Hibah Adalah: Konsep, Dasar Hukum, dan Ketentuannya, Jangan Salah Kaprah!

Hibah adalah bentuk pemberian yang memiliki dasar hukum yang jelas, baik dalam hukum Islam maupun hukum positif di Indonesia.

oleh Laudia Tysara diperbarui 21 Nov 2024, 10:45 WIB
Diterbitkan 21 Nov 2024, 10:45 WIB
Tadarus Al-Qur’an Raksasa di Masjid Yaman
Umat Muslim berkumpul untuk membaca Al-qur'an pada hari pertama bulan suci Ramadhan di Masjid Al-Kabir di kota tua Sanaa, ibu kota Yaman, 2 April 2022. Pada bulan Ramadhan umat muslim memanfaatkan waktu untuk memperbanyak ibadah dengan membaca Al Quran. (MOHAMMED HUWAIS/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Memahami apa itu hibah penting bagi siapa saja yang ingin memberikan atau menerima pemberian secara sukarela. Hibah adalah salah satu bentuk transaksi yang sering terjadi di masyarakat, baik dalam konteks agama Islam maupun dalam kegiatan ekonomi secara umum.

Memahami konsep hibah secara mendalam, kita bisa mengetahui bagaimana cara melakukannya dengan benar sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hibah adalah bentuk pemberian yang memiliki dasar hukum yang jelas, baik dalam hukum Islam maupun hukum positif di Indonesia.

Dalam Islam, hibah adalah bentuk sedekah yang sangat dianjurkan dan memiliki banyak keutamaan. Sementara dalam ekonomi, hibah adalah salah satu cara untuk mengalihkan kepemilikan harta atau barang tanpa adanya imbalan atau kompensasi.

Mengetahui ketentuan dan rukun hibah juga sangat penting agar proses pemberian hibah dapat dilakukan dengan sah dan tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari. Memahami syarat-syarat hibah, baik pemberi maupun penerima hibah bisa melakukannya dengan penuh tanggung jawab dan sesuai dengan aturan.

Berikut Liputan6.com ulas lengkapnya, Kamis (21/11/2024).

Hibah adalah Apa?

Tadarus Al-Qur’an Raksasa di Masjid Yaman
Pria Muslim membaca Al-qur'an pada hari pertama Ramadhan di Masjid Al-Kabir di ibu kota Yaman, Sanaa, 2 April 2022. Pemberontak Huthi yang didukung Iran dan koalisi pimpinan Saudi sepakat untuk mematuhi gencatan senjata dua bulan, yang mulai berlaku pada hari pertama puasa. (MOHAMMED HUWAIS/AFP)

Hibah adalah pemberian secara sukarela dari seseorang kepada orang lain tanpa mengharapkan imbalan atau balasan apapun. Dalam Islam, hibah adalah bentuk sedekah yang sangat dianjurkan dan memiliki banyak keutamaan.

Nabi Muhammad SAW bersabda, "Saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian akan saling mencintai." (HR. Bukhari). Hadis ini menunjukkan bahwa hibah adalah cara untuk menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang antar sesama manusia.

Secara bahasa, hibah berasal dari kata "wahaba" yang artinya memberi. Menurut istilah syara', hibah adalah akad yang menjadikan kepemilikan tanpa adanya pengganti ketika masih hidup dan dilakukan secara sukarela, sebagaimana dijelaskan oleh Sayyid Sabiq dalam bukunya Fiqih Sunnah. Kata lainnya, hibah adalah pemberian yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain tanpa mengharapkan imbalan apapun dan dilakukan atas dasar kerelaan.

Dalam ekonomi, hibah adalah salah satu bentuk pengalihan kepemilikan harta atau aset dari satu pihak ke pihak lain tanpa adanya kompensasi atau imbalan. Hibah adalah hadiah atau pemberian yang bersifat cuma-cuma dan tidak mengikat. Berbeda dengan jual beli yang mengharuskan adanya pertukaran barang dengan uang atau barang lainnya, hibah murni merupakan pemberian tanpa mengharapkan balasan.

Meskipun hibah bersifat sukarela dan tidak mengikat, namun pelaksanaannya tetap harus memperhatikan ketentuan dan rukun yang berlaku agar sah secara hukum. Dalam Islam, hibah harus dilakukan oleh orang yang sudah baligh, berakal sehat, dan atas kehendak sendiri tanpa paksaan. Barang yang dihibahkan pun harus merupakan milik penuh dari pemberi hibah dan bukan barang yang haram atau hasil dari perbuatan tercela.

Hibah adalah bentuk sedekah yang sangat mulia karena dilakukan semata-mata untuk mengharap ridha Allah SWT dan membantu sesama manusia. Memberikan hibah, seseorang telah menunjukkan kepedulian dan rasa kasih sayang terhadap orang lain. Hibah juga dapat menjadi sarana untuk mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi di masyarakat dengan cara berbagi kepada mereka yang membutuhkan.

Dasar Hukum Hibah

Hibah memiliki dasar hukum yang jelas, baik dalam hukum Islam maupun hukum positif di Indonesia. Dalam Islam, anjuran untuk memberikan hibah terdapat dalam Al-Quran dan hadis Nabi Muhammad SAW.

Salah satunya adalah firman Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah ayat 177 yang artinya, "...dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan), dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya..." (QS. Al-Baqarah: 177). Ayat ini menunjukkan bahwa memberikan harta yang dicintai kepada orang lain, termasuk dalam bentuk hibah, merupakan salah satu ciri-ciri orang yang bertakwa.

Dalam hadis, Nabi Muhammad SAW juga menganjurkan umatnya untuk saling memberikan hadiah atau hibah. Beliau bersabda, "Saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian akan saling mencintai." (HR. Bukhari). Hadis ini menegaskan bahwa hibah dapat menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang antar sesama manusia. Rasulullah SAW sendiri sering memberikan hadiah kepada para sahabatnya dan menerima hadiah dari mereka sebagai bentuk penghormatan dan kasih sayang.

Di Indonesia, dasar hukum hibah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan, di antaranya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Dalam KUHPerdata, hibah diatur dalam Pasal 1666 sampai dengan Pasal 1693.

Pasal 1666 KUHPerdata menyebutkan bahwa hibah adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, di waktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu.

Sementara dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), ketentuan mengenai hibah diatur dalam Buku III tentang Hukum Perwakafan, yaitu dalam Pasal 210 sampai dengan Pasal 214.

Pasal 171 huruf g KHI menyebutkan bahwa hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki. Demikian, hibah dalam hukum Islam di Indonesia juga harus dilakukan secara sukarela dan tanpa mengharapkan imbalan apapun.

Berdasarkan dasar hukum tersebut, hibah merupakan perbuatan hukum yang sah dan diakui keberadaannya, baik dalam hukum Islam maupun hukum positif di Indonesia. Hibah dapat dilakukan oleh siapa saja yang memenuhi syarat sebagai pemberi hibah, yaitu sudah dewasa, berakal sehat, dan tidak ada paksaan dari pihak manapun. Penerima hibah pun harus memenuhi syarat sebagai subjek hukum yang cakap untuk menerima hak milik atas suatu benda.

Ketentuan Hibah

Semarak Ramadan di Masjid Agung Sanaa
Sejumlah pria membaca Al-Quran selama bulan Ramadan di Masjid Agung Sanaa, Yaman, Minggu (26/4/2020). Masjid Agung Sanaa merupakan salah satu masjid pertama yang dibangun atas perintah Nabi Muhammad SAW. (Mohammed HUWAIS/AFP)

Agar hibah sah secara hukum, baik dalam hukum Islam maupun hukum positif di Indonesia, terdapat beberapa ketentuan dan rukun yang harus dipenuhi. Berikut adalah penjelasan mengenai ketentuan dan rukun hibah:

a. Pemberi Hibah (Al-Wahib)

Pemberi hibah harus orang yang sudah dewasa, yaitu minimal berusia 21 tahun atau sudah menikah.

Pemberi hibah harus berakal sehat dan tidak dalam keadaan terpaksa atau dipaksa.

Pemberi hibah harus memiliki hak kepemilikan penuh atas barang yang dihibahkan.

b. Penerima Hibah (Al-Mauhub Lah)

Penerima hibah harus orang yang cakap untuk menerima hak milik atas suatu benda.

Penerima hibah dapat berupa perorangan, lembaga, atau badan hukum.

Penerima hibah tidak dipersyaratkan harus orang yang sudah dewasa, bahkan anak yang masih dalam kandungan pun dapat menjadi penerima hibah.

c. Barang yang Dihibahkan (Al-Mauhub)

Barang yang dihibahkan harus milik penuh dari pemberi hibah dan bukan barang yang haram atau hasil dari perbuatan tercela.

Barang yang dihibahkan harus bermanfaat dan dapat diserahterimakan.

Barang yang dihibahkan dapat berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak.

d. Ijab Kabul (Shighat)

Ijab kabul adalah pernyataan yang jelas dari pemberi hibah untuk memberikan barang kepada penerima hibah, dan pernyataan penerimaan dari penerima hibah.

Ijab kabul dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis.

Ijab kabul harus dilakukan di hadapan dua orang saksi yang memenuhi syarat.

Selain rukun di atas, terdapat beberapa ketentuan lain terkait hibah yang perlu diperhatikan:

  1. Jumlah barang yang dihibahkan tidak boleh melebihi 1/3 dari total harta pemberi hibah. Hal ini untuk melindungi hak ahli waris dan menghindari perselisihan di kemudian hari.
  2. Hibah dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh pemberi hibah dalam keadaan tertentu, misalnya jika penerima hibah melakukan perbuatan yang merugikan pemberi hibah atau menunjukkan sikap tidak terpuji.
  3. Hibah yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan sebagai warisan (Pasal 211 Kompilasi Hukum Islam).
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya