Kisah Imam an-Nawawi Tetap Bisa Menulis Kitab Meskipun Gelap Gulita, Karomah Wali

Salah satu karomah Imam an-Nawawi ialah tetap bisa menulis meskipun saat itu kondisinya gelap gulita karena mati lampu

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Sep 2024, 14:30 WIB
Diterbitkan 12 Sep 2024, 14:30 WIB
Imam an-Nawawi sedang menulis (SS:YT. Askamza Chanel)
Imam an-Nawawi (SS:YT. Askamza Chanel)

Liputan6.com, Cilacap - Salah satu ulama masyhur mazhab Syafi’i yang sangat produktif menghasilkan karya selama hidupnya ialah Imam an-Nawawi. Kitab-kitabnya banyak dipelajari di pesantren, termasuk karya monumentalnya Kitab al-Adzkar.

Imam an-Nawawi merupakan ulama yang zuhud, wara dan berwibawa.

Beliau memiliki nama lengkap Yahya bin Syaraf bin Hasan bin Husain An-Nawawi Ad-Dimasyqiy, Abu Zakaria. Lahir pada tahun 631 H di Nahwa, sebuah perkampungan di daerah Damaskus.

Selain sebagai seorang ulama, Imam an-Nawawi dikenal sebagai salah seorang wali yang memilki karomah, di antaranya ialah tetap bisa menulis meskipun saat itu dalam kondisi gelap gulita.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Jarinya Memancarkan Cahaya

Melansir NU Onlline, salah satu karomah yang dimiliki Imam Nawawi adalah jarinya bisa mengeluarkan cahaya saat sedang menulis, sebagai penerang kala mati lampu. Hal demikain juga dimiliki oleh Imam Rafi’i, tapi bukan jarinya yang bercahaya, melainkan pohon yang berada di sampingnya.

Konon, Imam Nawawi juga diakui sebagai seorang Wali Qutub. Al-Habib Umar bin Abdurrahman al-Athas (termasuk wali Qutub Hadramaut) pernah menitip pesan untuk Syekh Ali Baros (penyususn Ratib Al-Athas), supaya membaca kitab Minhaj karya Imam Nawawi.

Sebab, Penulisnya adalah seorang wali Qutub dan yang membacanya mendapat jaminan futuh (terbuka pikirannya). Kejombloan Imam Nawawi ini bahkan dibukukan oleh Syeikh Abu Ghuddah –murid dan khodim dari Syeikh Zahid Kautsari yang merupakan mufti terakhir dari kekhalifahan Turki Ustmani– dalam risalahnya yang berjudul Al Ulama Al Uzzab Alladhina Atsarul Ilma A’la Zawaj.

 

Seumur Hidupnya Membujang

Ilustrai- Kafilah pengendara unta di padang pasir. (Foto: Tangkapan layar film The Messenger)
Ilustrai- Kafilah pengendara unta di padang pasir. (Foto: Tangkapan layar film The Messenger)

Kejombloan Imam Nawawi ini bahkan dibukukan oleh Syeikh Abu Ghuddah –murid dan khodim dari Syeikh Zahid Kautsari yang merupakan mufti terakhir dari kekhalifahan Turki Ustmani– dalam risalahnya yang berjudul Al Ulama Al Uzzab Alladhina Atsarul Ilma A’la Zawaj.

Tidak hanya Imam Nawawi. Dalam risalahnya itu, Syeikh Abu Ghuddah juga menyebutkan daftar ulama-ulama jomblo lainnya. Seperti Imam Dhahabi sang sejarawan handal, Imam Ibnu Jarir at-Thobari sang sejarwan terkemuka abad pertengahan, sang pakar nahwu dan bahasa yang beraliran muktazilah Imam Zamakhsary dan masih banyak lagi.

Jadi, buat para jomblowan-jomblowati yang dimuliakan Allah, tidak usah khawatir. Pilihan anda-anda semua adalah langkah ulama-ulama besar yang tidak diragukan ketokohan dan kebesarannya. Kembali ke Imam Nawawi. Kita bisa menemukan ketegasan prinsip beliau dalam mudoqqimah (bagian pembuka) kitab Al-Majmu' (kitab komentar dari kitab Al-Muhadzzab).

Dalam kitab itu, Imam Nawawi secara tegas menyatakan dukungan atas 'mazhab jomblonya'. Dengan mengutip beberapa argumen ulama. Seperti Al-Khatib al-Bagdadi (ulama ahli hadis dan sejarawan) yang berpesan demikian,

يستحب للطالب أن يكون عزبا ما أمكنه، لئلا يقطعه الاشتغال بحقوق الزوجة، والاهتمام بالمعيشة، عن إكمال طلب العلم.

Artinya, "Seorang penuntut ilmu dianjurkan untuk menjomblo sebisa mungkin. Agar fokus belajarnya tidak terganggu oleh kesibukan rumah tangga dan repot mencari nafkah." (lihat Al-Majmu’ Syarah al-Muhadzzab, juz 1, hal. 35)

Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya