Ukuran Fidyah Utang Puasa Orang yang Sudah Meninggal

Berbagai pandangan ulama perihal ukuran fidyah utang puasa bagi orang yang telah meninggal.

oleh Putry Damayanty diperbarui 18 Jun 2023, 22:30 WIB
Diterbitkan 18 Jun 2023, 22:30 WIB
Berdasarkan Alat dan Nominal Pembayaran
Ilustrasi pembayaran zakat atau pajak / Copyright envato.com by DragonImages

Liputan6.com, Jakarta - Utang puasa orang yang telah meninggal dapat dibayar dengan fidyah (makanan pokok untuk orang miskin) meski sebagian ulama membolehkan qadha puasa oleh wali almarhum.

Tetapi ulama berbeda pendapat perihal ukuran pembayaran fidyah utang puasa orang yang telah meninggal dunia.

والمنصوص في الام هو الاول وهو الصحيح والدليل عليه ماروى ابن عمر أن النبي صلي الله عليه وسلم قال " من مات وعليه صيام فليطعم عنه مكان كل يوم مسكين " ولانه عبادة لا تدخلها النيابة في حال الحياة فلا تدخلها النيابة بعد الموت كالصلاة

Artinya: “Pendapat manshus dalam Kitab Al-Umm adalah pendapat pertama. Ini pendapat yang sahih. Dalil atas pendapat ini adalah hadits riwayat Ibnu Umar RA, Rasulullah SAW bersabda ‘Siapa saja yang wafat dan ia mempunyai utang puasa, hendaklah orang miskin diberi makan pada setiap hari utang puasanya.’ Puasa adalah ibadah yang tidak dapat digantikan pada saat orang hidup, maka ia tidak digantikan setelah matinya seperti ibadah shalat”.

 

Saksikan Video Pilihan ini:

Pandangan Ulama Perihal Ukuran Fidyah Utang Puasa

Imam An-Nawawi dari mazhab Syafi’i mengakomodasi berbagai pandangan ulama perihal ukuran fidyah utang puasa yang ditinggalkan karena sengaja oleh orang yang meninggal dunia.

Pertama, walinya wajib membayar dua mud atas utang puasa per harinya; dengan rincian satu mud sebagai fidyah puasa dan satu mud lagi atas penundaan qadha puasanya. Kedua, wali cukup membayar fidyah sebanyak satu mud atas penundaan qadha puasanya karena ketika seseorang mengeluarkan satu mud atas penundaan maka dengan sendirinya hilang kelalaian tersebut. Dengan demikian kasusnya serupa dengan kasus orang yang menunda puasanya tanpa kelalaian dan tidak wajib kafarah padanya.

Sebagian ulama mengatakan bahwa utang puasa orang yang telah meninggal dunia dapat dibayar dengan fidyah atau sedekah makanan pokok sebanyak satu mud atau bobot seberat 675 gram/6,75 ons beras.

Ulama mazhab Syafi’i memiliki dua pendapat perihal seseorang yang meninggal dan belum sempat mengqadha utang puasanya baik dengan maupun tanpa uzur. 

Pertama, (ini pendapat paling masyhur dan shahih) menurut penulis dan mayoritas ulama serta mansuh pada qaul jadid, wajib dibayarkan fidyah satu mud yang diambil dari peninggalan almarhum. Puasa yang dilakukan walinya tidak sah. Pandangan ini dipegang oleh Al-Qadhi Abu Thayyib dalam Kitab Al-Mujarrad. Ini pendapat yang manshush dari Imam As-Syafi’i dalam kitab-kitabnya yang terbaru dan kebanyakan pandangan lamanya.

Kedua, pandangan qadim. Pandangan ini sahih menurut sekelompok ulama terkemuka madzhab Syafi’i. Pandangan ini dapat menjadi alternatif. Wali almarhum boleh berpuasa untuk membayar utang puasa almarhum. Puasanya juga sah. Tetapi boleh juga utang puasa almarhum dibayar dengan fidyah dan bebas tanggungan almarhum. Pembayaran puasa almarhum itu tidak wajib dilakukan oleh walinya, tetapi oleh orang yang dipilih oleh walinya. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya