Liputan6.com, Jakarta Tim nasional Timor Leste kembali mengalami kekalahan dalam pertandingan kualifikasi di Grup A Piala AFF 2024. Pada pertandingan terbaru, mereka harus mengakui keunggulan Timnas Singapura dengan skor 0-3 di Stadion Hang Day pada hari Sabtu, tanggal 14 Desember 2024. Karena tidak memiliki fasilitas yang memenuhi standar FIFA dan AFF, Timnas Timor Leste terpaksa bermain di stadion yang berada di Vientiane, Laos, untuk mengikuti Piala AFF 2024.
Timnas Singapura mencetak tiga gol melalui Kyoga Nakamura yang berhasil mengeksekusi penalti pada menit ke-76, serta dua gol tambahan yang dicetak oleh Shawal Anuar pada menit ke-83 dan menit ke-90. Sebelumnya, di stadion yang sama, tim yang diasuh oleh Simon Elissetche ini mengalami kekalahan besar melawan Timnas Thailand dengan skor telak 0-10 pada pertandingan perdana mereka. João Pedro da Silva Freitas dan kawan-kawan juga kalah melawan Timnas Malaysia dengan skor 2-3 di Stadion Bukit Jalil Kuala Lumpur pada pertandingan kedua mereka.
Advertisement
Baca Juga
The Rising Stars, yang merupakan julukan Timnas Timor Leste, berhasil masuk ke babak grup Piala AFF 2024 setelah mengalahkan Brunei Darussalam dengan agregat 1-0 dalam dua leg pertandingan playoff. Gol tunggal Timor Leste dicetak oleh Gali Freitas, yang pada saat itu tercatat sebagai pemain PSIS Semarang di BRI Liga 1.
Advertisement
1. Menerima Kekalahan Telak dari Thailand
Miro Baldo Bento, yang saat ini menjabat sebagai asisten pelatih Timnas Timor Leste, memberikan pendapat mengenai performa kurang memuaskan dari tim yang diasuhnya dalam turnamen tersebut. Ia menyampaikan pandangannya dengan jujur terkait hasil pertandingan yang tidak sesuai harapan.
"Pertandingan pertama kami harus bertemu Thailand. Kami memaklumi kekalahan besar dari raksasa ASEAN itu. Perbedaan kami dengan Thailand sekitar tiga tingkatan," katanya. Dengan pernyataan tersebut, Miro Baldo Bento mengakui bahwa ada jarak kemampuan yang cukup signifikan antara timnya dengan Thailand.
Miro Baldo Bento pernah menjadi bagian dari Timnas Indonesia sebagai pemain pada periode 1998 hingga 2000. Selama masa tersebut, ia juga bermain untuk klub-klub ternama seperti Persija dan PSM. Pengalaman ini diperolehnya ketika Timor Timur masih berada dalam wilayah Indonesia, sebelum akhirnya merdeka.
Sejak tahun 2005, setelah Timor Timur, yang kini dikenal sebagai Timor Leste, mengadakan referendum untuk merdeka dari Indonesia, Miro Baldo Bento kembali ke kampung halamannya. Keputusan tersebut diambil setelah bekas provinsi ke-27 Indonesia ini resmi menjadi negara yang berdaulat dan berdiri sendiri.
Advertisement
2. Bangga dengan Pemain Timor Leste
Setelah mengalami kekalahan telak dari Thailand, Timor Leste menunjukkan performa yang mengesankan dan hampir saja mengalahkan Timnas Malaysia. Walaupun pada akhirnya mereka harus mengakui kekalahan dengan skor tipis 2-3.
"Kami tak hanya menyulitkan Malaysia, tapi nyaris menang di kandang mereka. Kami mengakui pemain Timor Leste kalah stamina dan pengalaman," ujar Miro Baldo Bento. Pernyataan ini menggambarkan betapa ketatnya pertandingan tersebut dan bagaimana Timor Leste hampir membuat kejutan besar.
Miro Baldo Bento menjelaskan bahwa setelah unggul 2-1, kondisi fisik pemain mulai menurun karena harus mempertahankan keunggulan tersebut. Malaysia berhasil membalikkan keadaan berkat pemain mereka yang lebih berpengalaman. "Setelah kami unggul 2-1, fisik pemain mulai turun karena harus mempertahankan keunggulan. Malaysia bisa membalikkan keadaan karena punya pemain berpengalaman," ujarnya.
Meski demikian, Miro Baldo Bento merasa sangat bangga dengan para pemain Timnas Timor Leste, karena mereka mampu mempertahankan keunggulan hingga Malaysia baru bisa menambah gol pada menit ke-70 dan 83'. Ini menunjukkan semangat juang yang tinggi dari para pemain muda tersebut.
Miro juga menyebutkan bahwa mereka hampir mendapatkan poin saat melawan Singapura. Namun, penalti pada menit ke-76 menjadi bencana bagi Timor Leste.
"Kami juga hampir dapat poin lawan Singapura. Namun, penalti pada menit ke-76 menjadi malapetaka bagi Timor Leste. Stamina yang turun mempengaruhi mental dan daya konsentrasi pemain. Akhirnya kami kalah 3-0," ucapnya. Kekalahan ini menjadi pelajaran penting bagi Timor Leste untuk memperbaiki stamina dan mental bertanding mereka di masa depan.
3. Soal Kondisi Kompetisi di Timor Leste
Miro Baldo Bento menyimpulkan bahwa daya tahan fisik para pemain hanya mampu bertahan hingga 70 menit pertandingan. Setelah itu, performa Timnas Timor Leste tidak dapat ditingkatkan lagi, meskipun sudah dilakukan pergantian pemain yang kondisinya lebih prima.
"Setelah mengalahkan Brunei di playoff, kami merasa senang bisa melakukan pemusatan latihan singkat di Bali. Namun, ketika kembali ke Timor Leste, kami tidak dapat mempersiapkan tim dengan baik. Hal ini disebabkan oleh ketiadaan lapangan yang memadai. Akhirnya, para pemain hanya bisa berlatih fisik di pantai," ungkapnya.
Pemain yang terakhir kali bermain untuk PSIS ini menjelaskan berbagai hambatan yang dihadapi oleh sepakbola Timor Leste. Sebenarnya, negara ini memiliki banyak pemain berbakat. Namun, potensi mereka tidak terasah dengan semestinya.
"Liga di Timor Leste tidak berjalan. Akibatnya, pemain hanya bermain di pertandingan antar kampung jika ada undangan. Kami bersyukur masih ada Turnamen Xanana Cup. Timnas Timor Leste juga mendapat bantuan dari pemain yang berkarier di luar negeri, seperti Gali Freitas yang bermain di PSIS," jelasnya.
Sebagai mantan pemain terkenal dengan keterampilan tinggi, Miro Baldo Bento memuji perkembangan para pemain Timnas Timor Leste.
"Dari segi hasil memang belum memuaskan. Tapi saya melihat para pemain bisa menunjukkan cara bermain bagus. Mereka memahami taktik nyaris sempurna. Skill individu mereka juga tak kalah dari pemain negara lain. Semoga pejabat di Timor Leste melihat potensi ini dan serius membangun sepakbola sebagai alat mengharumkan nama bangsa," pungkasnya.
Advertisement