Kolaborasi Mahasiswa dan Pemuda Dampingi Anak Tunawicara Soal Wudhu, Sholat dan Mengenal Tuhannya, Patut Ditiru

Mahasiswa dan pemuda ini bergerak membantu dua tuna wicara agar kenal wudhu dan sholat. Patut ditiru

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Jan 2024, 14:30 WIB
Diterbitkan 21 Jan 2024, 14:30 WIB
KKN Pakikiran Wudhu
Peserta KKN sedang mengajari dua anak tuna wicara untuk wudhu. (Nugroho/Liputan6)

Liputan6.com, Banjarnegara - Gerakan 10 mahasiswa dan sejumlah pemuda desa ini patut diacungi jempol serta patut ditiru. Mereka berani menerobos hal yang jarang dilakukan oleh orang lain.

Mahasiswa yang sedang menjalankan program Kuliah Kerja Nyata (KKN) asal Universitas Islam Negeri Prof KH Saifuddin Zuhri Purwokerto atau UIN Saizu bergandengan dengan Relawan Pakikiran Maju membantu dua anak yang alami tuna wicara (bisu) agar mampu melaksanakan ibadah dan mengenal Tuhannya.

Mereka sedang KKN di Desa Pakikiran, Kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara. sebuah desa di ujung barat Kabupaten Banjarnegara, hampir perbatasan dengan Kabupaten Banyumas.

Kolaborasi dengan pemuda setempat membuahkan program, yaitu mencoba mengenalkan ibadah wudhu dan sholat kepada penyandang tuna wicara sekaligus tuna rungu (bisu tuli).

Sebelum melakukan pengenalan, mengenai ibadah tersebut. Sebelumnya Tim KKN ini kordinasi dengan relawan desa setempat mengenai program yang sesuai dengan grand tema KKN, yang diantaranya mengangkat potensi desa serta pemberdayaan masyarakat.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Putra dan Dwi Tinggal di Rumah Memprihatikan, Keduanya dan Ibunya Tuna Wicara

kkn pakikiran 2
Peserta KKN sedang mengajari dua anak tuna wicara untuk wudhu. (Nugroho/Liputan6)

Tim KKN terdiri dari Fauzan Mukti Mangkutaruno (Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah), Hanafi Nazri (Komunikasi Penyiaran Islam), Renatha Ellicia Popivency (Bimbingan Konseling Islam), Rakha Abiyyu Widyatamaka (Ekonomi Syariah), Anggun Farah Puspita Dewi (Ekonomi Syariah).

Kemudian, Siti Syarifatul Hani (Manajemen Zakat dan Wakaf), Aida Fithrotunnuraini (Pendidikan Agama Islam), Titin Dwi Rahayu (Pendidikan Islam Anak Usia Dini), Bagas Setiyantoko (Hukum Keluarga Islam), dan Ferina Lutfiah (Hukum Keluarga Islam).

Sebelum terjun ke rumah penderita tuna wicara dan tuna rungu itu, antara tim KKN dan relawan melakukan diskusi, yang disepakati akan membantu agar dua anak bernama Romadhon Dwi Saputra (Putra, 14 tahun), dan Tri Adi Prasetyo (Tri, 10 tahun) bisa wudhu dan sholat, lantas menjalankan ibadah tersebut.

Untuk diketahui, dua anak ini Putra dan Tri ini merupakan anak broken home. Keduanya bisu dan tuli. Mereka juga dilahirkan oleh ibunya yang bisu dan tuli pula. Dalam satu keluarga terdapat tiga orang yang bisu dan tuli.

"Iya kami dibantu teman relawan setempat, mencari sasaran KKN kami yang sesuai dengan tema kami dari kampus. Kita menemukan tiga orang penderita tuna rungu dan wicara ini berkat informasi darirelawan. Kami pikir kita harus berbuat sesuatu, meski kecil tapi bermanfaat untuk mereka," kata Fauzan Mukti Mangkutaruno, ketua Tim KKN.

Akhirnya disepakati untuk mendampingi dua anak ini untuk belajar mengenal ibadah dalam Islam. Setelah diketahui dari informasi saudaranya jika kedua anak ini merupakan muslim.

Dua anak ini memang tidak dikenalkan sama sekali dengan ritual ibadah. Keluarganya dari keluarga miskin, setiap hari mencari sumber makanan dari kebun dan hutan di sekitar mereka.

Sedangkan beras minyak, atau sembako dibantu oleh saudaranya yang iba terhadap penderitaan tersebut.

Kolaborasi antara KKN dan Relawan Pakikiran Maju

bisu pakikiran KKN
Mentor yang juga penderita tuna wicara dan tuna rungu ini mengajari salah satu warga mengenai abjad dan huruf.

Kembali soal belajar ibadah, pada Sabtu (20/01/2024) relawan dan tim KKN mendatangi rumah keluarga miskin ini. Bangunan yang yang sangat memprihatinkan itu terletak di Grumbul Karang Duren, RT 01 RW 02, Desa Pakikiran Kecamatan Susukan, Banjarnegara.

Praktik yang pertama dilakukan adalah pengenalan air wudhu dan wudhu. Belum melangkah ke ritual ibadah sholat.

Awalnya keduanya sangat bingung dengan ritual tersebut. Namun lama-lama mengikuti, serta beberapa kali praktik langsung. Cuma anaknya yang diajari, lantaran ibu anak tersebut sudah terbiasa sholat.

Ketua Relawan Pakikiran Maju, Purbo Handoyo, saat turut mendampingi kegiatan mahasiswa tersebut mengaku terharu karena mahasiswa ini mampu membidik yang tidak terpikirkan oleh orang lain.

Sebelumnya relawan ini memiliki program mengenalkan baca dan tulis kepada kedua anak ini. Selain itu juga berencana mengenalkan teknologi komputer lantaran keduanya mempunyai bakat menggambar. Seluruh tembok rumah yang sangat sederhana penuh dengan coretan gambar.

"Awalnya kami relawan disini ingin membantu soal baca tulis, kami siapkan alat tulis serta mentor atau guru untuk mereka. Kami punya relawan yang kondisinya sama, yaitu tuna wicara dan tuna rungu," kata Purbo.

Purbo menambahkan, mentor tersebut bernama Jumasih. Dia bisa komunikasi lumayan baik dengan para relawan lainnya, termasuk saat WA an juga lumayan jalan komunikasinya. Walau penderita tuna rungu dan wicara ia memiliki kemauan kuat untuk berbagi ilmu, tanpa mendapat upah.

"Akhirnya program ini kami kolaborasikan, soal baca tulis, soal ibadah karena keduanya sudah baligh. Selain itu, keduanya harus punya mimp yang bisa diwujudkan, tak ada salahnya mereka sukses di kemudian hari," tandas Purbo.

 

Ini Pendapat Gus Mikh, Ulama Banjarnegara

Gus mikh
Muhammad Mikhdlom Nihrir atau Gus Iqdam ulama muda asal Banjarnegara

Ulama Banjarnegara Muhammad Mikhdlom Nihrir atau Gus Mikh Khadim di Ponpes Tanbighul Ghofiliin Alif Baa menanggapi mengenai orang tuna rungu dan wicara yang diajarkan sholat dan wudhu.

Murid Syaikhona KH Maimoen Zubair (Mbah Moen) ini mengatakan kaidah umum dalam syariat adalah bahwa siapa yang tidak mampu melakukan suatu kewajiban, maka kewajiban itu gugur baginya, namun dia tetap harus melakukan yang dia mampu lakukan.

Gus Mikh pun menyebut firman Allah Taala,

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُم (سورة التغابن: 16)

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu…” (QS. At-Taghabun: 16)

Selain itu, ia juga mengutip, sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam

وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ (متفق عليه)

“Ketika saya perintahkan suatu urusan, maka lakukan menurut kesanggupanmu.” Mutafaq ‘alaihi

Karena itu, orang yang bisu dan tuli yang tidak dapat membaca gugur baginya kewajiban yang tidak mampu dia lakukan. Jika dia dapat bertasbih atau berzikir kepada Allah, maka hendaknya dia bertasbih dan berzikir di tempat-tempat bacaan. Jika ternyata dia juga tidak mampu bertasbih dan dia tidak mengetahuinya serta tidak mungkin belajar penggantinya, maka hal itu gugur baginya dan dia tidak diwajibkan membaca sedikitpun. Jika dia mampu bertakbir di tempat-tempat takbir, maka dia harus melakukannya.

Jika dia tak mampu berucap sama sekali, maka gugurlah semua kewajiban dan rukun bacaan dalam shalat dan dia tetap wajib melakukan kewajiban dan rukun perbuatan seperti berdiri, ruku dan sujud.

"Begini, hendaknya dia niat untuk sholat di hatinya saat berdiri, kemudian dia ruku dan sujud tanpa membaca Al-Quran jika tidak membaca zikir-zikir," tandas Gus Mikh.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya