Liputan6.com, Jakarta - Banyak orang tua mengajak anak-anaknya yang masih kecil dan belum baligh untuk naik haji. Ada beberapa tujuan yang mungkin menjadi pertimbangan orang tua ketika mereka mengajak anak kecil untuk ikut serta dalam perjalanan haji.
Berikut ini adalah beberapa tujuan umum yang mungkin menjadi motivasi orang tua mengajak serta anak-anaknya.
Mengajak anak kecil berhaji dapat menjadi kesempatan untuk memberikan pendidikan agama yang mendalam dan praktis. Ini memungkinkan anak untuk memahami dan mengalami secara langsung nilai-nilai spiritual dan ibadah yang terkait dengan haji.
Advertisement
Dengan melibatkan mereka dalam proses ini, orang tua berharap anak-anak akan memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang ajaran Islam dan kehidupan spiritual.
Haji adalah salah satu dari lima rukun Islam dan merupakan pengalaman yang sangat berarti bagi seorang Muslim. Mengajak anak kecil untuk berpartisipasi dalam perjalanan haji memungkinkan mereka untuk merasakan atmosfer yang khusus dan mengenal lebih dekat tempat-tempat suci. Hal ini dapat membantu membangun hubungan emosional dan kecintaan mereka terhadap agama dan tempat-tempat suci Islam.
Baca Juga
Perjalanan haji dapat menjadi kesempatan untuk mengajarkan anak-anak nilai-nilai seperti kesabaran, pengorbanan, kerendahan hati, dan tolong-menolong. Dalam lingkungan yang kaya dengan berbagai etnis, budaya, dan latar belakang sosial, anak-anak dapat memperoleh pemahaman tentang persaudaraan, toleransi, dan penghargaan terhadap keragaman.
Pertanyaannya, bagaimana hukum anak kecil berhaji, apakah sah, berpahala dan menggugurkan kewajibannya untuk menunaikan rukun Islam?
Simak Video Pilihan Ini:
Beberapa Hal yang Harus Diperhatikan Saat Membawa Anak Haji
Mengutip muslim.or.id, apakah sah bila anak kecil naik haji? Atau jika ia haji ketika kecil, apa mesti saat dewasa haji wajibnya mesti ditunaikan lagi?
Ada hadits yang disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Bulughul Marom no. 718.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- لَقِىَ رَكْبًا بِالرَّوْحَاءِ فَقَالَ « مَنِ الْقَوْمُ ». قَالُوا الْمُسْلِمُونَ. فَقَالُوا مَنْ أَنْتَ قَالَ « رَسُولُ اللَّهِ ». فَرَفَعَتْ إِلَيْهِ امْرَأَةٌ صَبِيًّا فَقَالَتْ أَلِهَذَا حَجٌّ قَالَ « نَعَمْ وَلَكِ أَجْرٌ »
Dari Ibnu ‘Abbas, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau pernah bertemu dengan sekelompok orang yang berkendaraan di Rawha’, lalu ia bertanya, “Siapakah kalian?” Mereka menjawab, “Kami adalah kaum muslimin.” Kemudian mereka bertanya, “Siapakah tuan?” Beliau menjawab, “Aku adalah Rasulullah.” Kemudian ada seorang wanita yang mengangkat seorang anak kecil (yang masih menyusui,) di hadapan beliau lalu bertanya, “Apakah jika anak ini berhaji, hajinya teranggap?” Beliau menjawab, “Ya dan untukmu juga ada pahalanya.” (HR. Muslim no. 1336).
Beberapa faedah dari hadis tersebut, hadits itu menunjukkan sahnya haji dari anak kecil meskipun belum usia tamyiz. Jika orang tua membantu anaknya dalam berhaji sebagaimana orang-orang yang berhaji, maka hajinya sah.
Advertisement
Apaka Kelak Anak yang Berhaji Berkewajiban Mengulang Hajinya?
Apakah haji yang dilakukan oleh anak kecil tersebut teranggap sebagai hajjatul Islam (haji yang wajib)? Di sini para ulama berselisih pendapat. Mayoritas ulama berpandangan bahwa hajinya tidak dianggap sebagai hajjatul Islam (haji Islam atau haji yang wajib). Sedangkan yang lainnya berpendapat sahnya haji dari anak kecil berdasarkan hadis ini.
Yang rojih atau pendapat terkuat, hajinya adalah bukan hajjatul Islam, artinya ia masih punya kewajiban untuk berhaji ketika ia dewasa. Karena ada hadits yang mendukung pendapat ini yaitu dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّمَا صَبِيٍّ حَجَّ, ثُمَّ بَلَغَ اَلْحِنْثَ, فَعَلَيْهِ [ أَنْ يَحُجَّ ] حَجَّةً أُخْرَى, وَأَيُّمَا عَبْدٍ حَجَّ, ثُمَّ أُعْتِقَ, فَعَلَيْهِ [ أَنْ يَحُجَّ ] حَجَّةً أُخْرَى – رَوَاهُ اِبْنُ أَبِي شَيْبَةَ, وَالْبَيْهَقِيُّ وَرِجَالُهُ ثِقَاتٌ, إِلَّا أَنَّهُ اِخْتُلِفَ فِي رَفْعِهِ, وَالْمَحْفُوظُ أَنَّهُ مَوْقُوفٌ
“Siapa saja anak kecil yang berhaji lalu ia dewasa, maka ia masih punya kewajiban haji yang lain. Begitu pula budak yang berhaji, kemudian ia dimerdekakan, maka ia masih punya kewajiban haji yang lain” (HR. Ibnu Abi Syaibah, Al Baihaqi, dan perowinya tsiqoh. Hadits ini diperselisihkan apakah marfu’ yaitu sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ataukah mauquf hanya perkataan Ibnu ‘Abbas. Yang dirajihkan oleh Ibnu Hajar, hadits ini mauquf. Ulama lainnya semisal Syaikh ‘Abdullah Al Fauzan menganggap hadits ini marfu’).
Jika seseorang melakukan thawaf sambil memikul yang lain, maka orang yang memikul dan dipikul sama-sama dinilai melakukan thawaf termasuk di sini adalah anak kecil yang berthowaf dalam keadaan ihram. Walahu A'lam.
Penulis: Nugroho Purbo