Liputan6.com, Solo - Bubur samin selalu menjadi hidangan istimewa untuk berbuka puasa saat bulan Ramadan di Masjid Darussalam di Jayengan, Serengan, Solo, Jawa Tengah. Bubur khas Banjar itu muncul di Solo seiring dengan kedatangan para perantau pedagang batu permata dari Martapura, Kalimantan Selatan di Solo.
Jayengan merupakan sebuah kampung yang tak jauh dari denyut nadi perdagangan Kota Solo, yakni Pasar Klewer. Sejak 1890-an, pedagang-pedagang permata dari Martapura, Kalimantan Selatan ini mulai berdatangan dan menetap di Jayengan. Berawal dari inilah, Jayengan kerap disebut Kampung Permata.
Pindah dan menetap ke lain daerah tak membuat orang-orang Banjar ini semata-semata berdagang di Solo. Secara berkelompok mereka mendirikan musala yang akhirnya berkembang menjadi bangunan Masjid Darussalam yang sebagian anggota jemaah merupakan pedagang permata dari Banjar.
Tradisi dan kebiasaannya pun dibawa ke Solo. Salah satunya adalah menyantap makanan yang dicampur dengan minyak samin khas Kalimantan Selatan. Jadilah bubur samin yang selalu ada setiap bulan suci Ramadan tiba.
Baca Juga
Ketua Takmir Masjid Darussalam HM Rosyidi Muchdlor menjelaskan, tradisi bubur samin dimulai tahun 1965. Bubur samin awalnya hanya disantap secara intern untuk jemaah Masjid Darussalam.
"Mulai tahun 1980-an, bubur samin go public. Tidak hanya bisa disantap untuk jemaah, tetapi warga yang bersedia," ucap dia, Minggu, 28 Mei 2017.
Sejak satu dekade terakhir, terhitung ada lebih dari 1.000 porsi bubur samin dibagikan secara gratis. Bubur samin terdiri dari bahan beras, daging sapi, susu, rempah-rempah, santan, dan dicampur minyak samin. Rasa bubur samin ini sendiri gurih.
Advertisement
Pukul 11.00 WIB, suasana puasa di belakang Masjid Darussalam, Solo, sudah terasa hiruk pikuknya. Beberapa pengurus memulai memasak. Saban harinya dibutuhkan 45 kilogram beras untuk membuat 1.000 porsi bubur samin.
Lantaran banyaknya porsi, pembuatan bubur samin dilakukan oleh puluhan pengurus masjid. Terlebih untuk mengaduk adonan beras menjadi bubur. Beberapa dari mereka bergantian mengaduknya.
Pukul 14.30 WIB, suasana kian ramai. Warga satu per satu berdatangan dengan membawa rantang. Beberapa di antara mereka sengaja datang lebih awal, untuk salat asar di Masjid Darussalam. Pukul 16.00 WIB, bubur samin telah siap dibagikan. Setelah itu takmir masjid mendoakan dan pengurus pun membagikan bubur samin.
HM Rosyidi Muchdlor menjelaskan pendanaan pembuatan bubur samin dihimpun dari jemaah dan donatur yang tersebar di berbagai daerah. Ada dari Malang, Tulungagung, dan Majenang. Sembilan tahun belakangan ini, alumnus Masjid Darussalam dan sekarang menetap di Singapura merupakan donatur tetap untuk pembuatan bubur samin.
"Jika ditotal semuanya untuk kegiatan selama Ramadan, termasuk pembuatan bubur samin, dana yang dibutuhkan Rp 85 juta. Untuk operasional setiap harinya seperti untuk tadarusan, tarawih itu sekitar Rp 900 ribu," ujar dia.
Bubur samin telah menjadi menu khas di masjid tersebut, tak pelak sejumlah warga dari berbagai daerah di Solo maupun luar Solo pun rela mengantre untuk mendapatkan jatah bubur untuk dibawa pulang.
"Selain dibagikan kepada masyarakat umum untuk dibawa pulang ke rumah, bubur samin ini juga untuk menu buka bersama di masjid selama bulan Ramadan," tutur dia.
Salah satu, warga asal Kaliyoso, Sragen, Maryanto mengaku setiap bulan Ramadan selalu menyempatkan diri untuk bisa mendapatkan jatah bubur samin di masjid ini. Jarak yang jauh antara rumah dengan masjid tidak menyurutkan keinginan untuk bisa merasakan bubur khas Banjar ini.
"Saya setiap hari selama bulan Ramadan selalu ke sini untuk mendapatkan bubur samin. Saya berangkat dari rumah usai salat zuhur dan nanti setelah asar sudah dapat bubur langsung pulang," kata dia.