Liputan6.com, Trenggalek - Para ilmuan Islam menemukan berbagai teknologi penanda waktu. Di antaranya jam matahari atau jam istiwak. Dalam sejumlah ayat Alquran juga menekankan tentang pentingnya memaknai waktu, di antaranya yang tertulis pada surat Al-Furqon ayat 62:
"Dan Dia(Allah) pula yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur."
Baca Juga
Bahkan sejumlah ritual ibadah, seperti salat dan puasa mengacu pada waktu yang telah ditentukan. Untuk memudahkan penentuan waktu, para ilmuan Islam di masa lalu telah menciptakan berbagai teknologi penanda waktu. Di antaranya yang paling klasik adalah jam matahari. Â
Advertisement
Baca Juga
Di halaman belakang Pondok Pesantren Babul Ulum di Desa Durenan, Trenggalek, Jawa Timur, jam unik ini telah ada sejak tahun 1964. Warga setempat menyebutnya sebagai jam bencet.
Dalam khazanah Islam klasik ini dikenal sebagai jam matahari atau sundial atau jam istiwak. Yang berarti ketika matahari di titik tertinggi, jam ini dipakai untuk memastikan waktu salat.
Waktu salat zuhur misalnya. Adalah sesaat setelah istiwak atau ketika matahari sudah mulai condong ke arah barat. Metode penggunaan jam ini sederhana, yaitu dengan memanfaatkan bayangan sinar matahari yang mengarah pada angka-angka yang diukir di atas lempengan logam.
Sinar matahari akan membuat bayangan paku di atas lempengan logam sebagai penunjuk waktu. Matahari sebagai penunjuk waktu meriupakan sumbangan para ilmuan Islam.
Pembuatan jam matahari atau sundial di dunia Islam dilakukan oleh Ibnu Al Shatir, seorang ahli astronomi di aband-14. Ia juga menemukan jam astronomi yang mengacu pada matahari.
Di tahun 1559, Taqiuddin AS-Subkhi, astronom utsmani mendesain berbagai jam mekanik yang menggunakan prinsip gerak teratur. Bahkan jam mekanik sudah mulai dikaitkan dengan kalender lunisolar. Gabungan matahari dan bulan.
Â