pertama (aku), orang kedua (kamu), dan orang ketiga (dia) mengikuti bentuk kata kerja dalam bahasa sehari-hari (ngoko).

Contohnya:

  • Orang pertama (aku): Menggunakan kata kerja dengan awalan "dak-", seperti "dak-temu" (aku temukan).
  • Orang kedua (kamu): Menggunakan kata kerja dengan awalan "ko-", seperti "ko-turut" (kamu telusuri).
  • Orang ketiga (dia): Menggunakan kata kerja dengan awalan "di-", seperti "di-gawa" (dibawa).

c. Nggunakake panambang (-ku, -mu, -e, -ake)

Bahasa Ngoko Lugu juga menggunakan bentuk kata sifat atau kata ganti kepemilikan dan kata ganti kepunyaan yang sederhana. Contohnya:

  • -ku: untuk menyatakan kepemilikan orang pertama (aku), seperti "omahku" (rumahku).
  • -mu: untuk menyatakan kepemilikan orang kedua (kamu), seperti "bukumu" (bukumu).
  • -e: untuk menyatakan kepemilikan orang ketiga (dia), seperti "sepedae" (sepedanya).
  • -ake: untuk menyatakan kepemilikan jamak, seperti "sing ngancani awakmu" (yang menemanimu).

d. Penggunaan kata ganti

Dalam bahasa Ngoko Lugu, kata ganti orang pertama adalah "aku" dan kata ganti orang kedua adalah "kowe." Ciri ini menunjukkan penggunaan kata ganti yang sederhana dan tidak terlalu formal dalam bahasa Ngoko Lugu.

Ini adalah ciri-ciri khas dari bahasa Ngoko Lugu dalam bahasa Jawa, yang menunjukkan penggunaan bahasa sehari-hari yang sederhana dan tidak terlalu resmi.

Untuk memahami lebih dalam mengenai variasi bahasa ngoko lugu, simak beberapa contoh kalimat berikut:

(1) Sesuk sore aku arep lunga mancing.

(2) Wingi sore dak kowe mrene?

(3) Pak dhe arep tuku montor anyar.

(4) Buku sing ning meja apa kojupuk?

Contoh Ngoko Alus dan Ciri-cirinya

Ilustrasi Jawa
Ilustrasi Jawa. (Unsplash/Agto Nugroho)

Variasi bahasa Jawa ngoko alus pun memiliki ciri-ciri yang membedakannya dengan variasi bahasa ngoko alus. Adapun ciri-ciri ngoko alus antara lain adalah sebagai berikut:

a. Tetembungane ngoko kecampur tembung krama inggil ing jejer, wasesa lan tembung kriya

Dalam bahasa Ngoko Alus, terdapat campuran antara kata-kata dari bahasa Ngoko (sehari-hari) dengan kata-kata dari bahasa Krama Inggil (resmi). Penggunaan kata-kata krama inggil biasanya digunakan untuk fungsi kalimat jejer (subjek) dan wasesa (predikat). Selain itu, bahasa Ngoko Alus juga menggunakan kata krama inggil untuk kata-kata kriya (kata kerja).

b. Nggunakake ater-ater tripurusa (dak-, ko-, di-) ngoko

Seperti dalam bahasa Ngoko Lugu, dalam bahasa Ngoko Alus juga digunakan kata kerja yang berawalan "dak-" untuk orang pertama (aku), "ko-" untuk orang kedua (kamu), dan "di-" untuk orang ketiga (dia) dalam bahasa Ngoko.

c. Nggunakake panambang (-i, -e, -ake)

Bahasa Ngoko Alus menggunakan kata-kata yang lebih formal dan kompleks, termasuk kata ganti kepemilikan dan kata ganti kepunyaan yang lebih formal.

d. Penggunaan kata ganti

Dalam bahasa Ngoko Alus, kata ganti orang pertama adalah "aku," tetapi kata ganti orang kedua adalah "panjenengan." Penggunaan "panjenengan" menunjukkan tingkat keformalan yang lebih tinggi daripada "kowe" dalam bahasa Ngoko Lugu.

Ini adalah ciri-ciri khas dari bahasa Ngoko Alus dalam bahasa Jawa, yang mencampurkan unsur-unsur bahasa sehari-hari dengan bahasa formal, menggunakan kata-kata yang lebih kompleks, dan menunjukkan tingkat keformalan yang lebih tinggi terutama dalam penggunaan kata ganti kedua orang.

Untuk memahami lebih dalam, simak contoh ngoko alus berikut:

(1) Panjenengan mau apa sida sare?

(2) Ardi didukani pak Guru amarga ora nggarap PR.

(3) Mau esuk Eyang tindak pasar.

(4) Ardhi diutus pak guru tuku bolpen ireng.

Ciri-Ciri Krama Lugu dan Contohnya

Ilustrasi wayang kulit, Jawa
Ilustrasi wayang kulit, Jawa. (Image by pikisuperstar on Freepik)

Variasi bahasa Jawa krama lugu memiliki ciri-ciri yang membedakannya dengan variasi bahasa Jawa lainnya. Adapun ciri-ciri krama lugu antara lain adalah sebagai berikut:

Ciri-ciri dari bahasa Krama Lugu dalam bahasa Jawa adalah sebagai berikut:

a. Tetembungane krama lugu kabeh

Dalam bahasa Krama Lugu, semua kata-kata yang digunakan adalah kata-kata formal atau kata-kata yang lebih sopan. Tidak ada campuran dengan kata-kata dari bahasa sehari-hari (Ngoko).

b. Ater-ater lan panambange dikramakake (dipun-, -ipun, -aken)

Bahasa Krama Lugu menggunakan kata-kata seperti "dipun-," "-ipun," atau "-aken" untuk mengungkapkan kata kerja pasif atau hubungan antara objek dan subjek. Contohnya: dipunpendhet (diambil), sampeyanipun (anda juga), dan kesahipun (kepergian Anda).

c. Tembung sesulih utama purusa (orang pertama): kula; Tembung madya purusa (orang kedua): sampeyan

Dalam bahasa Krama Lugu, kata ganti orang pertama adalah "kula," dan kata ganti orang kedua adalah "sampeyan." Ini adalah tanda ciri tingkat keformalan yang tinggi dalam bahasa ini.

Ciri-ciri ini menunjukkan bahwa bahasa Krama Lugu adalah bahasa formal yang digunakan dalam situasi-situasi resmi atau sopan, dan penggunaannya menunjukkan tingkat kehormatan yang tinggi terhadap lawan bicara.

Contoh-contoh kalimat dalam bahasa Krama Lugu:

(1) "Sampeyan kalawau sampun nedha?" (Apakah Anda sudah pulang?)

(2) "Sampeyan mangke bidal/kesah jam pinten?" (Apakah Anda sudah menyiapkan pernikahan dengan baik?)

(3) "Adhi dipunpendhet bapak saking dalemipun Simbah." (Anaknya dimandikan oleh ayah dari dalam keluarga Simbah.)

Ciri-Ciri Krama Alus dan Contoh Kalimatnya

Ilustrasi wayang kulit, Jawa
Ilustrasi wayang kulit, Jawa. (Photo by Lighten Up on Unsplash)

Variasi bahasa Jawa krama inggil memiliki ciri-ciri yang membedakannya dengan variasi bahasa Jawa lainnya. Adapun ciri-ciri krama lugu antara lain adalah sebagai berikut:

a. Tetembungane nggunakake krama kecampuran krama inggil:

Dalam bahasa Krama Alus, kata-kata yang digunakan merupakan campuran antara kata-kata dari Krama Inggil (tingkat formal) dan Krama Madya (tingkat tengah). Ini menunjukkan bahwa bahasa ini adalah tingkat formal yang sedikit lebih tinggi daripada Krama Lugu.

b. Tembung krama inggil tumrap sing diajak guneman

Bahasa Krama Alus menggunakan kata-kata formal atau sopan yang juga digunakan dalam Krama Inggil untuk menyatakan maksud atau tindakan yang bersifat formal. Ini menunjukkan tingkat keformalan yang tinggi dalam bahasa ini.

c. Ater-ater lan panambange dikramakake (dipun-, -ipun, -aken)

Seperti dalam Krama Lugu, bahasa Krama Alus juga menggunakan kata-kata seperti "dipun-," "-ipun," atau "-aken" untuk mengungkapkan kepemilikan atau hubungan antara objek dan subjek.

d. Penggunaan Kata Ganti

Dalam bahasa Krama Alus, kata ganti orang pertama dapat berupa "kula," "kawula," atau "abdi dalem," sedangkan kata ganti orang kedua adalah "panjenengan" atau "panjenengan dalem."

Ciri-ciri ini menunjukkan bahwa bahasa Krama Alus adalah bahasa formal dengan tingkat kehormatan yang tetap tinggi, namun sedikit lebih fleksibel daripada Krama Lugu. Bahasa ini digunakan dalam situasi resmi atau sopan, tetapi dapat menjadi pilihan yang lebih umum dalam percakapan sehari-hari daripada Krama Lugu.

Contoh-contoh kalimat dalam bahasa Krama Alus:

(1) "Panjenengan kalawau sampun dhahar?" (Anda sudah makan?)

(2) "Simbah tindak peken mbekta songsong (payung)." (Simbah pergi ke pasar dengan membawa payung.)

(3) "Panjenengan dipunaturi jumeneng sawetawis." (Anda diminta berdiri sejenak.)

(4) "Babagan punika kula dereng mangertos, Bu." (Tentang itu, saya belum mengerti, Bu.)

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya