Liputan6.com, Jakarta - Presiden dan Wakil Presiden (Wapres) terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka harus melanjutkan agenda pemberantasan korupsi yang sudah dicanangkan pemerintahan sebelumnya sebagai program prioritas. Selain program makan siang gratis, dua Pekerjaan Rumah (PR) besar yang masuk dalam program 100 hari pemerintahanya adalah pengesahan RUU Perampasan Aset menjadi UU dan penuntasan mega skandal korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Oleh karena itu, peran aktif masyarakat sangat penting untuk mengawal pembahasan substansi RUU Perampasan Aset. Hal ini penting agar tidak ada kelompok tertentu yang memanfaatkannya isu RUU Perampasan Aset sebagai gimmick politik.
“Saya kira, urgensi maupun semangat disahkannya RUU Perampasan Aset adalah bisa menumpas korupsi,” ujar pengamat hukum Hardjuno Wiwoho.
Advertisement
Baca Juga
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo kembali menyinggung soal pentingnya perampasan aset dan pengembalian uang negara. Namun sejak Surat Presiden atau Supres tentang RUU Perampasan Aset diserahkan Pemerintah ke DPR pada Mei 2023, hingga kini beleid tak kunjung disahkan.
Namun demikian, Hardjuno mengaku pengesahan RUU ini tidak mudah.
“Soalnya, tarik ulur pengesahan RUU Perampasan Aset ini sangat kuat sekali. Apalagi, banyak tangan politik yang bermain,” ucapnya.
Hardjuno melihat tantangan yang dihadapi oleh pemerintahan Prabowo-Gibran mendatang sangat besar, terutama dari sektor ekonomi. Situasi ini menyulitkan pemerintahan baru ini merealisasikan janji kampanye.
Salah satu contohnya, kondisi geopolitik yang semakin memanas yang memberikan tekanan terhadap APBN. Memburuknya kondisi ekonomi global ini memberikan sentimen negatif terhadap ekonomi Indonesia.
“Ruang fiskal kita menjadi sangat terbatas,” ucap kandidat Doktor pada Program Studi Doktor Hukum dan Pembangunan Universitas Airlangga ini.