Liputan6.com, Jakarta - Soal kewajiban suami dan ayah untuk memberi nafkah, Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 233:
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا
Artinya: “Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara makruf”
Advertisement
Dari ayat di atas bahwasanya kita paham dan mengerti jika seorang suami atau ayah memiliki tanggungjawab untuk menafkahi istri dan anaknya.
Advertisement
Baca Juga
Namun, di zaman modern saat ini bekerja nampaknya bukan hanya hal yang biasa dilakukan oleh laki-laki. Bahkan banyak perempuan yang juga bekerja dari pagi hingga petang.
Tak jarang juga ditemui istri yang memiliki penghasilan lebih besar daripada suami. Atau mungkin ada pula suami yang tidak bekerja dan hanya mengurus rumah tangga.
Melihat dari fenomena ini, bolehkah jika istri ikut menafkahi keluarganya? Bagaimana hukumnya dalam Islam? Berikut ulasannya merangkum dari laman NU Online Lampung.
Saksikan Video Pilihan ini:
Hukum Istri Ikut Menafkahi Keluarga
Islam tidak melarang seorang perempuan baik masih gadis maupun sudah menikah untuk bekerja. Hukumnya mubah (boleh), selama suami mengizinkan untuk bekerja, membantu mencari nafkah untuk keluarganya, ditambah dengan istrinya juga bekerja dengan senang hati, dalam arti keduanya sama-sama ridha (senang).
Dalam kaidah umum, memang dalam menafkahi keluarga itu adalah kewajiban seorang suami, memberikan kebutuhan sandang, pangan, papan, dan sebagainya. Firman Allah dalam Al-Qur'an Surah An Nisa' ayat 34:
Artinya: Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari harta mereka.
Adapun hikmah dari ayat tersebut adalah bahwa seorang suami wajib mengurusi, mengajari akhlak, dan memberi nafkah kepada istri, kemudian seorang istri dilarang membantah perintah suami, kecuali perintah bermaksiat kepada Allah.
Jika sebaliknya istri yang mencari dan memberikan nafkah untuk suami dan membantu untuk memenuhi kebutuhan keluarganya maka hukumnya boleh dan bernilai nafkah.
Advertisement
3 Alasan Syar'i Muslimah Boleh Bekerja di Luar Rumah
Sebelum memutuskan untuk bekerja diluar rumah, ada baiknya melihat pada beberapa faktor syar'i yang mendorong seorang muslimah atau istri untuk bekerja antara lain:
1. Suami kesulitan untuk memberi nafkah istri dan keluarga karena tidak mampu dengan alasan sakit, di PHK, dan lain-lain.
2. Suami dengan pendapatan terbatas, akhirnya kondisi ini mendorong istri untuk bekerja demi mendapatkan materi yang bisa meningkatkan taraf hidup keluarga atas kerelaan hatinya.
3. Istri memiliki hutang yang harus dilunasi, sehingga istri terdorong bekerja demi mendapatkan uang untuk menutup utang tersebut.
Allah SWT berfirman dalam Al Qur'an Surah Atthalaq ayat 7: Hendaklah orang yang mempunyai keluasan memberi nafkah menurut kemampuannya dan orang terbatas rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak membebani seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang diberikan Allah kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan.
Rasulullah SAW juga pernah menjelaskan tentang ayat di atas, bahwa: Sedinar yg engkau infakkan di jalan Allah, sedinar yang engkau infakkan dalam pembebasan hamba, sedinar yang engkau sedekahkan kepada orang miskin dan sedinar yg engkau infakkan ke keluargamu, maka yang lebih besar pahalanya adalah yang engkau infakkan kepada keluargamu (HR Ahmad dan Muslim).
Jadi, maksud dari hadist tersebut bahwa siapapun yg menginfakkan baik itu seorang suami untuk istri dan kelurganya, ataupun seorang istri untuk suami dan keluarganya, maka pahalanya lebih besar dibandingkan sedekah kepada orang miskin, atau menginfakkan di jalan Allah.
Demikian semoga bisa dipahami. Waallahu 'alam bishawab.