Liputan6.com, Jakarta - Pada Jumat terakhir Ramadhan ada satu sholat yang biasa diamalkan oleh sebagian muslim. Namanya adalah sholat kafarat atau sholat al-bara’ah.
Sholat kafarat Jumat terakhir Ramadhan memiliki keutamaan bisa mengganti sholat yang pernah ditinggalkan, bahkan sampai ratusan tahun lamanya. Dengan keutamaan seperti ini, siapa sih yang tidak mau melaksanakan sholat tersebut?
Namun sebelum melaksanakannya, penting untuk diketahui bagaimana hukum melaksanakan sholat kafarat pada Jumat terakhir Ramadhan. Jemaah Al Bahjah pernah menanyakannya langsung kepada KH Yahya Zainul Ma’arif alias Buya Yahya.
Advertisement
Baca Juga
Apakah memang ada sholat kafarat di Jumat terakhir Ramadhan yang keutamaannya bisa mengganti sholat sepanjang hidup yang pernah ditinggalkan? Buya Yahya kemudian menjawabnya dengan gamblang.
Selain Buya Yahya, permasalahan serupa juga pernah dibahas oleh Ustadz Abdul Somad atau UAS. Simak juga penjelasan dari pandangan UAS.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Penjelasan Buya Yahya
Sebelum menjawab bagaimana hukumnya, Buya Yahya mengatakan bahwa terlepas benar atau tidaknya, sholat kafarat dilakukan dengan macam-macam model. Ada yang dilakukan dengan empat rakaat sekali salam, 17 rakaat seperti sholat fardhu lima waktu, dan sholat dengan dua kali salam.
“Kalau sholat kafarat dengan satu tasyahud, satu salaman dengan baca ini-ini (surah tertentu setiap rakaatnya), para ulama menjelaskan bahwasanya ini hadis tidak ada, tidak dibenarkan,” kata Buya Yahya dikutip dari YouTube Al Bahjah TV, Senin (24/3/2025).
Buya Yahya mengutip fatwa Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab Fatawa al-Kubra al-Fiqhiyah bahwasanya amalan sholat kafarat tidak dibenarkan dan sangat diharamkan, apapun model sholat kafaratnya.
Fatwa Imam Ibnu Hajar al-Haitami ini dikutip lagi oleh para muridnya seperti Syekh Zainuddin al-Malibari dalam kitab fiqih Irsyadul 'Ibad. Kemudian pensyarah kitab Fathul Mu’in, Abu Bakar Syatha yang mengutip fatwa tersebut.
“Selain fatwa Ibnu Hajar al-Haitami, belum ada fatwa yang akurat, artinya dengan hujjah-hujjahnya,” tutur Buya Yahya.
Buya Yahya menjelaskan, urusan mengganti sholat fardhu yang tertinggal dalam fiqih dikenal qadha sholat. Mengqadha sholat fardhu dilakukan apabila yakin ada sholat yang ditinggalkan dan mengetahui jumlah bilangannya. Itu yang pertama.
“Yang kedua adalah kita yakin meninggalkan tapi tidak tahu bilangannya. Maka yang kedua ini boleh mengqadha tapi dikira-kira dulu (berapa sholat yang ditinggalkan). Ketiga adalah gak ada yakin yang ditinggalkan, gak ada menduga yang ditinggalkan,” kata Buya Yahya.
Bagaimana jika ada sholat yang tidak khusyuk di masa lalu? Jawabannya bukan diqadha, melainkan akan disempurnakan dengan sholat-sholat sunnah yang dilakukan seperti sholat sunnah rawatib.
Advertisement
Penjelasan UAS
Ustadz Abdul Somad atau UAS juga pernah mendapat pertanyaan serupa tentang sholat kafarat.
“Saya pernah mendengar hadis dibacakan ustadz, apabila kita sering meninggalkan sholat sepanjang hidup, bisa diganti dengan sholat sunnah di hari Jumat akhir Ramadhan,” baca UAS dari pertanyaan jemaah, dikutip dari YouTube Vista Islam.
UAS mengutip perkataan Imam Syaukani bahwa hadis tentang sholat kafarat adalah palsu. “Kata Imam Syaukani, hadisnya hadis palsu,” ucap UAS.
Senada dengan Buya Yahya, UAS mengatakan sholat fardhu yang ditinggalkan wajib diqadha setelah waktu sholat terlewat. Ini telah disepakati para ulama empat mazhab, yakni Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i, dan Imam Hambali. Wallahu a’lam.
