Liputan6.com, Jakarta Kepastian tunjangan hari raya (THR) bagi pengemudi ojek online (ojol) menjadi salah satu isu yang paling dinantikan menjelang Lebaran. Setelah melalui berbagai diskusi antara pemerintah, pengemudi ojol, dan perusahaan aplikator, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengonfirmasi bahwa aturan THR untuk ojol kini telah memasuki tahap finalisasi.
Polemik mengenai THR bagi pengemudi ojol telah berlangsung cukup lama, dengan berbagai perdebatan mengenai status mereka sebagai mitra atau pekerja. Para pengemudi ojol sendiri telah menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) untuk menuntut kepastian hak mereka atas THR, dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang mengatur tentang hak pekerja.
Advertisement
Lantas, apa saja perkembangan terbaru terkait aturan ini? Bagaimana sikap pemerintah dan aplikator terhadap tuntutan para pengemudi ojol? Berikut rincian lengkap mengenai finalisasi aturan THR bagi ojol dan langkah-langkah yang sedang ditempuh oleh pemerintah, dirangkum Liputan6, Rabu (5/3).
Advertisement
Kepastian Aturan Terkait Tunjangan Hari Raya (THR)
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli memastikan bahwa kebijakan THR bagi pengemudi ojol saat ini tengah dalam tahap finalisasi, di mana pemerintah ingin memastikan adanya kesepakatan antara pihak aplikator dan pengemudi agar kebijakan ini bisa berjalan dengan adil bagi semua pihak yang terlibat dalam ekosistem ride hailing berbasis aplikasi.
Menurut Menaker, penyusunan aturan ini memerlukan diskusi panjang karena melibatkan berbagai aspek kompleks, seperti status kerja pengemudi ojol, durasi kerja, hingga tanggung jawab aplikator dalam memberikan kesejahteraan bagi para mitra pengemudinya yang selama ini berstatus sebagai pekerja lepas.
Sementara itu, Kemnaker juga menegaskan bahwa jika kebijakan ini sudah final, pihak aplikator diharapkan dapat memberikan THR dalam bentuk uang tunai, meskipun hingga saat ini belum ada kepastian mengenai besaran yang akan diberikan dan mekanisme pembagiannya kepada pengemudi.
“Terkait dengan THR ojol, ini sedang finalisasi. Terkait ini adalah inisiatif baru, jadi kami ingin memastikan meaningful participation (antara pemerintah, pengemudi/mitra dan aplikator) itu terjadi,” ujar Menaker Yassierli, dikutip dari ANTARA.
Advertisement
Penyebab Kepastian THR Ojol Lama Disahkan
Meskipun wacana THR bagi pengemudi ojol sudah lama bergulir, proses finalisasi aturan ini mengalami berbagai kendala, salah satunya adalah pencarian formula yang tepat agar kebijakan ini bisa berlaku secara adil dan tidak merugikan pihak mana pun, baik itu pengemudi, aplikator, maupun pemerintah.
Faktor utama yang membuat kebijakan ini memakan waktu adalah status kemitraan pengemudi ojol yang berbeda dengan pekerja tetap di perusahaan konvensional, sehingga diperlukan regulasi yang secara spesifik mengakomodasi hak mereka tanpa mengubah struktur bisnis yang telah berjalan selama ini.
Selain itu, aplikator juga memiliki beragam kebijakan internal terkait insentif dan kesejahteraan mitra pengemudi, yang membuat perlu adanya negosiasi lebih lanjut agar pemberian THR tidak bertentangan dengan kebijakan yang telah ada dan tetap memberikan manfaat bagi pengemudi secara menyeluruh.
“Kami mengutamakan dialog. Saya sudah beberapa kali bertemu dan ingin memastikan nanti adalah hasil dari proses musyawarah dari hadirnya aplikator dan pengemudi online-nya. Saya optimistis (kepastian itu) tidak lama lagi akan selesai," kata Yassierli.
Menaker Diskusi Lebih Lanjut dengan Pihak Aplikator
Dalam proses penyusunan aturan THR bagi ojol, Menaker Yassierli mengutamakan pendekatan dialog dengan semua pihak terkait, termasuk perusahaan penyedia layanan transportasi berbasis aplikasi atau aplikator, guna memastikan bahwa keputusan yang diambil bisa memberikan solusi terbaik bagi pengemudi.
Menaker menyatakan bahwa beberapa aplikator sudah memberikan respons positif terhadap wacana THR ini, meskipun diskusi masih berlangsung untuk menemukan kesepakatan mengenai besaran dan mekanisme pembagian tunjangan yang sesuai dengan operasional bisnis mereka.
Sejauh ini, beberapa pertemuan telah dilakukan untuk memahami tantangan yang dihadapi aplikator dalam menerapkan kebijakan ini, termasuk implikasi hukum dan dampak finansial terhadap ekosistem transportasi daring di Indonesia.
“Ini masih proses. Beberapa pengusaha responsnya siap. Beberapa kali kami diskusi, mencoba saling memahami untuk formulanya karena butuh waktu untuk melihat kompleksitasnya,” kata dia.
Advertisement
Kapan Finalisasinya?
Menaker belum memberikan tanggal pasti kapan aturan ini akan disahkan, tetapi ia memastikan bahwa finalisasi sedang dalam tahap akhir dan hanya memerlukan sedikit penyesuaian sebelum diumumkan secara resmi oleh pemerintah.
Sebelumnya, Kemnaker telah menargetkan agar regulasi terkait THR ini bisa segera diterbitkan menjelang Lebaran, mengingat para pengemudi ojol sudah lama menantikan kepastian mengenai hak mereka atas tunjangan tahunan tersebut.
Meskipun belum ada batas waktu yang diumumkan secara resmi, Menaker menegaskan bahwa keputusan ini tidak akan berlarut-larut, mengingat tingginya ekspektasi publik dan kebutuhan mendesak para pengemudi ojol yang mengandalkan pekerjaan ini sebagai sumber penghasilan utama.
“Saya bayangkan finalisasi ini masih perlu untuk final meeting, final touch untuk mendapatkan win-win solution,” katanya lagi.
Demo Ojol Menuntut Hak THR
Tuntutan agar pengemudi ojol mendapatkan THR semakin kuat setelah berbagai serikat pekerja dan komunitas pengemudi menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Kemnaker, menuntut agar pemerintah segera menetapkan aturan yang mengakomodasi hak mereka sebagai pekerja di sektor transportasi daring.
Dalam aksi tersebut, Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati menegaskan bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, pengemudi ojol seharusnya dikategorikan sebagai pekerja karena mereka menghasilkan jasa dan menerima upah, sehingga sudah sewajarnya jika mereka mendapatkan THR seperti pekerja lainnya.
“Berdasarkan UU Nomor 13, driver ojol ini sudah termasuk pekerja karena memiliki unsur pekerjaan (menghasilkan barang dan/atau jasa), serta upah (sebagai hak pekerja/buruh yang diterima sebagai imbalan dari pengusaha),” ujar Lily.
Selain itu, Wakil Menteri Immanuel Ebenezer Gerungan juga menegaskan bahwa tuntutan THR bagi pengemudi ojol merupakan hal yang rasional dan harus diperjuangkan, mengingat kontribusi besar mereka dalam sektor transportasi serta ketidakpastian kondisi kerja yang sering kali merugikan pengemudi.
“Situasi yang dihadapi oleh jutaan pengemudi ojol di Indonesia terus memburuk. Setiap hari para pengemudi ojol berhadapan dengan situasi jam kerja panjang tanpa kepastian upah, risiko keselamatan di jalan yang tak dijamin, sanksi-sanksi sepihak dari perusahaan aplikasi serta pemburukan kondisi kerja yang disebabkan oleh skema-skema program yang tidak manusiawi dari perusahaan aplikasi,” tambah Lily.
Advertisement
Pertanyaan dan Jawaban Seputar Topik
1. Apakah pengemudi ojol berhak mendapatkan THR?
Ya, banyak pihak berargumen bahwa pengemudi ojol memenuhi kriteria sebagai pekerja sehingga berhak menerima THR.
2. Mengapa aturan THR bagi ojol belum disahkan?
Regulasi ini masih dalam tahap finalisasi karena pemerintah dan aplikator masih mencari formula yang sesuai.
3. Bagaimana sikap aplikator terhadap pemberian THR?
Beberapa aplikator telah memberikan respons positif, tetapi masih ada diskusi terkait mekanisme dan besaran tunjangan.
4. Kapan aturan THR bagi ojol akan diterbitkan?
Menaker belum memberikan tanggal pasti, tetapi finalisasi sudah dalam tahap akhir dan akan diumumkan segera.
