Liputan6.com, Jakarta - Ketika memasuki bulan Rajab, umat Islam dianjurkan untuk membaca doa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. Isi dari doa tersebut adalah permohonan diberikan keberkahan pada bulan Rajab dan Sya’ban, kemudian harapan tentang Ramadhan. Berikut doanya.
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ
Allâhumma bârik lanâ fî rajaba wasya‘bâna waballighnâ ramadlânâ.
Advertisement
Artinya: "Duhai Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan bulan Sya’ban dan pertemukanlah kami dengan bulan Ramadhan." (Lihat Muhyiddin Abi Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Adzkâr, Penerbit Darul Hadits, Kairo, Mesir).
Advertisement
Doa ini diamalkan pada malam 1 Rajab, tapi boleh diamalkan sepanjang Rajab. Bahkan, di beberapa majelis doa tersebut sering dibaca meski sudah memasuki bulan Sya’ban.
Baca Juga
Jarak antara Rajab dan Ramadhan memang berdekatan. Hanya berselang satu bulan saja, yaitu Sya’ban. Sejatinya, muslim berbahagia ketika memasuki Rajab karena bulan suci sebentar lagi tiba, kemudian dilanjut dengan Idul Fitri pada bulan Syawal.
Pada bulan Ramadhan umat Islam diperintahkan melaksanakan puasa sebulan penuh. Hukum puasa di bulan Ramadhan adalah wajib. Jika ditinggalkan, muslim harus menggantinya (mengqadha) di bulan lain.
Setelah sebulan berpuasa, muslim akan merayakan Idul Fitri. Tradisi lebaran Idul Fitri adalah mudik, saling bersilaturahmi. Momen hari raya juga sering dimanfaatkan untuk saling memaafkan satu sama lain sehingga kembali ke fitrahnya.
Yang menjadi pertanyaan saat ini adalah kapan awal puasa Ramadhan dan lebaran Idul Fitri 2025? Simak berikut jadwalnya berdasarkan perhitungan kalender dari Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Awal Puasa Ramadhan dan Lebaran Idul Fitri 2025
Menurut kalender Hijriah yang dikeluarkan Kemenag, tanggal 1 Ramadhan 1446 H sebagai awal puasa jatuh pada 1 Maret 2025. Adapun lebaran Idul Fitri dijadwalkan antara 31 Maret dan 1 April 2025.
Jadwal tersebut belum final. Pasalnya, Kemenag RI akan menggelar pemantauan hilal di sejumlah wilayah yang tersebar di berbagai provinsi di Indonesia. Data hilal tersebut akan menjadi dasar penentuan awal puasa Ramadhan dan lebaran Idul Fitri 2025 yang ditetapkan dalam sidang isbat.
Advertisement
Mengenal Metode Hisab dalam Penentuan Awal Bulan Qomariyah
Secara umum, ada dua metode untuk menentukan awal bulan qomariyah yang sering digunakan di Indonesia, yakni metode hisab dan rukyat. Muhammadiyah adalah organisasi Islam yang berpedoman pada metode hisab (perhitungan).
Mengutip NU Online, hisab merupakan metode falak hitungan numerik-matematik yang digunakan untuk menetapkan awal bulan Hijriyah tanpa verifikasi faktual atau rukyah hilal. Metode falak ini bermakna sebagai hipotesis verifikatif yang belum konklusif.
Muhammadiyah yang menggunakan metode hisab dalam penentuan awal bulan qamariyah memiliki dasar yang kuat. Pakar Falak Muhammadiyah Oman Fathurrahman menuturkan, dalam beberapa isyarat ayat Al-Qur’an ditemukan kata kunci hisab yang berarti perhitungan. Misalnya, QS Ar-Rahman ayat 5 yang berarti matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan.
Kemudian QS Yunus ayat 5 yang artinya, “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan Bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan Bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu).”
“Penetapan awal bulan itu bisa dengan hisab dengan perhitungan. Kalau kita memahami bahwa bulan dan matahari beredar menurut perhitungan, maka kita bisa memprediksi, mengukur, menentukan dengan pasti, dengan akurat,” kata Oman, dikutip dari laman resmi Muhammadiyah.
Mengenal Metode Rukyat dalam Penentuan Awal Bulan Qomariyah
Sementara itu, Nahdlatul Ulama menggunakan metode rukyatul hilal dalam menentukan awal bulan qomariyah. Metode ini juga digunakan oleh pemerintah melalui Kemenag, sehingga ketentuan awal puasa Ramadhan atau hari Idul Fitri sering sama antara NU dan pemerintah.
Melansir NU Online, rukyatul hilal merupakan pengamatan atau observasi terhadap hilal. Hilal merupakan lengkungan bulan sabit paling tipis yang berkedudukan pada ketinggian rendah di atas ufuk barat pasca matahari terbenam (ghurub) dan bisa diamati.
Cara pengamatannya terbagi menjadi tiga, mulai mengandalkan mata telanjang, mata dibantu alat optik (umumnya teleskop) hingga yang termutakhir alat optik (umumnya teleskop) terhubung sensor/kamera. Dari ketiga cara tersebut maka keterlihatan hilal pun terbagi menjadi tiga pula, mulai dari kasatmata telanjang (bil fi’li), kasatmata teleskop, dan kasat–citra.
Dalam praktiknya, metode rukyat tidak akan bisa diselenggarakan tanpa metode falak (hisab) yang baik, sehingga metode hisab tetap dibutuhkan untuk membantu menentukan kapan awal bulan qomariyah yang dikuatkan dengan data hilal.
Penentuan awal bulan qamariyah dengan metode rukyat seperti yang dilakukan organisasi NU didasarkan atas pemahaman bahwa nash-nash tentang rukyat itu bersifat ta’abbudiy.
Ada nash al-Quran yang dapat dipahami sebagai perintah rukyat, yaitu QS. Al-Baqarah ayat 185 tentang perintah berpuasa Ramadhan dan QS. Al-Baqarah ayat 189 tentang penciptaan ahillah.
Selain itu, ada setidaknya 23 hadist yang menjadi dasar tentang rukyat, yaitu hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibnu Majah, Imam Malik, Ahmad bin Hambal, ad-Darimi, Ibnu Hibban, Al-Hakim, Ad-Daruquthni, Al-Baihaqi, dan lain-lain.
NU berpandangan bahwa dasar rukyat tersebut dipegangi oleh para sahabat, tabi’in, tabi’ittabi’in, dan empat madzhab yakni Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali.
Wallahu a’lam.
Advertisement