Istithaah Haji Bukan Cuma Soal Kemampuan Materi

Pusat Kesehatan (Puskes) Haji Kementerian Kesehatan menegakkan Istithaah Kesehatan sebagai syarat utama pemberangkatan calon jemaah haji

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Jul 2018, 07:00 WIB
Diterbitkan 17 Jul 2018, 07:00 WIB
Calon Jemaah Haji Kloter 1 Mulai Padati Asrama Pondok Gede
Calon jemaah haji Kloter 1 menunggu proses administrasi dan pemeriksaan kesehatan di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Senin (16/7). Sebanyak 388 calon jemaah haji asal Jakarta Timur telah mulai masuk ke asrama. (Merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Pusat Kesehatan (Puskes) Haji Kementerian Kesehatan menegakkan Istithaah Kesehatan sebagai syarat utama pemberangkatan calon jemaah haji (CJH). Hal ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 15 Tahun 2016 tentang Istithaah Kesehatan Jemaah Haji.

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Kementerian Agama (Kemenag) turut menjadi pendukung utama penegakan aturan tersebut. Bahkan, rekomendasi Istithaah telah menjadi syarat utama pelunasan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH).

"Permenkes ini dibuat bukan oleh Kemenkes sendiri. Kami berkonsultasi kepada Kemenag dan para ulama. Tugas kami melakukan pembinaan kesehatan," terang Kepala Pusat Kesehatan (Kapuskes) Haji Dr. dr. Eka Jusuf Singka, M.Sc.

Istithaah haji, ucapnya, bukan hanya bicara kemampuan materi, tapi juga soal kesehatan jamaah haji pra-embarkasi, embarkasi hingga kepulangan nanti. Tujuannya supaya selama sekitar 40 hari di Arab Saudi, jemaah mampu beribadah secara aman, nyaman, sehat, dan menjadi haji mabrur.

Khusus pelaksanaan ibadah haji tahun 1439H/2018 M ini, penegakan Istithaah Kesehatan Haji diperkuat dengan surat edaran dari Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag dalam Surat Edaran Nomor 4001/2018. Artinya, hingga di tingkat daerah harus benar-benar memerhatikan Permenkes Istithaah Kesehatan Haji.

Sekjen Kemenkes dr. Untung Suseno Sutarjo, M.Kes. turut menegaskan, Permenkes Istithaah Kesehatan Jemaah Haji dibuat bukan untuk mempersulit atau menghambat masyarakat untuk berhaji. Tapi lebih bertujuan melindungi agar saat melakukan prosesi haji benar-benar ditunjang dengan kesehatan yang baik.

"Kami tak mau jemaah ke sana hanya untuk dirawat. Kami berharap jangan memaksakan diri," jelasnya.

 

Antisipasi CJH Risiko Tinggi

 

Pertimbangan bahwa urusan kemampuan (Istithaah) kesehatan CJH lebih diperketat demi mengurangi dampak terburuk dari jemaah berkategori risiko tinggi. Tahun 2018 ini, persentase CJH risiko tinggi mencapai 67 persen dengan identifikasi penyakit jantung, paru-paru, kejiwaan, diabetes, dan hipertensi.

Cek kesehatan bagi CJH sendiri tuntas dilakukan pada Januari 2018 lalu. Tim Puskeshaji Kemenkes sudah memiliki data CJH yang diperkirakan berhaji tahun ini. Hasil rekapitulasi per 13 Maret menunjukkan tingkat pemeriksaan CJH di Provinsi Riau tertinggi dengan angka 82,23 persen. Disusul DI Yogyakarta (75,87 persen), Jawa Barat (66,47 persen), dan DKI Jakarta (38 persen).

Teknisnya, data kesehatan CJH dikontrol. Lalu, di-input dokter ke pusat data Siskohat Kesehatan (Siskohatkes) dan terhubung ke Siskohat Kemenag. Hasilnya dikaji untuk mengetahui kondisi seorang CJH dinyatakan istithaah atau tidak. Jika dinyatakan tidak memenuhi istithaah, mereka tidak bisa melakukan pelunasan di bank.

”Memang seperti itu seharusnya,” ucap Kapuskes Haji.

Skrining tersebut diperketat agar tidak ditemui lagi jemaah yang tidak memenuhi syarat istithaah dari sisi kesehatan, tetapi tetap diperbolehkan melunasi BPIH. Bahkan, ada jemaah yang sudah berada di asrama haji, kemudian dinyatakan tidak mampu berhaji dari sisi kesehatan.

Demi mengurangi risiko kesehatan pula, CJH juga diimbau untuk mengantisipasi cuaca panas ekstrem di Arab Saudi saat musim haji nanti yang diperkirakan mencapai lebih dari 50 derajat Celsius.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya