Liputan6.com, Jakarta - Kepentingan manusia seringkali memengaruhi cara pandang dan tindakan seseorang, menjadikannya sulit untuk bersikap jujur.
Ketika seseorang memiliki kepentingan pribadi yang kuat, seperti mendapatkan keuntungan atau menghindari kerugian, mereka mungkin akan mengubah persepsi atau bahkan menyembunyikan kebenaran untuk memenuhi tujuan mereka.
Kepentingan ini bisa memanipulasi integritas, mengaburkan objektivitas, dan menyebabkan tindakan yang tidak konsisten dengan nilai-nilai kejujuran.
Advertisement
Dalam ceramahnya yang dikuip dalam kanal YouTube @SUDARNOPRANOTO, KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) mengulas tentang bagaimana kepentingan mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap sesuatu.
Menurut Gus Baha, manusia cenderung melihat sesuatu berdasarkan kebutuhan atau perasaan pribadi, bukan kebenaran sejati.
"Orang kalau melihat langsung itu pasti terpengaruh oleh cinta atau tidak cinta, senang atau tidak senang, sedang butuh atau tidak butuh," ungkapnya.
Gus Baha memberikan contoh bahwa seseorang yang sedang sakit akan merasa lebih senang melihat dokter daripada melihat orang lain, karena ada harapan untuk sembuh.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Begini Gambaran di Dunia Nyata
Namun, bagi seorang politikus, mungkin ia akan lebih menghormati ketua partai dibandingkan dengan dokter, karena ada kepentingan politik yang lebih besar.
"Kalau saya sakit mau mati, senang lihat dokter karena ini harapan. Tapi kalau saya politikus, ngelihat ketua partai itu lebih respek ketimbang melihat dokter," jelas Gus Baha.
Pandangan manusia, menurut Gus Baha, sering kali tidak jujur karena dipengaruhi oleh kepentingan pribadi.
"Gara-gara banyak kepentingan, melihat itu tidak pernah jujur," tegasnya.
Pandangan yang tidak objektif ini membuat manusia sulit melihat sesuatu dari sudut pandang yang benar dan adil.
Lebih jauh, Gus Baha menjelaskan bahwa kebodohan manusia justru muncul karena pandangan yang dipenuhi oleh kepentingan.
Ketika manusia melihat sesuatu dengan kepentingan yang menyelimutinya, mereka tidak bisa lagi objektif dalam menilai situasi.
"Kebodohan manusia justru karena melihat itu," tambahnya.
Advertisement
Ini Alasan Manusia Tidak Jujur
Gus Baha juga mengungkapkan bahwa manusia sering kali hanya bangun dari kebodohan mereka setelah meninggal.
"Kalau dalam teori pesantren itu kebalik, manusia itu hakikatnya tidur baru setelah mati bangun," ujar Gus Baha, mengingatkan betapa banyak orang tidak sadar akan kebenaran sejati dalam hidup mereka hingga akhir hayat.
Selain itu, Gus Baha menyebutkan bahwa salah satu alasan utama mengapa manusia tidak bisa jujur dalam pandangannya adalah karena mereka terlalu terikat pada kepentingan duniawi.
"Karena kita terlalu butuh, pandangan kita menjadi tidak jujur," katanya. Hal ini membuat manusia sulit melihat segala sesuatu dengan jernih.
Gus Baha juga menyoroti bahwa sering kali manusia merasa bahwa mereka melihat dunia dengan jelas, padahal kenyataannya mereka hanya melihat apa yang ingin mereka lihat.
"Kita sering merasa sudah melihat dengan benar, tapi sebenarnya kita hanya melihat apa yang kita inginkan," tuturnya.
Hal ini sering kali dipengaruhi oleh nafsu dan kebutuhan pribadi.
Ia juga menekankan pentingnya introspeksi diri. Menurut Gus Baha, manusia harus sering-sering introspeksi dan menyadari bahwa pandangan mereka terhadap dunia sering kali tidak akurat.
"Harus sering introspeksi, jangan terlalu percaya dengan pandangan kita sendiri," jelasnya.
Lebih lanjut, Gus Baha mengingatkan bahwa melihat sesuatu dengan penuh kepentingan hanya akan membawa kebingungan dan kebodohan.
"Kalau melihat dengan kepentingan, itu akan membingungkan dan membuat kita bodoh," tegasnya.
Dengan belajar melihat secara objektif, manusia dapat memahami kebenaran yang sebenarnya.
Gus Baha mengajak umat untuk tidak mudah terjebak dalam kepentingan duniawi yang membuat pandangan mereka menjadi tidak jujur.
"Jangan sampai kepentingan kita menutupi pandangan kita terhadap kebenaran," pesannya. Manusia harus berusaha melihat segala sesuatu dengan hati yang bersih dan niat yang tulus.
Pesan ini mengajak kita semua untuk lebih kritis dan introspektif dalam melihat dunia, menghindari pengaruh kepentingan pribadi yang dapat mengaburkan kebenaran yang sejati.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul