Mirip dengan Penanggalan Islam, Ini Sejarah Pemberlakuan Kalender Jawa

Kalender Jawa merupakan perpaduan antara sistem penanggalan Islam (Qamariyah, lunar), Hindu (solar-lunar) dan penanggalan Julian (barat) yang menggunakan penanggalan matahari (solar, syamsiyah)

oleh Liputan6.com diperbarui 02 Sep 2022, 06:30 WIB
Diterbitkan 02 Sep 2022, 06:30 WIB
Penghitungan Kalender Jawa
Penjelasakan isi Serat Pawukon yang ditulis tangan dalam aksawa Jawa.(Liputan6.com/Fajar Abrori)

Liputan6.com, Purwokerto - Kalender Jawa atau Penanggalan Jawa merupakan sistem kalender yang digunakan oleh Kesultanan Mataram (Jawa)  dan kerajaan yang mendapat pengaruhnya. 

Kalender Jawa merupakan perpaduan antara sistem penanggalan Islam (Qamariyah, lunar), Hindu (solar-lunar) dan penanggalan Julian (barat) yang menggunakan penanggalan matahari (solar, syamsiyah).

Semula, kerajaan-kerajaan di Jawa menggunakan kalender Saka, yang merupakan perpaduan antara sistem solar atau matahari dan lunar atau bulan (candra-surya). Penanggalan ini berasal dari India dan dimulai pada 78 Masehi.

Pada tahun 1633 Masehi Sultan Agung, Raja Mataram, berupaya menyempurnakan kalender Saka ini dengan menerapkan kalender Islam yang dinilai lebih sempurna.

Penerapan kalender Jawa-Islam ini juga terkait dengan keinginan besar Sultan Agung untuk memperkuat pengaruh Agama Islam di seluruh Mataram dan kerajaan-kerajaan lain di bawah pengaruhnya. Kalender Jawa mulai diberlakukan pada 1555 Saka.

Demi kesinambungan, angka tahun Saka tetap dipakai dan diteruskan, tidak menggunakan perhitungan dari kalender Hijriyah (saat itu 1043 H). Dengan itu, tahun 1555 Saka diteruskan menjadi tahun 1555 Jawa dan berlanjut hingga saat ini.

Tahun 2022 ini, bersamaan dengan datangnya tahun baru Islam dan Jawa, Muharram atau Sura, tahun Hijriyah adalah 1444, sedangkan penanggalan Jawa menunjukkan tahun 1956.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

Penamaan Bulan yang Mirip dengan Kalender Hijriyah

Cantiknya Bulan Purnama saat Malam Nisfu Sya'ban
Bulan purnama muncul di langit pada malama Nisfu Sya'ban.

Pengaruh Islam juga tampak dalam penamaan bulan. Nyaris seluruh bulan dinamai semirip mungkin dengan kelander Hijriyah.

Di bawah ini disajikan nama-nama bulan Jawa Islam. Sebagian nama bulan diambil dari Kalender Hijriyah dengan nama-nama Arab, tetapi beberapa di antaranya menggunakan nama dalam bahasa Sanskerta seperti Pasa, Sela, dan kemungkinan juga Sura, sedangkan nama Apit dan Besar berasal dari bahasa Jawa dan bahasa Melayu.

Nama-nama ini adalah nama bulan kamariah atau candra (lunar). Penamaan bulan sebagian berkaitan dengan hari-hari besar yang ada dalam bulan Hijriyah, seperti Pasa yang berkaitan dengan puasa Ramadan, Mulud yang berkaitan dengan Maulid Nabi pada bulan Rabiulawal, dan Ruwah yang berkaitan dengan Nisfu Sya'ban atau saat amalan dari ruh selama setahun dicatat.

Nama Bulan dalam kalender Jawa adalah: Sura, Sapar, Mulud atau Rabi'ulawal, Bakda Mulud atau Rabi'ulakhir, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rejeb, Ruwah (Arwah, Sya'ban), Pasa (Puwasa, Siyam, Ramelan), Sawal, Sela (Dulkangidah, Apit), dan Besar (Dulkahijjah).

Kalender Islam: Muharam, Safar, Rabiul Awal, Rabiul Akhir/Rabi'uts tsani, Jumadil Awal, Jumadil akhir/Jumadits tsani, Rajab, Syakban, Ramadan, Syawal, Zulkaidah, Zulhijah.

Di luar itu, kalender Jawa juga mengenal saptawarna atau hari pasaran. Sementara, jumlah hari sama dengan kalender Hijriyah maupun Masehi. Hari pasaran bisa diartikan sebagai sifat hari berdasarkan jatuhnya hari dan pasaran.

Tim Rembulan-TG

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya