Liputan6.com, Jakarta Gratifikasi merupakan salah satu bentuk tindak pidana korupsi yang sering kali luput dari perhatian masyarakat. Banyak orang tidak menyadari bahwa praktik pemberian hadiah atau fasilitas tertentu kepada pejabat publik atau penyelenggara negara dapat dikategorikan sebagai gratifikasi yang melanggar hukum. Padahal, tindakan ini dapat berujung pada sanksi pidana yang tidak ringan.
Dalam artikel ini, kita akan membahas secara komprehensif tentang gratifikasi, mulai dari definisi, bentuk-bentuk yang dilarang, hingga prosedur pelaporan yang wajib diketahui. Dengan memahami konsep gratifikasi secara mendalam, diharapkan kita dapat lebih waspada dan turut berperan dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Baca Juga
Pemahaman yang baik tentang gratifikasi tidak hanya penting bagi para pejabat publik atau penyelenggara negara, tetapi juga bagi masyarakat umum. Sebab, tanpa disadari, kita mungkin pernah terlibat atau menyaksikan praktik gratifikasi dalam kehidupan sehari-hari. Berikut adalah seluk-beluk gratifikasi dan bagaimana kita dapat berperan aktif dalam mencegah terjadinya tindak pidana korupsi ini, sebagaimana telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Kamis (12/9/2024).
Advertisement
Â
Apa Itu Gratifikasi?
Gratifikasi, menurut Penjelasan Pasal 12B Ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, didefinisikan sebagai pemberian dalam arti luas. Ini mencakup berbagai bentuk pemberian, seperti:
- Uang
- Barang
- Rabat (diskon)
- Komisi
- Pinjaman tanpa bunga
- Tiket perjalanan
- Fasilitas penginapan
- Perjalanan wisata
- Pengobatan cuma-cuma
- Fasilitas lainnya
Penting untuk dicatat bahwa gratifikasi dapat diterima baik di dalam negeri maupun di luar negeri, dan dapat dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.
Gratifikasi yang Dilarang
Tidak semua bentuk gratifikasi dilarang oleh hukum. Gratifikasi yang dianggap sebagai tindak pidana korupsi adalah yang memenuhi kriteria berikut:
- Berhubungan dengan jabatan penerima
- Berlawanan dengan kewajiban atau tugas penerima
- Tidak dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam jangka waktu yang ditentukan
Jika seorang pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima gratifikasi yang memenuhi kriteria di atas, maka hal tersebut dapat dianggap sebagai suap dan diancam dengan hukuman pidana.
Bentuk-bentuk Gratifikasi yang Dilarang
Untuk lebih memahami konsep gratifikasi, mari kita lihat beberapa contoh praktik gratifikasi yang dilarang:
- Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat atau keluarganya untuk keperluan pribadi secara cuma-cuma
- Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat pada saat hari raya keagamaan oleh rekanan atau bawahannya
- Hadiah atau sumbangan pada saat perkawinan anak dari pejabat oleh rekanan kantor pejabat tersebut
- Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat untuk pembelian barang dari rekanan
- Pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada pejabat
- Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi lainnya dari rekanan
- Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat pada saat kunjungan kerja
- Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena telah dibantu
Penting untuk diingat bahwa gratifikasi tidak selalu berupa barang mewah atau uang dalam jumlah besar. Bahkan pemberian yang tampak sederhana seperti makanan atau souvenir pun dapat dikategorikan sebagai gratifikasi jika memenuhi kriteria yang telah disebutkan sebelumnya.
Advertisement
Gratifikasi yang Diperbolehkan
Tidak semua pemberian kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap sebagai gratifikasi yang dilarang. Ada beberapa jenis pemberian yang diperbolehkan, antara lain:
- Pemberian dari keluarga, seperti kakek/nenek, bapak/ibu/mertua, suami/istri, anak/menantu, cucu, besan, paman/bibi, kakak/adik ipar, sepupu, atau keponakan. Syaratnya, tidak ada benturan kepentingan dengan jabatan penerima.
- Hadiah tanda kasih dalam bentuk uang atau barang pada acara pernikahan, kelahiran, aqiqah, baptis, khitanan, atau upacara adat/agama lainnya dengan batasan nilai maksimal Rp1.000.000 per pemberi per acara.
- Pemberian terkait musibah atau bencana dengan nilai maksimal Rp1.000.000.
- Pemberian dari sesama pegawai dalam rangka pisah sambut, pensiun, promosi jabatan, atau ulang tahun yang tidak berbentuk uang atau setara uang, dengan nilai maksimal Rp300.000 per pemberian per orang dan total Rp1.000.000 per tahun dari pemberi yang sama.
- Hidangan atau sajian yang berlaku umum.
- Prestasi akademis atau non-akademis yang diikuti dengan biaya sendiri.
- Keuntungan atau bunga dari penempatan dana, investasi, atau kepemilikan saham pribadi yang berlaku umum.
- Kompensasi atau penghasilan atas profesi di luar kedinasan yang tidak terkait dengan tupoksi dari pejabat/pegawai, tidak memiliki konflik kepentingan, dan tidak melanggar aturan internal instansi.
Prosedur Pelaporan Gratifikasi
Jika seorang pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima gratifikasi yang tidak dapat ditolak, langkah yang harus dilakukan adalah melaporkannya. Berikut adalah prosedur pelaporan gratifikasi:
1. Waktu Pelaporan
Pelaporan gratifikasi harus dilakukan dalam jangka waktu paling lama:
- 30 hari kerja sejak tanggal penerimaan gratifikasi, jika dilaporkan kepada KPK
- 10 hari kerja sejak tanggal penerimaan gratifikasi, jika dilaporkan kepada Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) di instansi masing-masing
2. Cara Pelaporan
Ada beberapa cara untuk melaporkan gratifikasi:
a. Pelaporan kepada KPK:
- Melalui website: https://gol.kpk.go.id/
- Melalui aplikasi mobile: Gratifikasi Online (GOL)
- Datang langsung ke kantor KPK
- Melalui surat elektronik: pelaporan.gratifikasi@kpk.go.id
b. Pelaporan kepada UPG instansi:
- Mengisi formulir pelaporan yang disediakan oleh UPG
- Mengirimkan formulir yang telah diisi ke email UPG instansi terkait
3. Informasi yang Harus Dilaporkan
Dalam melaporkan gratifikasi, informasi yang perlu disampaikan antara lain:
- Identitas pelapor (nama, alamat, jabatan, instansi)
- Bentuk dan jenis praktik gratifikasi yang diterima
- Nilai gratifikasi
- Waktu dan tempat penerimaan gratifikasi
- Identitas pemberi gratifikasi (jika diketahui)
4. Proses Penanganan Laporan
Setelah laporan diterima, baik oleh KPK maupun UPG, akan dilakukan proses sebagai berikut:
- Verifikasi dan analisis laporan
- Penetapan status kepemilikan gratifikasi (menjadi milik penerima atau milik negara)
- Pemberitahuan hasil penetapan kepada pelapor
- Jika gratifikasi ditetapkan menjadi milik negara, maka penerima wajib menyerahkan gratifikasi tersebut kepada negara melalui KPK atau instansi terkait.
Advertisement
Sanksi Terkait Gratifikasi
Penerimaan gratifikasi yang tidak dilaporkan dapat diancam dengan sanksi pidana. Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2001 Pasal 12B ayat 2, sanksi bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi dan tidak melaporkannya adalah:
- Pidana penjara seumur hidup, atau
- Pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, dan
- Pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar
Besarnya sanksi ini menunjukkan betapa seriusnya pemerintah dalam menangani kasus gratifikasi sebagai salah satu bentuk tindak pidana korupsi.
Â
Peran Masyarakat dalam Pencegahan Gratifikasi
Pencegahan dan pemberantasan praktik gratifikasi tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau aparat penegak hukum. Masyarakat juga memiliki peran penting dalam upaya ini. Beberapa hal yang dapat dilakukan masyarakat antara lain:
- Meningkatkan pemahaman tentang gratifikasi dan dampak negatifnya
- Menolak memberikan gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
- Melaporkan dugaan praktik gratifikasi yang diketahui kepada pihak berwenang
- Mendukung upaya pemerintah dalam menciptakan budaya anti-korupsi
Dengan pemahaman yang baik tentang gratifikasi dan kesadaran untuk melaporkannya, kita dapat bersama-sama menciptakan lingkungan yang bersih dari korupsi. Ingatlah bahwa setiap tindakan kecil untuk menolak dan melaporkan gratifikasi adalah langkah besar dalam upaya memberantas korupsi di Indonesia.