Liputan6.com, Jakarta Amicus curiae adalah istilah Latin yang secara harfiah berarti "teman pengadilan." Dalam konteks sistem peradilan di Indonesia, amicus curiae merujuk pada pihak ketiga atau lembaga independen yang memberikan pendapat atau saran kepada pengadilan terkait suatu perkara yang sedang diputus. Tujuan dari amicus curiae adalah memberikan perspektif atau informasi tambahan kepada pengadilan yang dapat membantu dalam pengambilan keputusan yang lebih tepat.
Baca Juga
Istilah amicus curiae ini sedang hangat dibicarakan oleh publik, karena Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang mengajukan diri menjadi amicus curiae untuk perkara sengketa hasil Pilpres 2024. Bahkan diketahui dokumennya sudah diserahkan ke Mahkamah Konstitusi pada Selasa, 16 April 2024 kemarin.
Advertisement
Lantas apa itu amicus curiae dan tujuannya dalam sistem peradilan di Indonesia? Berikut Liputan6.com ulas mengenai pengertian amicus curiae beserta tujuan dan fungsinya yang telah dirangkum dari berbagai sumber, Rabu (17/4/2024).
Pengertian Amicus Curiae
Amicus curiae merupakan istilah Latin yang secara harfiah berarti "teman pengadilan." Secara umum, amicus curiae adalah orang atau organisasi yang bukan pihak dalam suatu perkara hukum dan mungkin atau mungkin tidak diminta oleh suatu pihak dan yang membantu pengadilan dengan menawarkan informasi, keahlian, atau wawasan yang memiliki kaitan dengan isu-isu dalam kasus tersebut; dan biasanya disajikan dalam bentuk singkat. Pengadilan bebas memutuskan apakah mereka akan mempertimbangkan suatu amicus brief (laporan singkat dari amicus curiae) atau tidak.
Amicus Curiae adalah pihak ketiga yang merasa berkepentingan terhadap suatu perkara, dengan memberikan pendapat hukumnya di pengadilan. Amicus Curiae hanya sebatas memberikan opini, dan bukan melakukan perlawanan. Amicus Curiae belum diatur secara jelas di Indonesia, namun dasar hukum diterimanya konsep Amicus Curiae di Indonesia adalah mengacu pada Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Advertisement
Tujuan dan Fungsi Amicus Curiae
Partisipasi amicus curiae dalam sistem peradilan bertujuan untuk memberikan pandangan yang luas dan mendalam terkait masalah hukum yang sedang dipertimbangkan. Dengan memberikan sudut pandang yang berbeda, amicus curiae dapat membantu pengadilan memahami implikasi lebih luas dari keputusan yang akan diambil, terutama dalam kasus-kasus yang memiliki dampak sosial, politik, atau hukum yang signifikan.
Selain memberikan sudut pandang tambahan, amicus curiae juga dapat memastikan bahwa hak-hak individu atau kepentingan umum terjaga dengan baik dalam proses peradilan. Dengan menjadi 'teman pengadilan,' amicus curiae membantu memastikan bahwa keadilan dipertimbangkan dari berbagai perspektif, sehingga memperkuat integritas sistem peradilan Indonesia secara keseluruhan.
Sedangkan untuk fungsi dari amicus curiae adalah untuk mempertimbangkan hasil keputusan dalam kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia atau HAM. Selain itu, amicus curiae ini juga dapat berfungsi dalam kasus banding dan isu kepentingan umum seperti masalah sosial atau kebebasan sipil yang sedang diperdebatkan. Tak hanya itu, fungsi lain dari amicus curiae adalah untuk mengklarifi kasi isu-isu faktual, menjelaskan isu-isu hukum dan mewakili kelompok-kelompok tertentu.
Kedudukan Amicus Curiae
Biasanya hakim di negara-negara yang sudah mengakui dan mengakomodir Amicus Curiae atau pengadilan-pengadilan internasional yang berkaitan dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia atau HAM di dalam membuat putusannya selalu mempertimbangkan dan menilai Amicus Curiae. Pelaksanaan Amicus Curiae biasanya digunakan untuk kasus-kasus dalam proses banding dan isu-isu kepentingan umum, seperti masalah sosial atau kebebasan sipil yang sedang diperdebatkan. Sehingga putusan hakimnya akan memiliki dampak yang luas terhadap hak-hak masyarakat. Terdapat tiga kategori Amicus Curiae, yaitu:
- Mengajukan ijin atau permohonan untuk menjadi pihak yang berkepentingan dalam persidangan.
- Memberikan pendapat atas permintaan hakim.
- Memberikan informasi atau pendapat atas perkaranya sendiri.
Pada dasarnya sistem pembuktian adalah pengaturan tentang macammacam alat bukti yang boleh dipergunakan, penguraian alat-alat bukti, dan dengan cara-cara bagaimana alat-alat bukti itu digunakan, serta bagaimana hakim harus membentuk keyakinan di depan sidang pengadilan. Sumber-sumber hukum pembuktian adalah:
- Undang-undang
- Doktrin atau ajaran
- Yurisprudensi.
Perlu diketahui bahwa keterangan yang diberikan dapat disampaikan secara tertulis ataupun lisan. Berkas yang diajukan secara tertulis disebut sebagai amicus brief. Keterangan dari seorang amicus curiae disampaikan atas permintaan diri sendiri atau dari pengadilan asalkan diizinkan ketua pengadilan.
Advertisement
Penerapan Amicus Curiae Dalam Sistem Peradilan di Indonesia
Meskipun praktik amicus curiae lazim dipakai di negara dengan sistem hukum common law, bukan berarti praktek ini tak ada atau tidak diterapkan di Indonesia. Jika kita merujuk pada semangat amicus curiae yakni untuk membantu hakim agar adil dan bijaksana dalam memutus perkara, maka hal ini telah diakui dan dipraktekkan dalam sistem hukum kita. Kewajiban hakim untuk “menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat,” telah ditetapkan oleh UU Kekuasaan Kehakiman yang berlaku untuk seluruh hakim di seluruh lingkup peradilan maupun tingkat pengadilan.
Ketentuan tersebut mewajibkan Hakim untuk membuka seluas-luasnya informasi dan pendapat dari berbagai kalangan, baik yang menjadi para pihak yang berperkara, maupun melalui masukan dari pihak di luar para pihak yang berperkara, seperti menggunakan hasil penelitian, mengundang ahli atau berdiskusi dengan pihak yang dinilai memahami masalah-masalah yang sedang diperiksa. Keterbukaan pikiran dan luasnya informasi yang didapat oleh Hakim, akan membantu hakim sendiri untuk menghasilkan putusan yang adil dengan pertimbangan yang arif dan bijaksana.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa konsep Amicus Curiae telah diadopsi sebagian dalam hukum acara TUN dan uji materi di MK. Namun, untuk amicus curiae dalam bentuk pemberian keterangan tertulis (amicus brief) secara mandiri, sejauh ini belum terdapat peraturan yang mengaturnya. Walaupun demikian, pemberian komentar tertulis (amicus brief) dalam prakteknya telah berlangsung dalam praktek hukum di Indonesia, baik di ranah peradilan pidana, perdata, maupun ketatanegaraan.