3 Fase Bulan Suci, Keistimewaan dan Amalan pada 10 Hari Terakhir Ramadhan

3 Fase Bulan Suci dan Keistimewaan 10 Hari Terakhir Ramadhan

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Apr 2023, 08:30 WIB
Diterbitkan 12 Apr 2023, 08:30 WIB
FOTO: Berburu Malam Lailatul Qadar Sambil Itikaf di Masjid
Warga berdiam diri atau beritikaf pada malam ke-27 bulan puasa Ramadhan 1443 H di Masjid Asy-Syuhada, Cikampek, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Jumat (29/4/2022). Itikaf dilakukan pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan dengan membaca Alquran, dzikir, dan selawat untuk mencari rida Allah SWT. (merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta - Waktu begitu cepat berjalan. Tak terasa, kini sudah memasuki 10 hari terakhir Ramadhan 1444 Hijriah.

Pada akhir Ramadhan, umat Islam dianjurkan untuk semakin meningkatkan amal dan ibadah. Sebab, pada 10 hari terakhir Ramadhan, terdapat berbagai keistimewaan dan keutamaan yang tak ditemui pada hari-hari lainnya.

Salah satunya yakni Lailatul Qadar, yang waktunya dirahasiakan. Umat Islam berlomba agar memperoleh malam 1.000 bulan tersebut.

Sebelum membahas berbagai keistimewaan 10 hari terakhir Ramadhan lebih mendalam, ada baiknya kita mengetahui bahwa Ramadhan dibagi menjadi tiga fase.

Mengutip laman NU, fase pertama adalah sepuluh hari pertama yang merupakan fase rahmat dan kasih sayang Allah. Fase sepuluh hari kedua dinamakan fase maghfirah yakni ampunan dari Allah SWT, dan Fase sepuluh hari ketiga adalah Fase Itqun minan Nar yakni pembebasan dari api neraka.

Fase 10 hari terakhir menjadi sangat istimewa dan selalu menjadi malam-malam favorit Rasulullah SAW. Beliau sudah memberikan contoh bagaimana memaksimalkan hari spesial 10 malam terakhir Ramadhan ini.

Di antara yang dilakukan Rasulullah adalah menghidupkan malam-malam Ramadhan, membangunkan keluarganya untuk sholat malam, dan mengencangkan gamisnya yakni menghindari tempat tidur dengan memisahkan diri dari istri-istri beliau.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

Kedatangan Lailatul Qadar

Yang menjadikan lebih mulianya sepuluh malam terakhir Ramadhan adalah malam Lailatul Qadar yang keutamaannya lebih baik dari 1.000 bulan (83 tahun). Biasanya jika ingin meraihnya, Lailatul Qadar jatuh pada malam ganjil.

Namun bisa diistilahkan dengan 10 kolam yang di salah satu kolamnya banyak ikannya, jika kita cari ikan di semua kolam tersebut, maka kemungkinan besar akan mendapatkan ikannya. Oleh karenanya i'tikaf di setiap 10 malam akhir bulan Ramadhan menjadi cara meraih malam mulia itu.

Prof Quraish Shihab dalam buku Membumikan Al-Qur’an (1999) memaknai kata qadar pada lailatul qadar dengan tiga makna yakni pertama bermakna penetapan atau pengaturan, kedua berarti kemuliaan, ketiga berarti sempit. Dimaknai sempit karena banyaknya malaikat yang turun ke bumi untuk mengatur segala urusan.

Pada malam tersebut, Allah menurunkan Al-Qur'an, menakdirkan segala urusan, hukum, rezeki dan ajal untuk jangka selama setahun. Malam Lailatul Qadar ditandai dengan situasi langit bersih, udara tidak dingin atau panas, langit tidak berawan, tidak ada hujan, bintang tidak tampak dan pada siang harinya matahari bersinar tidak begitu panas.

Imam Al-Ghazali menyebutkan bahwa cara untuk mengetahui Lailatul Qadar bisa dilihat dari hari pertama dari bulan Ramadhan. Jika awalnya jatuh pada hari Ahad atau Rabu, maka Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-29. Jika awalnya jatuh pada hari Senin maka Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-21.

Jika awalnya jatuh pada hari Selasa atau Jum'at maka Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-27. Jika awalnya jatuh pada hari Kamis maka Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-25. Jika awalnya jatuh pada hari Sabtu maka Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-23.

 

Amalan 10 Hari Terakhir Ramadhan

Disebutkan dalam Kitab Fathul Mu’in tiga amalan utama yang mesti dilakukan pada sepuluh akhir Ramadhan adalah:

Pertama memperbanyak sedekah, mencukupi kebutuhan keluarga, dan berbuat baik kepada karib-kerabat dan tetangga.

Kedua, memperbanyak membaca Al-Quran. Imam An-Nawawi menjelaskan, membaca Al-Quran di akhir malam lebih baik ketimbang awal malam dan membaca Al-Quran yang paling baik di siang hari adalah setelah shalat shubuh.

Ketiga, memperbanyak i’tikaf di sepuluh terakhir Ramadhan. Menurut pandangan sebagian ulama mazhab Syafi’i, diperbolehkan i'tikaf di ruangan dalam rumah yang dikhususkan untuk shalat. Hal ini disepadankan dengan prinsip "jika shalat sunnah saja yang paling utama dilakukan di rumah, maka i’tikaf di rumah semestinya bisa dilakukan”.

Sementara Guru Besar tetap Universitas Indonesia Prof H Dadang Hawari menyatakan bahwa i’tikaf memiliki manfaat bukan hanya untuk kesehatan rohani.

I'tikaf juga memiliki manfaat jasmani di antaranya mampu meningkatkan daya tahan tubuh dan mampu membangkitkan kekuatan baru. Itikaf juga mampu menghidupkan kembali hati, mendatangkan ketenangan dan ketentraman. (Sumber: nu.or.id)

Tim Rembulan

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya