Liputan6.com, Jakarta Di tengah perkembangan bahasa dan budaya, istilah-istilah dalam bahasa gaul Jaksel (Jakarta Selatan) semakin berkembang. Bahasa ini merupakan kebanggaan bagi warga dan anak muda di Jakarta Selatan, terutama generasi Z dan ABG (Anak Baru Gede). Tren penggunaan bahasa ini mulai populer sekitar tahun 2018 dan istilah yang semakin ramai diperbincangkan adalah meet life crisis.
Baca Juga
Advertisement
Meet life crisis atau dalam bahasa Indonesia disebut krisis paruh baya, merupakan periode yang ditandai dengan ketidakstabilan emosional dan psikologis, di mana sering terjadi pada usia pertengahan, kira-kira antara 40 hingga 60 tahun, ketika seseorang merasa kecewa atau tidak puas dengan pencapaian hidup mereka.
Meskipun istilah ini diperkenalkan oleh psikoanalisis bernama Elliot Jacques pada tahun 1965, penting untuk diingat bahwa tidak semua orang akan mengalami krisis paruh baya ini. Selama meet life crisis atau midlife crisis, individu cenderung mulai merenung tentang arti hidup dan pencapaian mereka.Â
Penting bagi Anda untuk membedakan antara midlife crisis dan quarter life crisis. Midlife crisis terjadi pada orang paruh baya (biasanya 40–50 tahun), sementara quarter life crisis terjadi pada individu yang lebih muda, kira-kira antara usia 18 hingga 30 tahun. Meskipun kedua kondisi ini dapat menimbulkan gejala yang serupa, seperti perasaan khawatir, bingung dan takut terhadap masa depan, faktor-faktor yang mempengaruhinya bisa berbeda.
Berikut ini arti meet life crisis yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Senin (13/5/2024).Â
Â
Mengenal Apa Itu Meet Life Crisis
Dalam era kemajuan teknologi informasi yang melaju dengan cepat, kita sering kali disuguhi dengan kemunculan berbagai istilah baru yang menarik perhatian dan menjadi viral di media sosial. Salah satunya adalah istilah "meet life crisis." Meskipun secara penulisan istilah ini keliru, kita dengan cepat dapat menghubungkannya dengan konsep yang lebih dikenal sebagai "midlife crisis". Fenomena ini menarik perhatian banyak pengguna internet, terutama di platform seperti TikTok, di mana "meet life crisis" menjadi perbincangan hangat.
Midlife crisis atau krisis pertengahan hidup, merupakan periode psikologis yang sering dialami oleh individu di usia paruh baya, umumnya antara 40 hingga 60 tahun. Pada tahap ini, seseorang mengalami perubahan yang signifikan dalam aspek emosional, mental dan sosialnya. Pada fase ini, individu sering kali merasa terjebak dalam rutinitas dan tanggung jawab hidup yang telah terbangun seiring berjalannya waktu. Munculnya pikiran untuk mengubah arah hidup, mempertanyakan makna eksistensi, dan mencari kembali identitas diri yang sejati menjadi hal yang umum terjadi.
Menurut Michael G. Wetter, seorang psikolog klinis yang berbasis di Los Angeles, "Krisis paruh baya adalah periode ketika seseorang mulai mempertanyakan pencapaian dan kepuasan hidup yang telah mereka raih. Mereka mungkin mempertanyakan apa yang sebenarnya memberikan makna dan kepuasan di dalam hidup, terutama hal-hal yang mungkin telah terlewatkan atau belum dieksplorasi."
Pertanyaan-pertanyaan ini dapat memunculkan perubahan mendadak dalam karir, komitmen hubungan, atau minat baru dalam hobi. Namun, mereka juga bisa melibatkan perilaku impulsif seperti pengeluaran berlebihan atau masalah kesehatan. Terkadang, mereka membawa lebih banyak konsentrasi dan dedikasi pada keluarga, atau dorongan yang lebih besar untuk menikmati hidup dengan lebih menyeluruh, serta mengurangi fokus pada karir.
Menurut American Psychological Association, perubahan dalam gaya hidup seperti menjadi orangtua, promosi di tempat kerja, atau pensiun, bersama dengan kesadaran akan kematian seiring bertambahnya usia, bisa menjadi pemicu krisis ini. Bagi mereka yang memiliki anak, fenomena ketika anak-anak meninggalkan rumah, bisa memicu penilaian kembali atas prioritas dan dinamika hubungan mereka.
Advertisement
Penyebab dan Tanda Umum yang Terjadi
Meet life crisis atau lebih tepatnya midlife crisis adalah fenomena kompleks, yang bisa dipicu oleh berbagai faktor, seperti perceraian, kehilangan orang yang dicintai, rasa bosan, atau peristiwa signifikan dalam hidup. Menurut Krystal Jackson, seorang terapis berlisensi dan CEO Simply Being Wellness Counseling di Farmington, yang memiliki pengalaman dalam membantu klien paruh baya menghadapi transisi kehidupan, perubahan ini seringkali muncul ketika identitas seseorang dan tujuan hidupnya saling bertentangan, terutama karena proses penuaan.
Masa paruh baya bisa menjadi waktu yang penuh dengan perubahan signifikan. Mulai dari peningkatan atau penurunan tanggung jawab, seperti anak-anak yang menjadi mandiri atau perawatan orang tua yang semakin intens, hingga menyadari bahwa jalur karier yang diikuti belum memberikan kepuasan yang diharapkan. Mungkin juga menyadari penurunan kemampuan fisik, kekecewaan dalam hubungan, atau kesadaran akan kegagalan mencapai tujuan hidup utama.
Menurut Jackson dan Dr. Wetter, cara individu merespons krisis paruh baya dapat sangat beragam. Beberapa mungkin mengalami sedikit gejala luar yang jelas tetapi merasa bingung atau kebingungan, sementara yang lain mungkin mengembangkan strategi penanganan yang merugikan kesehatan, keuangan, atau hubungan mereka.
Adapun tanda dan gejala umum dari krisis paruh baya meliputi:
- Kecemasan.
- Perubahan karier atau gaya hidup yang tiba-tiba, seperti berhenti dari pekerjaan atau pindah rumah.
- Perubahan perilaku, termasuk menjadi antisosial, impulsif, atau tidak rasional.
- Kenangan dan refleksi kronis tentang masa lalu yang berfokus pada kenangan masa muda, mantan kekasih, petualangan masa lalu, atau memiliki lebih sedikit tanggung jawab pada tahap kehidupan sebelumnya.
- Depresi atau perubahan suasana hati yang besar.
- Tidak menghormati hubungan romantis (penghindaran, kecurangan, perselingkuhan dalam pernikahan, dll.)
- Perubahan dramatis dalam penampilan, perilaku, atau perawatan diri.
- Keragu-raguan yang berlebihan.
- Perasaan marah, bosan, hampa, mudah tersinggung, kehilangan tujuan, nostalgia, dendam, sedih atau tidak terpenuhi.
- Irasionalitas keuangan dan pengeluaran berlebihan.
- Hipokondria dan masalah kesehatan yang berlebihan.
- Membuat rencana besar di masa depan, seperti perjalanan atau investasi, yang sebelumnya mungkin tidak mungkin dilakukan atau tidak dapat dilakukan karena kendala keluarga, pekerjaan, atau keuangan.
- Transisi keagamaan dan spiritual, seperti mendalami suatu agama, berpindah agama, atau memulai praktik baruMerenungkan kesalahan dan kegagalan masa lalu.
- Gangguan pola tidur.
- Pertambahan atau penurunan berat badan.
- Penarikan dari rutinitas normal.
Dampak dan Strategi dalam Menangani Midlife Crisis
Midlife crisis atau krisis paruh baya menandai sebuah fase yang substansial dalam kehidupan individu, di mana mereka mulai merenungkan makna dan tujuan hidup mereka. Pada titik ini, mereka mungkin merasa tidak puas dengan pencapaian mereka sejauh ini, dan mulai berspekulasi tentang apa yang masih ingin mereka capai di masa depan. Dampak dari krisis paruh baya ini dapat sangat signifikan, tidak hanya dari segi psikologis, tetapi juga secara emosional.
Secara psikologis, midlife crisis sering kali memicu perasaan kebingungan dan kecemasan yang mendalam. Individu mulai mempertanyakan keputusan-keputusan yang telah mereka buat sebelumnya dan merasa cemas karena waktu untuk mencapai tujuan mereka semakin terbatas. Hal ini dapat menyebabkan kekhawatiran dan kegelisahan yang intens.
Di sisi emosional, midlife crisis dapat memunculkan perasaan kehilangan, penyesalan, dan kekecewaan yang dalam. Individu mungkin merasa terperangkap dalam rutinitas hidup mereka dan merindukan masa-masa yang lebih bebas dan tanpa beban. Ketidakpuasan ini dapat menyebabkan ketidakbahagiaan, yang berdampak pada berbagai aspek kehidupan, termasuk hubungan interpersonal.
Midlife crisis juga bisa memiliki dampak negatif yang signifikan pada hubungan pernikahan, persahabatan, dan keluarga. Individu yang mengalami krisis ini mungkin merasa tergoda untuk mencari kebahagiaan di luar hubungan mereka, atau merasa tidak puas dengan pasangan mereka.
Ini bisa mengarah pada konflik dan perpecahan dalam hubungan. Karena itu, penting bagi individu yang mengalami midlife crisis untuk mencari dukungan dari orang-orang terdekat dan mencari keseimbangan serta makna dalam kehidupan mereka.
Ada beberapa strategi yang bisa dipertimbangkan untuk mengatasi situasi ini, dengan cara yang sehat dan konstruktif.
1. Mencari bantuan profesional seperti konseling atau terapi psikologis dapat membantu dalam mengatasi midlife crisis. Konselor atau terapis dapat memberikan dukungan dan bimbingan dalam mengeksplorasi dan memahami perasaan dan pikiran yang muncul selama periode ini.
2. Menemukan hobi atau minat baru dapat memberikan kepuasan dan mengalihkan perhatian dari perasaan kecewa atau penyesalan. Aktivitas yang bermakna dapat membantu individu menemukan tujuan dan kepuasan yang baru dalam hidup mereka. Selain itu, menjaga kesehatan fisik dan mental juga penting, dengan rutin berolahraga, tidur yang cukup, dan menjaga pola makan sehat.
3. Membuka komunikasi dengan pasangan atau keluarga merupakan langkah penting dalam menghadapi midlife crisis. Berbicara terbuka tentang perasaan dan kekhawatiran dengan orang terdekat dapat membantu memperbaiki hubungan dan mendapatkan dukungan emosional.
Â
Advertisement