Liputan6.com, Cilacap - Banyak kisah menakjubkan yang kita temukan dalam literatur-literatur tasawuf. Kali ini tulisan ini akan menceritakan perihal seorang ulama yang dijuluki si tuli yang membuat setan lari terbirit-birit.
Kisah ini terdapat dalam kitab Nashaihul ‘Ibad, karya salah seorang ulama nusantara yang bernama Syaikh Nawawi al-Bantani.
Advertisement
Baca Juga
Sebagai informasi, Syaikh Nawawi al-Bantani merupakan salah seorang ulama yang pernah mejadi Imam Masjidil Haram. Beliau dilahirkan di Desa Tanara, Kabupaten Serang, Banten.
Beliau merupakan salah seorang ulama tanah air yang produktif dan menghasilkan banyak karya. Tak kurang dari 115 kitab buah karyanya yang membahas berbagai macam disiplin ilmu seperti tasawuf, fikih, tauhid, tafsir dan hadis.
Simak Video Pilihan Ini:
Muasal Julukan si Tuli
Menukil Republika, seorang ulama masyhur bidang Tasawuf di wilayah Khurasan, Hatim bin ibn Yusuf atau yang dikenal dengan Hatim al-Asham (wafat 237 H). Dia merupakan satu-satunya ulama yang mendapat julukan si Tuli, walaupun pendengarannya sebenarnya sangat normal.
Dalam kitab Nashaihul ‘Ibad, Syekh Nawawi al-Bantani menjelaskan bahwa Hatim bin ibn Yusuf dijuluki al-Asham (tuli) karena pada suatu ketika ada seorang perempuan yang menemuinya untuk menanyakan suatu masalah. Tiba-tiba perempuan tersebut, sehingga wajahnya memerah karena malu.
Untuk menutupi rasa malu perempuan tersebut, Hatim kemudian berkata, “Keraskan suaramu!”
Saat itu Hatim pura-pura tuli dan tidak mendengar ucapan perempuan tersebut. Mengetahui hal itu, perempuan itu pun merasa senang dan hilanglah rasa malunya sebab ia yakin bahwa Hatim tidak mendengar suara kentutnya.
Setelah kejadian itu, si perempuan menyebarkan informasi bahwa Hatim tuli. Hingga akhirnya, ulama sufi itu pun masyhur dengan nama Hatim al-Asham.
Advertisement
Bikin Setan Lari Ketakutan
Banyak pelajaran yang bisa diambil dari sosok ulama yang satu ini. Misalnya, dari kisahnya saat menjawab pertanyaan setan.
Pada suatu waktu, Hatim al-Asham berkata,
“Setiap pagi setan selalu bertanya kepadaku tentang tiga hal, ‘Apa yang engkau makan?’, ‘Apa yang engkau pakai’, ‘Di mana tempat tinggalmu?’.
Lalu Hatim menjawab, “Aku sedang memakan kematian (aku mencicipi pahitnya kematian), yang aku pakai adalah kain kafan, dan tempat tinggalku adalah kuburan.”
“Mendengar jawaban itu setan langsung lari menjauhiku,” kata Hatim.
Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul