3 Golongan yang Rajin Baca Al-Qur’an tapi Tak Diridhoi Allah, Penjelasan UAH

Ulama kharismatik Ustadz Adi Hidayat (UAH) mengingatkan jangan sampai bacaan Al-Qur’an-nya menjadi sia-sia. Sebab, kata UAH, ada tiga golongan yang rajin membaca Al-Qur’an tapi tak diridhoi Allah SWT.

oleh Muhamad Husni Tamami diperbarui 09 Jan 2024, 00:30 WIB
Diterbitkan 09 Jan 2024, 00:30 WIB
Ustaz Adi Hidayat atau UAH
Ustaz Adi Hidayat atau UAH menjelaskan tiga golongan yang rajin membaca Al-Qur'an yang tak diridhoi Allah. (YouTube Adi Hidayat Official)

Liputan6.com, Jakarta - Membaca Al-Qur’an adalah aktivitas yang mulia. Dalam Islam, membaca Al-Qur’an termasuk ibadah paling utama. 

Orang yang membaca Al-Qur’an akan diganjar pahala. Setiap satu huruf yang dibaca dari Al-Qur’an akan memperoleh satu kebaikan, dan setiap satu kebaikan dilipatkan menjadi sepuluh kebaikan. Demikian dalam hadis.

Keutamaan-keutamaan tentang membaca Al-Qur’an maupun menghafalnya sebenarnya cukup banyak disebut dalam hadis. Misalnya, Al-Qur’an kelak memberi syafaat bagi pembacanya, penghafal Al-Qur’an akan memberi mahkota untuk orang tuanya di hari kiamat, dan lainnya.

Meski begitu, ulama kharismatik Ustadz Adi Hidayat (UAH) mengingatkan jangan sampai bacaan Al-Qur’an-nya menjadi sia-sia. Sebab, kata UAH, ada tiga golongan yang rajin membaca Al-Qur’an tapi tak diridhoi Allah SWT.

“Awas, ada yang rajin baca (Al-Qur’an) one day one juz, one day one ayat, one day one surah. Ada yang rajin menelaah buka tafsir ini, tafsir itu. Ada yang rajin menghafalkan, masya Allah. Tapi maaf, apakah semua orang itu dianggap benar oleh Allah ketika berinteraksi dengan Al-Qur'an? Tidak,” kata UAH seperti dikutip dari YouTube Al Aman TV, Senin (8/1/2024).

Lantas, siapa saja golongan yang rajin membaca Al-Qur’an tapi tak diridhoi Allah? Simak penjelasan UAH berikut.

 

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

1. Membaca Al-Qur’an tapi Dzalim

Ustaz Adi Hidayat
Ustaz Adi Hidayat (Instagram: @ustadzadihidayat)

UAH menuturkan, golongan pertama yang rajin membaca Al-Qur’an tapi tak diridhoi Allah adalah mereka yang sering membaca Al-Qur’an tapi suka dzalim. Misalnya, dia tidak mampu menempatkan ayat Al-Qur’an sesuai dengan tempatnya.

“Dzalim itu menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya. Ini penghapus buat menghapus tulisan di papan tulis, asalnya gitu, tapi digunakan untuk melempar orang misalnya, itu dzalim namanya,” kata UAH menganalogikan makna dzalim yang dimaksud.

Contoh konkritnya adalah sering membaca ayat pertama surah Al-Ikhlas, hafal ayatnya, dan tahu maknanya (hanya Allah yang Esa), tapi tidak menempatkan ayat tersebut sesuai tempatnya. 

“Dia katakan di lisannya semua agama sama. Celaka orang-orang yang dusta. Hafal ayatnya, sering baca, tahu artinya, tapi dia berdusta. Itu dzalim namanya. Jadi, ayat-ayat itu tidak dipraktikkan dalam perilaku hidup,” imbuh UAH.

 

2. Membaca Al-Qur’an tapi Hanya untuk Dirinya Saja

Ustadz Adi Hidayat (UAH)
Ustadz Adi Hidayat (Foto: Tangkapan Layar Youtube @aagymoffical)

UAH mengatakan, golongan kedua sudah meninggalkan sifat yang pertama, tapi belum ada nilai kebaikan yang dapat diberikan kepada orang lain. Jadi, membaca Al-Qur’an-nya sebatas untuk dirinya saja.

“Tampak kegiatan sehari-hari sering mojok di masjid misalnya, atau dekat tiang-tiang nyender baca ngulang-ngulang hafalan (Al-Qur’an), tapi kalau diminta ‘Mas bisa ngimamin?’ (Jawabnya) ‘Ah yang yang lain saja’. Nah, itu paket hemat kata Al-Qur'an. Hemat untuk dirinya, belum bisa diberikan pada yang lain,” UAH mencontohkan.

3. Membaca Al-Qur’an tapi Tak Ada Perubahan pada Dirinya

Ustadz Adi Hidayat (UAH) mengisi kajian Islam di Uluu Camii Moskee, Utrecht. (Foto: Liputan6.com/Istimewa)
Ustadz Adi Hidayat (UAH) mengisi kajian Islam di Uluu Camii Moskee, Utrecht. (Foto: Liputan6.com/Istimewa)

UAH mengatakan, kesuksesan interaksi dengan Al-Qur’an dibuktikan dengan menampakkan diri pada perilaku baik dalam kehidupan. Orang yang sudah berada di level ini akan selalu menjadi nomor satu dalam mengerjakan kebaikan.

Namun, jika ternyata sering membaca Al-Qur’an tapi masih belum bisa mengimplementasikan dalam kehidupannya, berarti masuk ke golongan ketiga pembaca Al-Qur’an yang tak diridhoi Allah.

“Jadi, jangan bangga kalau anak Anda hafal 30 juz tap tidak merubah perilakunya. Yang bahaya itu hafalan banyak tapi perilaku semakin buruk. Ada yang salah tuh dalam hafalannya, ada yang keliru,” ujar UAH.

Menurut UAH, ciri-ciri orang yang sudah dekat dengan Al-Qur’an dapat dilihat dari perubahan lebih baik yang terjadi pada dirinya. Paling tidak orang yang sudah dekat dengan Al-Qur’an lebih tenang, terukur, dan lambat laun perilakunya beradab.

“Kalau ada kebaikan pengen segera dikerjakan. Kalau lihat sampah di masjid pengen segara ngambil (untuk dibuang ke tempatnya). Kalau lihat shaf kosong pengen ngejar shafnya. Itu dorongan kebaikannya cepat sekali. Semakin tinggi kecepatan berbuat baiknya ini menandakan semakin besar pengakuannya di hadapan Allah SWT dalam perubahan kebaikan,” pungkas UAH.

Kesimpulan

Ustadz Adi Hidayat hadir dalam acara tabligh akbar puncak rangkaian milad 1 Dekade Metode Wafa di Masjid Nasional Al Akbar Surabaya. (Istimewa).
Ustadz Adi Hidayat hadir dalam acara tabligh akbar puncak rangkaian milad 1 Dekade Metode Wafa di Masjid Nasional Al Akbar Surabaya. (Istimewa).

Berdasarkan penjelasan UAH di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tiga golongan yang rajin membaca Al-Qur’an tapi tak diridhoi Allah yaitu:

  1. Orang yang senang membaca Al-Qur'an tapi suka dzalim;
  2. Orang yang senang membaca Al-Qur'an tapi hanya untuk dirinya; dan
  3. Orang yang senang membaca Al-Qur’an tapi tidak ada perubahan pada dirinya dalam hal kebaikan.

Semoga kita termasuk pembaca Al-Qur’an yang diridhoi Allah SWT. Semoga dijauhkan dari perbuatan zalim dan dengan membaca Al-Qur’an sedikit demi sedikit muncul perubahan lebih baik. Semoga setiap bacaan Al-Qur'an kita diganjar pahala sebagaimana keutamaannya yang disebut dalam hadis. Aamiin. Wallahu a’lam.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya