Abu Dujanah, Sahabat yang Kejujurannya Membuat Rasulullah Menangis

Abu Dujanah adalah sahabat Nabi yang kejujuran dan kesederhanaannya membuat Rasululullah SAW menangis.

oleh Fadjriah Nurdiarsih diperbarui 16 Apr 2022, 09:30 WIB
Diterbitkan 16 Apr 2022, 09:30 WIB
[Bintang] Ilustrasi bulan Ramadan
Berikut jadwal buka puasa di bulan Ramadan 2017. (Sumber Foto: Wikimedia Commons)

Liputan6.com, Jakarta Selama bulan Ramadhan 2022, Liputan6.com menghadirkan kisah-kisah sahabat Nabi Muhammad SAW yang diambil dari berbagai sumber. Berikut kisah Abu Dujanah yang jujur dan sederhana dikutip dari Merdeka.com.

Abu Dujanah Simak bin Kharasha merupakan salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang sangat taat pada Allah SWT. Pria yang berasal dari kabilah Khazraj ini hidup serba kekurangan.

Kisah hidupnya membekas di hati Rasulullah. Bahkan, Rasulullah pernah menangis setelah mendengar cerita kelaparan yang dialami keluarga Abu Dujanah.

Suatu hari, Rasulullah menegur Abu Dujanah karena setiap usai menjalankan ibadah salat subuh berjamaah, dia langsung pulang ke rumah. Abu Dujanah tak pernah menunggu pembacaan doa yang dipanjatkan Rasulullah selesai.

"Hai, apakah kamu ini tidak punya permintaan yang perlu kamu sampaikan pada Allah SWT sehingga kamu tidak pernah menungguku selesai berdoa. Kenapa kamu buru-buru pulang begitu? Ada apa?" tanya Nabi.

"Ya Rasulullah, kami punya satu alasan," jawabnya.

"Apa alasanmu? Coba kamu utarakan!" perintah Nabi.

"Begini. Rumah kami berdampingan persis dengan rumah seorang laki-laki. Nah, di atas pekarangan rumah milik tetangga kami ini, terdapat satu pohon kurma menjulang, dahannya menjuntai ke rumah kami. Setiap kali ada angin bertiup di malam hari, kurma-kurma tetanggaku tersebut saling berjatuhan, mendarat di rumah kami," kata Abu Dujanah mulai bercerita.

"Ya Rasul, kami keluarga orang yang tak berpunya. Anakku sering kelaparan, kurang makan. Saat anak-anak kami bangun, apa pun yang didapat, mereka makan. Oleh karena itu, setelah selesai salat, kami bergegas segera pulang sebelum anak-anak kami tersebut terbangun dari tidurnya. Kami kumpulkan kurma-kurma milik tetangga kami tersebut yang berceceran di rumah, lalu kami haturkan kepada pemiliknya," sambungnya.

Rasulullah Menangis

Keutamaan Bulan Ramadan
Ilustrasi Masjid Credit: pexels.com/David

Abu Dujanah melanjutkan, suatu saat dia terlambat pulang ke rumah. Anaknya terbangun dan menemukan kurma tetangga yang jatuh dari pohonnya. Tak menunggu lama, sang anak langsung memakan kurma tersebut.

"Mata kepala saya sendiri menyaksikan, tampak ia sedang mengunyah kurma basah di dalam mulutnya. Ia habis memungut kurma yang telah jatuh di rumah kami semalam. Mengetahui itu, lalu jari-jari tangan saya masukkan ke mulut anakku itu. Kami keluarkan apa pun yang ada di sana," jelasnya.

Abu Dujanah tak pernah membiarkan anaknya memakan kurma milik orang lain. Dia tak ingin makanan haram itu menyebabkan keluarganya mendapat siksaan pedih di akhirat kelak.

"Kami katakan, ‘Nak, janganlah kau permalukan ayahmu ini di akhirat kelak.’ Abu Dujanah mengatakannya sambil menggigil.

Anakku menangis, kedua pasang kelopak matanya mengalirkan air karena sangat kelaparan. Wahai Baginda Nabi, kami katakan kembali kepada anakku itu, ‘Hingga nyawamu lepas pun, aku tidak akan rela meninggalkan harta haram dalam perutmu. Seluruh isi perut yang haram itu, akan aku keluarkan dan akan aku kembalikan bersama kurma-kurma yang lain kepada pemiliknya yang berhak’."

Sifat Qanaahnya Membuat Rasulullah Berkaca-kaca

Pandangan mata Rasulullah langsung berkaca-kaca mendengar pengakuan Abu Dujanah. Butiran air mata mulianya berderai begitu deras.

Rasulullah mulai mencari tahu siapa sebenarnya pemilik pohon kurma yang dimaksud Abu Dujanah. Abu Dujanah pun menjelaskan, pohon kurma tersebut milik seorang laki-laki munafik.

Tanpa basa-basi, Nabi Muhammad SAW mengundang pemilik pohon kurma. Rasulullah menawar pohon kurma dengan harga yang sangat tinggi.

"Bisakah tidak jika aku minta kamu menjual pohon kurma yang kamu miliki itu? Aku akan membelinya dengan sepuluh kali lipat dari pohon kurma itu sendiri. Pohonnya terbuat dari batu zamrud berwarna biru. Disirami dengan emas merah, tangkainya dari mutiara putih. Di situ tersedia bidadari yang cantik jelita sesuai dengan hitungan buah kurma yang ada," kata Rasulullah.

Pria munafik itu lantas menjawab dengan tegas, "Saya tak pernah berdagang dengan memakai sistem jatuh tempo. Saya tidak mau menjual apa pun kecuali dengan uang kontan dan tidak pakai janji kapan-kapan.”

Tiba-tiba, Abu Bakar as-Shiddiq datang. Ia menegaskan langsung melunasi pembayaran pohon kurma tersebut.

"Ya sudah, aku beli dengan sepuluh kali lipat dari tumbuhan kurma milik Pak Fulan yang varietasnya tidak ada di kota ini (lebih bagus jenisnya)," ujar Abu Bakar.

Pria munafik terlihat sangat kegirangan. Dia akhirnya menyerahkan pohon kurma secara simbolis kepada Abu Bakar. Selanjutnya Abu Bakar menyerahkan pohon kurma kepada Abu Dujanah.

Tanggungan Rasulullah atas Abu Bakar

Rasulullah kemudian bersabda, "Hai Abu Bakar, aku yang menanggung gantinya untukmu.”

Mendengar sabda Nabi ini, Abu Bakar bergembira bukan main. Begitu pula Abu Dujanah. Sedangkan si munafik berlalu. Dia berjalan mendatangi istrinya, lalu menyampaikan kisah yang baru saja terjadi.

“Aku telah mendapat untung banyak hari ini. Aku dapat sepuluh pohon kurma yang lebih bagus. Padahal kurma yang aku jual itu masih tetap berada di pekarangan rumahku. Aku tetap yang akan memakannya lebih dahulu dan buah-buahnya pun tidak akan pernah aku berikan kepada tetangga kita itu sedikit pun," ucapnya.

Si munafik berpikir bahwa dia benar-benr untung.

Malamnya, si munafik tertidur pulas. Keesokan harinya dia bangun dan melihat pohon kurma sudah berpindah posisi, kini berdiri di atas tanah milik Abu Dujanah. Seolah-olah tak pernah sekalipun tampak pohon tersebut tumbuh di atas tanah si munafik. Tempat asal pohon itu tumbuh, rata dengan tanah. Dia keheranan tiada tara.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya