Liputan6.com, Jakarta - Orang yang terlihat kaya amal di dunia bisa berakhir bangkrut di akhirat, meskipun selama hidupnya rajin beribadah dan berbuat baik.
Fenomena ini menggambarkan situasi di mana amal yang dilakukan di dunia tidak memiliki nilai di akhirat, karena ada faktor-faktor tertentu yang menyebabkan pahalanya hilang atau tidak diakui.
Seseorang mungkin merasa telah mengumpulkan banyak pahala melalui ibadah dan amal, tetapi ketika dihadapkan dengan penilaian di akhirat, semua itu bisa lenyap.
Advertisement
Ini mencerminkan betapa pentingnya pemahaman tentang bagaimana amal dihitung di kehidupan setelah mati. Keadaan ini sering menjadi peringatan agar setiap amal di dunia dilakukan dengan penuh kesadaran akan apa yang akan diterima kelak di akhirat.
Dalam ceramah yang disampaikan oleh Ustadz Adi Hidayat (UAH) dikutip di kanal YouTube @dakwatoday,ia mengulas tentang orang yang disebut Nabi Muhammad SAW sebagai "orang bangkrut" di hari kiamat.
UAH menjelaskan bahwa definisi bangkrut di akhirat sangat berbeda dengan pandangan manusia di dunia.
UAH memulai dengan mengutip hadis yang menggambarkan situasi di mana Nabi Muhammad SAW sedang duduk bersama para sahabat. Nabi bertanya kepada mereka, "Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut?" Salah satu sahabat menjawab bahwa menurut mereka, orang yang bangkrut adalah seseorang yang tidak memiliki aset atau harta sama sekali.
"Orang bangkrut menurut kami adalah orang yang tidak punya uang atau kekayaan," jawab sahabat tersebut.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Umat rasulullah yang Bangkrut di Akhirat
Namun, Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa orang yang bangkrut di akhirat bukanlah orang yang tidak memiliki harta.
Nabi menyatakan, "Orang yang bangkrut dari kalangan umatku adalah dia yang datang di hari kiamat dengan pahala banyak, seperti rajin sholat, rajin puasa, dan rajin bersedekah."
Menurut Ustadz Adi, Nabi Muhammad SAW menggambarkan orang ini sebagai sosok yang taat dalam ibadah. Sholatnya rajin, tidak hanya wajib tetapi juga tahajud, dhuha, dan berbagai sholat sunnah lainnya. Dia juga rajin menjalankan puasa sunnah, termasuk puasa Senin-Kamis, puasa Syawal, dan puasa Ayyamul Bidh.
Selain itu, orang ini tidak pernah telat dalam membayar zakat, bahkan sering kali sudah mempersiapkan zakatnya sebelum waktunya. Mungkin dia juga rutin menunaikan ibadah haji dan umrah. Dari segi ibadah ritual, orang ini terlihat sempurna.
Namun, yang menjadi masalah, menurut Nabi Muhammad SAW, adalah lisannya. UAH menjelaskan bahwa orang ini sering mencela orang lain, baik dengan perkataan maupun melalui tindakan.
"Sayangnya, lisannya gatal, senang mencela orang lain," ujar Ustadz Adi dalam ceramahnya.
Advertisement
Lisannya Diam Tangannyayang Aktif di Medsos
Lebih lanjut, Ustadz Adi menambahkan bahwa sekarang, fenomena mencela tidak hanya dilakukan melalui lisan, tetapi juga melalui tulisan dan tindakan. Banyak orang yang diam, tidak berbicara, namun aktif mencela melalui komentar di media sosial.
"Lisannya diam, tapi tangannya yang sibuk berkomentar ke mana-mana," jelas Ustadz Adi.
Orang seperti ini, meskipun terlihat taat dalam ibadah, akan mengalami kebangkrutan di akhirat. Ustadz Adi menekankan bahwa amalan ibadah yang dilakukan akan habis karena harus membayar kerugian akibat perbuatan mencela orang lain. Setiap pahala yang dikumpulkan akan diberikan kepada orang yang pernah ia zalimi.
Nabi Muhammad SAW menyatakan bahwa pada akhirnya, orang tersebut akan kehilangan seluruh pahala yang ia kumpulkan karena terus menerus mencela, menggunjing, dan menyakiti orang lain.
Ketika pahalanya habis, namun tanggungannya masih ada, maka dosa-dosa orang yang pernah ia zalimi akan dilemparkan kepadanya.
"Orang ini datang dengan segudang pahala, tapi pergi dengan segunung dosa. Itulah yang Nabi sebut sebagai orang yang bangkrut," kata UAH.
Sebagai penutup, Ustadz Adi Hidayat mengingatkan umat Islam untuk berhati-hati dalam menjaga lisan dan tindakan. Meskipun ibadah yang dilakukan sangat banyak, jangan sampai semua itu menjadi sia-sia di hari kiamat karena lisan atau perbuatan yang menyakiti orang lain.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul