Mengulik Persamaan dan Perbedaan Malam 1 Suro dengan 1 Muharram, Serupa tapi Tak Sama

Dalam kalender Jawa, 1 Muharram disebut dengan 1 Suro. Malam 1 Muharram atau malam tahun baru Islam, disebut dengan malam 1 Suro

oleh Liputan6.com diperbarui 18 Jul 2023, 08:30 WIB
Diterbitkan 18 Jul 2023, 08:30 WIB
Kirab Kebo Bule
Kawanan Kerbau Bule keturunan Kerbau Pusaka Keraton Kyai Slamet membuka jalan bagi rombongan Kirab Peringatan Malam 1 Suro Keraton Surakarta Hadiningrat, di Solo, Sabtu (31/8/2019). Kirab diadakan tepat malam 1 Suro yang menandai pergantian tahun baru penanggalan Jawa (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Dalam kalender Jawa, 1 Muharram disebut dengan 1 Suro. Malam 1 Muharram atau malam tahun baru Islam, disebut dengan malam 1 Suro.

Tahun ini, 1 Muharram atau 1 Suro jatuh pada Rabu,19 Juli 2023. Itu artinya, Selasa petang, 18 Juli 2023 adalah malam1 Muharram atau malam 1 Suro.

1 Muharram sebagai tahun baru Islam ditetapkan pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab. 1 Muharram adalah ketetapan hijrah dari Makkah ke Madinah.

Semula, kerajaan di Jawa menggunakan kalender Saka (India). Akan tetapi, seturut perkembangan Islam di pulau Jawa, Sultan Agung mengadopsi Hijriyah sebagai kalender Jawa.

Meski sistem dan metode perhitungannya serupa, yakni dengan penanggalan qamariyah atau bulan (lunar), namun ada perbedaan yang mencolok. Salah satunya, dalam kalender Jawa ada sistem hari.

Kembali ke malam 1 Suro dan malam 1 Muharram, waktunya sama. Lantaran menggunakan kalender lunar, maka pergantian hari terjadi pada petang, atau 'surup serngenge' dan dimulainya malam.

Bagi umat Islam, 1 Muharram berarti hari yang bersejarah karena menjadi hari ketetapan atau resolusi Hijrah Nabi dan para sahabat Muhajirin ke Madinah.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Perbedaan Pemaknaan Malam 1 Suro dan 1 Muharram

Kirab Malam 1 Suro di Pura Mangkunegaran
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka mengikuti prosesi kirab pusaka malam 1 Suro yang digelar di Pura Mangkunegaran, Solo, Jumat malam (29/7).(Liputan6.com/Fajar Abrori)

Mengutip Tirto.id, Muhammad Solikhin dalam Misteri Bulan Suro: Perspektif Islam Jawa (2010), kata “Suro” sendiri berasal dari bahasa Arab “Asyura” yang artinya sepuluh. Yang dimaksud dengan Asyura adalah hari ke sepuluh pada bulan Muharram.

Sementara dalam hal tradisi, jika dalam Islam malam 1 Muharram dimaknai dengan penuh kesucian, budaya Jawa justru sebaliknya. Malam 1 Suro dimaknai sebagai malam sakral, penuh mistis.

Sehingga dalam menyambutnya, berbagai upacara-upacara peringatan penuh klenik dilakukan. Malam 1 Suro dimaknai sebagai malam mistis tak terlepas dari beberapa faktor yang melatarbelakanginya.

Muhammad Solikhin, misalnya, berpandangan, faktor terpenting yang menyebabkan bulan Suro dianggap sakral adalah budaya keraton. Ia menulis, keraton sering mengadakan upacara dan ritual untuk peringatan hari-hari penting tertentu, salah satunya peringatan Malam 1 Suro.

Malam 1 Muharram dalam Tradisi Islam

Kerbau Bule Hingga Sedekah Merapi Saat Malam 1 Suro
Ribuan warga dan santri dari berbagai pondok pesantren di wilayah Kediri membaca doa dan zikir di Masjid Agung Kota Kediri, Jawa Timur, Jumat (24/10/2014). Doa dan zikir tersebut untuk menyambut Tahun Baru Hijriah 1 Muharram 1436 (Antara Foto/Rudi)

Mengadopsi tradisi setempat, umat Islam di Indonesia lazinya melakukan berbagai kegiatan pada malam 1 Muharram. Misalnya, madrasah dan pesantren yang berpawai obor.

Sembari itu, mereka melantunkan sholawat nabi. Ada sholawat yang begitu populer dibacakan pada malam 1 Muharram, yakni sholawat Badar.

Badar adalah sebuah lembah di luar Madinah, di mana terjadi pertempuran besar pertama yang begitu memengaruhi posisi umat Islam di Jazirah Arab pada masa awal perkembangan Islam di Madinah.

Ada pula yang membaca sholawat barzanzi, di ma'had maupun di masjid dan musala. Kegiatan-kegiatan itu bertujuan untuk menandai bulan Muharram, salah satu dari empat bulan yang dimuliakan.

Sementara, dalam tradisi Jawa, malam 1 Suro yang identik dengan malam keramat diisi dengan berbagai tradisi setempat. Misalnya, tradisi kungkum, atau yang paling populer adalah kirab kerbau bule, laku bisu, sedekah merapi, dan lain sebagainya.

Tim Rembulan

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya