Liputan6.com, Jakarta Bulan Ramadhan merupakan bulan yang istimewa bagi umat Muslim di seluruh dunia. Namun, tak jarang ada kondisi tertentu yang membuat seseorang tidak dapat melaksanakan puasa Ramadhan secara penuh. Akibatnya, utang puasa Ramadhan menjadi sesuatu yang tidak bisa dihindari bagi sebagian orang. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah utang puasa Ramadhan tersebut boleh tidak dibayar atau tidak diganti di kemudian hari?
Baca Juga
Advertisement
Bagi mereka yang memiliki utang puasa Ramadhan, penting untuk memahami kewajiban mengganti puasa tersebut berdasarkan ketentuan syariat Islam. Dalam ajaran Islam, mengganti puasa yang tertinggal atau qadha merupakan kewajiban yang telah ditetapkan. Namun, banyak Muslim yang masih belum memahami sepenuhnya mengenai hukum dan ketentuan terkait utang puasa Ramadhan yang belum ditunaikan hingga datangnya bulan Ramadhan berikutnya.
Memahami ketentuan tentang utang puasa Ramadhan menjadi sangat penting agar ibadah kita sempurna di hadapan Allah SWT. Terlebih, terdapat beberapa pandangan dari berbagai mazhab fiqih mengenai konsekuensi dari menunda-nunda pembayaran utang puasa hingga memasuki bulan Ramadhan berikutnya. Artikel ini akan membahas secara lengkap mengenai hukum, ketentuan, dan pendapat para ulama tentang boleh tidaknya seseorang untuk tidak mengganti puasa Ramadhan yang tertinggal.
Lebih jelasnya, berikut ini telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber informasi lengkapnya, pada Rabu (26/2).
Pengertian Qadha Puasa Ramadhan dan Hukumnya
Qadha puasa Ramadhan adalah kewajiban mengganti puasa yang terlewat di bulan Ramadhan karena adanya alasan tertentu yang dibenarkan oleh syariat. Alasan-alasan tersebut meliputi sakit, sedang dalam perjalanan (safar), haid, nifas, atau kondisi lain yang secara syar'i diperbolehkan untuk tidak berpuasa.
Hukum mengqadha puasa yang ditinggalkan adalah wajib bagi setiap Muslim yang memiliki utang puasa. Hal ini didasarkan pada Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 185:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۗوَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗيُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ ۖوَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
Artinya: "Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan yang batil). Oleh karena itu, siapa di antara kamu hadir (di tempat tinggalnya atau bukan musafir) pada bulan itu, berpuasalah. Siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya) sebanyak hari (yang ditinggalkannya) pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu agar kamu bersyukur."
Berdasarkan Tafsir Al-Qur'an dari Kementerian Agama RI, ayat tersebut dengan jelas menunjukkan bahwa meskipun puasa hukumnya wajib, Allah SWT memberikan keringanan bagi mereka yang memiliki uzur syar'i untuk tidak berpuasa. Namun, keringanan tersebut bukan berarti menggugurkan kewajiban puasa secara total, melainkan hanya memindahkan waktu pelaksanaannya ke hari-hari lain di luar bulan Ramadhan.
Dengan demikian, berdasarkan ayat tersebut, tidak diperbolehkan bagi seorang Muslim untuk sengaja meninggalkan kewajiban qadha puasa tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat. Kewajiban mengganti puasa tetap harus dilaksanakan selama masih ada kesempatan dan kemampuan untuk melakukannya.
Advertisement
Pandangan Berbagai Mazhab Tentang Penundaan Qadha Puasa
Dalam memahami hukum dan konsekuensi dari menunda pembayaran utang puasa Ramadhan, terdapat beberapa pandangan dari berbagai mazhab fiqih yang perlu diketahui. Perbedaan pandangan ini terutama terkait dengan konsekuensi jika seseorang menunda qadha puasanya hingga memasuki bulan Ramadhan berikutnya.
Mazhab Maliki, Syafi'i, dan Hambali
Menurut pandangan Mazhab Maliki, Syafi'i, dan Hambali, jika seseorang mampu mengqadha puasanya namun dengan sengaja menunda hingga datangnya bulan Ramadhan berikutnya tanpa adanya uzur yang dibenarkan, maka ia tetap diwajibkan untuk mengqadha puasa tersebut. Namun, selain kewajiban qadha, orang tersebut juga diharuskan membayar fidyah atau kifarah.
Kifarah yang diwajibkan berupa satu mud makanan pokok untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan. Satu mud ini setara dengan sekitar 0,6 kilogram makanan pokok yang diserahkan kepada fakir miskin. Pembayaran kifarah ini dipandang sebagai bentuk tanggungjawab dan konsekuensi atas penundaan yang dilakukan tanpa alasan yang sah.
Dasar dari pandangan ini adalah untuk memberikan efek jera bagi mereka yang menunda-nunda pembayaran qadha puasa tanpa alasan yang dibenarkan. Hal ini juga sebagai bentuk pengajaran agar tidak menyepelekan kewajiban ibadah yang telah ditetapkan.
Mazhab Hanafi
Berbeda dengan tiga mazhab sebelumnya, Mazhab Hanafi memiliki pandangan yang lebih ringan terkait penundaan qadha puasa hingga Ramadhan berikutnya. Menurut mazhab ini, seseorang yang menunda qadha puasanya hingga datangnya bulan Ramadhan berikutnya hanya diwajibkan untuk mengganti puasanya saja tanpa harus membayar kifarah tambahan.
Pandangan ini berlaku meskipun penundaan tersebut dilakukan tanpa adanya uzur yang sah. Mazhab Hanafi lebih menekankan pada pelaksanaan qadha itu sendiri tanpa menambahkan kewajiban lain berupa kifarah. Hal ini menunjukkan bahwa bagi Mazhab Hanafi, yang terpenting adalah kewajiban puasa tersebut tetap dilaksanakan meskipun terlambat, tanpa perlu dibebani dengan kewajiban tambahan.
Kondisi Khusus: Sakit Berkelanjutan
Dalam kondisi tertentu di mana seseorang mengalami sakit yang berkelanjutan atau uzur syar'i yang terus-menerus dari Ramadhan pertama hingga Ramadhan kedua sehingga tidak mampu mengqadha puasanya, seluruh empat mazhab (Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hambali) sepakat bahwa tidak ada kewajiban qadha maupun kifarah bagi orang tersebut.
Kondisi ini dianggap sebagai uzur yang sah, sehingga kewajiban qadha dan kifarah tidak diberlakukan. Hal ini sejalan dengan prinsip dasar dalam Islam bahwa Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya, sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 286:
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۚ
Artinya: "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya."
Apakah Boleh Tidak Mengganti Puasa Ramadhan?
Berdasarkan penjelasan dari berbagai sumber dan pandangan para ulama yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa tidak diperbolehkan bagi seorang Muslim untuk sengaja tidak mengganti puasa Ramadhan yang ditinggalkan jika ia memiliki kesempatan dan kemampuan untuk melakukannya.
Kewajiban qadha puasa tetap harus dilaksanakan selama masih ada waktu dan kesempatan, kecuali bagi mereka yang memiliki uzur syar'i yang sah dan berkelanjutan hingga tidak mampu melaksanakan qadha sama sekali. Dalam hal ini, Allah memberikan keringanan sesuai dengan kesanggupan hamba-Nya.
Bagi mereka yang mampu melaksanakan qadha namun sengaja menundanya hingga datangnya bulan Ramadhan berikutnya, terdapat konsekuensi tambahan berupa kewajiban membayar kifarah menurut mayoritas ulama (Maliki, Syafi'i, dan Hambali). Sementara menurut Mazhab Hanafi, cukup dengan mengqadha puasanya saja tanpa kewajiban kifarah tambahan.
Penting bagi setiap Muslim untuk memperhatikan kewajiban ini dan tidak menunda-nunda pelaksanaan qadha puasa tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat. Sebab, hutang kepada Allah SWT harus diprioritaskan untuk ditunaikan selama masih diberi kesempatan dan kemampuan untuk melakukannya.
Advertisement
Waktu dan Tata Cara Mengqadha Puasa Ramadhan
Setelah memahami bahwa mengganti puasa Ramadhan yang tertinggal adalah kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan, penting juga untuk mengetahui kapan waktu yang tepat dan bagaimana tata cara yang benar dalam mengqadha puasa Ramadhan.
Waktu Mengqadha Puasa
Waktu untuk mengqadha puasa Ramadhan adalah sepanjang tahun setelah bulan Ramadhan hingga datangnya bulan Ramadhan berikutnya. Para ulama sepakat bahwa mengqadha puasa dapat dilakukan segera setelah Idul Fitri hingga sebelum masuk bulan Sya'ban tahun berikutnya.
Namun demikian, meskipun rentang waktunya cukup panjang, dianjurkan untuk tidak menunda-nunda pelaksanaan qadha puasa. Hal ini untuk menghindari bertambahnya beban jika kewajiban tersebut belum ditunaikan hingga datangnya bulan Ramadhan berikutnya, di mana konsekuensinya bisa bertambah dengan kewajiban membayar kifarah menurut mayoritas ulama.
Menurut pendapat yang lebih hati-hati (ihtiyath), sebaiknya qadha puasa dilaksanakan segera setelah uzur yang menyebabkan tidak berpuasa telah hilang. Misalnya, bagi wanita yang tidak berpuasa karena haid, disunnahkan untuk segera mengqadha puasanya setelah suci dari haid.
Tata Cara Mengqadha Puasa
Dalam pelaksanaannya, qadha puasa Ramadhan dilakukan dengan tata cara sebagai berikut:
1. Niat Qadha Puasa: Sama seperti puasa lainnya, qadha puasa Ramadhan harus diawali dengan niat. Niat qadha puasa dilakukan pada malam hari sebelum fajar atau sebelum tidur. Contoh lafaz niat qadha puasa Ramadhan adalah:
"Nawaitu shauma ghadin 'an ada'i fardhi Ramadana haadzihis sanati lillahi ta'ala"
Artinya: "Saya berniat puasa besok untuk menunaikan kewajiban puasa Ramadhan tahun ini karena Allah Ta'ala."
2. Pelaksanaan Puasa: Pelaksanaan qadha puasa sama dengan puasa Ramadhan pada umumnya, yaitu menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa sejak terbit fajar hingga terbenam matahari.
3. Urutannya Tidak Wajib: Tidak ada kewajiban untuk mengqadha puasa secara berurutan sesuai dengan hari-hari yang ditinggalkan di bulan Ramadhan. Seseorang boleh mengqadha puasa secara terpisah-pisah sesuai dengan kesempatan dan kemampuannya.
4. Pembayaran Fidyah/Kifarah: Jika qadha puasa ditunda hingga memasuki bulan Ramadhan berikutnya tanpa uzur yang sah, maka menurut Mazhab Maliki, Syafi'i, dan Hambali, selain mengqadha puasa juga diwajibkan membayar kifarah sebesar satu mud (sekitar 0,6 kg) makanan pokok untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan.
Uzur yang Dibenarkan untuk Tidak Berpuasa
Penting juga untuk memahami uzur-uzur yang dibenarkan oleh syariat untuk tidak berpuasa di bulan Ramadhan. Uzur-uzur tersebut antara lain:
- Sakit: Seseorang yang sakit dan jika berpuasa akan membahayakan kesehatannya atau memperlambat kesembuhannya.
- Safar (Perjalanan): Orang yang sedang melakukan perjalanan jauh (safar) dengan jarak tertentu sesuai ketentuan syariat.
- Haid dan Nifas: Wanita yang sedang haid atau nifas diharamkan untuk berpuasa dan wajib mengqadhanya di hari lain.
- Hamil dan Menyusui: Wanita hamil atau menyusui yang khawatir kondisinya atau kondisi janin/bayinya akan terganggu jika berpuasa.
- Lanjut Usia: Orang yang telah lanjut usia dan tidak mampu lagi berpuasa karena kelemahan fisik yang permanen. Dalam kondisi ini, ia diperbolehkan untuk tidak berpuasa dan cukup membayar fidyah.
Bagi mereka yang memiliki uzur-uzur di atas, Allah memberikan keringanan untuk tidak berpuasa di bulan Ramadhan. Namun, kecuali untuk kondisi lanjut usia yang tidak mampu lagi berpuasa secara permanen, mereka tetap memiliki kewajiban untuk mengqadha puasanya di hari-hari lain ketika uzur tersebut telah hilang.
Konsekuensi Tidak Mengganti Puasa Ramadhan
Memahami konsekuensi dari tidak mengganti puasa Ramadhan adalah hal penting yang perlu diketahui oleh setiap Muslim. Sebagai ibadah wajib yang merupakan salah satu rukun Islam, puasa Ramadhan memiliki kedudukan yang sangat penting dalam ajaran Islam. Oleh karena itu, meninggalkan kewajiban mengqadha puasa tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat memiliki konsekuensi baik di dunia maupun di akhirat.
Konsekuensi Duniawi
Dalam konteks fikih, konsekuensi duniawi dari tidak mengganti puasa Ramadhan tergantung pada kondisi dan alasan mengapa puasa tersebut tidak diganti:
Bagi yang Mampu Mengqadha namun Menunda hingga Ramadhan Berikutnya:
Menurut Mazhab Maliki, Syafi'i, dan Hambali: Selain tetap wajib mengqadha, juga diwajibkan membayar kifarah berupa satu mud makanan pokok (sekitar 0,6 kg) untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan.
Menurut Mazhab Hanafi: Cukup mengqadha puasanya saja tanpa kewajiban membayar kifarah.
Bagi yang Tidak Mampu Mengqadha karena Uzur Permanen:
Jika seseorang tidak mampu mengqadha puasa karena uzur yang permanen seperti lanjut usia atau sakit yang tidak ada harapan sembuh, maka ia diperbolehkan untuk tidak mengqadha puasa dan sebagai gantinya diwajibkan membayar fidyah sebesar satu mud makanan pokok untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan.
Bagi yang Meninggal Dunia dengan Hutang Puasa:
Jika seseorang meninggal dunia sementara masih memiliki hutang puasa Ramadhan, maka menurut beberapa pendapat ulama, keluarga atau ahli warisnya dapat mengqadha puasa tersebut atas nama si mayit.
Pendapat lain menyatakan bahwa ahli waris tidak perlu mengqadha puasa tersebut, namun disunnahkan untuk membayar fidyah atas nama si mayit sebesar satu mud makanan pokok untuk setiap hari puasa yang belum diqadha.
Konsekuensi Ukhrawi
Dalam konteks agama, puasa merupakan ibadah wajib yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Meninggalkan kewajiban ini tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat termasuk dalam kategori melalaikan kewajiban kepada Allah SWT, yang tentunya memiliki konsekuensi di akhirat.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 184:
أَيَّامًا مَّعْدُودَاتٍ ۚ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُ ۚ وَأَن تَصُومُوا خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya: "(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui."
Ayat ini menegaskan bahwa kewajiban puasa tetap harus dipenuhi meskipun dengan cara yang berbeda bagi mereka yang memiliki uzur. Melalaikan kewajiban ini tanpa alasan yang dibenarkan dapat berdampak pada penerimaan ibadah secara keseluruhan dan tentunya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT pada hari akhir.
Advertisement
Hikmah dari Ketentuan Qadha Puasa
Di balik ketentuan wajibnya mengqadha puasa yang tertinggal, terdapat hikmah dan pelajaran yang dapat diambil:
- Tanggung Jawab: Kewajiban qadha puasa mengajarkan tentang pentingnya tanggung jawab dalam menjalankan kewajiban ibadah kepada Allah SWT.
- Konsistensi: Meskipun terdapat keringanan dalam kondisi tertentu, Islam tetap mengajarkan konsistensi dalam beribadah dengan tetap mewajibkan qadha di waktu lain.
- Keadilan: Ketentuan yang berbeda untuk kondisi yang berbeda (seperti adanya kifarah bagi yang menunda tanpa uzur) menunjukkan keadilan dalam ajaran Islam.
- Kasih Sayang: Adanya keringanan bagi mereka yang memiliki uzur permanen menunjukkan kasih sayang Allah kepada hamba-Nya dengan tidak membebani mereka di luar kemampuan.
Dengan memahami konsekuensi dan hikmah dari ketentuan qadha puasa, diharapkan setiap Muslim dapat lebih bertanggung jawab dalam menunaikan kewajiban puasa Ramadhan dan mengqadhanya jika tertinggal, sehingga sempurna ibadahnya di hadapan Allah SWT.
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa tidak diperbolehkan bagi seorang Muslim untuk tidak mengganti puasa Ramadhan yang tertinggal tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat. Kewajiban qadha puasa tetap harus dilaksanakan selama masih ada kesempatan dan kemampuan untuk melakukannya.
Berbagai mazhab fiqih memiliki pandangan yang berbeda mengenai konsekuensi dari menunda qadha puasa hingga bulan Ramadhan berikutnya. Menurut Mazhab Maliki, Syafi'i, dan Hambali, selain tetap wajib mengqadha, juga diwajibkan membayar kifarah. Sementara menurut Mazhab Hanafi, cukup dengan mengqadha puasanya saja tanpa kewajiban tambahan.
